Jumat, 14 Januari 2011

Membaca buku “HARMONIKA LELAKI SEPI” Sekumpulan Puisi karya Andi Wirambara

Peresensi: Imron Tohari
Judul Buku: Harmonika Lelaki Sepi (Kumpulan Puisi)
Copyright: Andi Muhammad Era Wirambara
Cetakan pertama: Oktober 2010
Penyunting: Anindra Saraswati
Proof Reader: Irwan Bajang
Desain Sampul: Leo Baskoro
Tata Letak: Indie Book Corner Team Work
Endorsmen: Khrisna Pabicara, Pringadi AS, Nanang Suryadi
ISBN: 978602-97441-3-2
Tebal buku: 94 halaman.
Harga: Rp. 30.000,-
http://sastra-indonesia.com/

“Cinta dan iman bersemi dan tumbuh dari proses spiritual yang sedikit mengandalkan kemampuan indrawi ( Helen Keller ).

“Menjadi manusia seutuhnya mahal harganya sehingga hanya sedikit orang yang memiliki cinta dan keberanian untuk membelinya. Seseorang harus melepaskan hasrat untuk mencari rasa aman dan harus menghadapi resiko hidup dengan kedua belah tangannya. Seseorang harus memeluk kehidupan seperti memeluk seorang kekasih”. (Morris West – Novelis).

Saya yakin semua orang pasti pernah merasakan rindu,merasakan pergolakan cinta yang tak berkesudah yang membawanya menyusuri labirinlabirin sunyi, yang pada akhirya entah ia (mereka) menemukan suatu sugest positip atau justru akan kian terjerat dalam lingkaran labirin tersebut.

Melalui larik-larik sunyi “ Harmonika Lelaki Sepi”, Andi Wirambara yang lebih dikenal sebagai Ikan Biroe di dunia virtual, ingin menyampaikan tentang hasil renungannya dalam merasakan serta memandang rindu, cinta, dengan segala pernak-pernik kehidupan.

Andi Wirambara penulis belia kelahiran 24 September 1991, mewakili perasaannya sebagai sosok lelaki muda dalam menyikapi rindu dan cinta, saya rasa cukup dewasa dan bijak dalam meletupkan pemikiran-pemikirannya melalui larik-larik sajak,puisi.

Rasa rindu yang membuncah, dan rasa cinta yang bergelora, pada dasarnya tiada beda antara perasaan lelaki dan wanita: samasama memanggil sunyi!. Jadi siapa bilang lelaki yang dibekap rindu dan didera cinta tidak bisa sentimentil?

Bermuasal dari rindu dan rasa sunyi inilah terbersit di imaji piker penyair tentang “lelaki” yang mewakili aku lirik, dan “Harmonika” yang mewakili geletar irama jiwa dalam hisapan sunyi. Ya, harmonika sebuah alat musik yang paling mudah dimainkan hanya tinggal meniup dan menghisapnya, namun justru dari “tiup” dan “hisap” yang berkaitan dengan nafas inilah kesan pergolakan yang tengah berkecamuk amuk dalam jiwa akibat hisapan sunyi sangat terwakili. Sejarah harmonika berasal dari alat musik tradisional China yang bernama ‘Sheng’ yang telah digunakan kira-kira 5000 tahun yang lalu sejak kekaisaran Nyu-kwa. Dan biasanya alat tiup ini sering dipakai remaja yang lagi rindu kekasih,kampong halaman,patah hati,atau mencoba membebaskan tekanan perasaan agar tetap kuat dalam menjalani kehidupan berikutnya.

Perjalanan sunyi aku lirik dalam “Harmonika Lelaki Sepi” dibuka dengan puisi romantic humanis yang begitu indah dan disajikan dengan gaya sampaian yang begitu membumi, yang justru kian membuat puisi ini terasa lebih manusiawi, baca kutipan bait 1 puisi bertajuk “Sesendok Saja” yang membungkus rasa rindu dan kesetiaan, di halaman 1,:

“Sesendok saja aku ingin menyuapimu
Ingin melihat peram matamu, melihat
Bagaimana parfait lumer dan pernik
Cokelat terjepit di merah bibir cerimu
Pada pucuk muffin yang kusentil dan
Terbang hinggap di jendela
Seperti kakaktua yang begitu setia
Pada nenek bergigi dua
Seperti segala rasa yang bersepakat
Sewaktu-waktu bermelankolia”

Dan pada halaman 29, Andi Wirambara, masih dengan tema rindu kekasih, pada puisi “Apel” begitu piawai menyembunyikan gejolak perasaan rindunya melalui simbolik poetika (metaphor/bahasa symbol), namun tetap mudah untuk dicerna oleh yang dituju tanpa kehilangan unsur puitisnya.

Apel

entah rindu apa kau punya
hingga kau bawa aku pada
wangi embun yang sejuk dan
ranum?

betapapun senyummu kuingat pada
kabutkabut tipis tatkala embun berlahan
turun dan singgah
anggun dikulit yang basah

sebagaimana aku terkenang
sayupmu di antara dahan pohon yang tenang

dan aku, menanti
kau temui pun lembut kau petik
apel yang kugelantungkan bersama sebalas
rindu, apel wewangi rindu.

Dari dua karya Andi Wirambara yang saya kutipkan sebagian, dan yang satunya saya kutipkan secara penuh tersebut, walau pilihan diksi terkesan sederhana, namun betapa detak kejujuran penyairnya bisa kita rasakan, dan hal inilah yang membuat karya ini mampu menarik imaji penikmat baca kedalam roh penjiwaan karya termaksud. Kesadaran akan kejujuran ini pula yang membawa D. Zawawi Imron tegas mengatakan : “ Sebuah sajak yang saya tulis tanpa kejujuran hati nurani tak akan pernah mengarungi perjalanan waktu sehingga tak akan punya nilai abadi.” (Sastra Pencerahan ; halaman 129-130).

Perihal puisi, Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur. Sedang Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturut-turut secara teratur).

Dan pemikiran saya sendiri, seperti yang sering saya tulis pada setiap esai yang saya buat, saya lebih suka menyebut “puisi” sebagai rainkarnasi bahasa hati,pikiran ( samsara bahasa ) dari masing-masing pribadi/individu pengkarya cipta yang dituangkan ke dalam bentuk bahasa tulis pun lisan yang pada akhirnya menciptakan letupan-letupan imajinatip di alam imajinasi pengkarya cipta itu sendiri maupun penikmat baca/apresiator puisi. Di mana muatan emosi “puisi” sangat beragam, ada suka ada duka, ada kegembiraan ada kemarahan. Puisi sebagai permainan bahasa, mentranslate rasa/gejolak jiwa, melalui selubung simbol-simbol, atau tanda-tanda yang terangkum pada larik/baris/bait dalam menyampaikan pesan gejolak rasa jiwa dari penulis/penyair, yang merupakan hasil dari saripati sunyi (baca: perenungan!).

Kenapa saya lebih senang menyebut “puisi” sebagai rainkarnasi bahasa atau samsara bahasa?

Samsara sebagai kata sifat mempunyai arti sengsara (berdasarkan kamus bahasa Indonesia), samsara berdasarkan yang termaktub pada surat Bagavad-gita (Budha)dan Weda ( Hindu ) samsara berarti kelahiran kembali/reinkarnasi, namun dalam kelahiran kembalipun (samsara ) , yang merupakan perpindahan jiwa ini dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau disebut reinkarnasi eksternal (samsara atau samsriti didalam bahasa sansekerta). Srimad Bhagavatam (Bhagavata Purana) 5.11.5-7 menyebutkan bahwa pikiran terikat oleh indera kesenangan, saleh atau tidak saleh. Kemudian hal itu tertuju pada tiga model dari alam material dan menyebabkan penyesuaian kelahiran dalam berbagai tipe tubuh, lebih tinggi atau lebih rendah. Oleh karena itu, jiwa menderita ketidak bahagiaan atau menikmati kebahagiaan karena pikiran,kemudian pikiran di bawah pengaruh ilusi menciptakan aktivitas-aktivitas yang saleh dan aktivitas-aktivitas yang tidak saleh, ( berdasarkan ajaran agama Budha ) dan pengertian akan samsara ini juga tidak jauh beda dengan apa yang ada pada ajaran agama Hindu ; di dalam Weda disebutkan bahwa “Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau didunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Dan juga akan dipengaruhi akan adanya karma baik dan buruk disaat-saat sebelumnya.Dari sudut pandang saya selaku orang Islam, yaitu kelahiran kembali dari kematian di akhirat kelak,dengan segala pertimbangan baik buruknya semasa kehidupan di dunia.

Begitu hal dalam setiap proses penciptaan puisi, dalam kesunyiannya pasti akan terjadi suatu pertarungan batin dan atau pertarungan piker pada diri pengkarya cipta (pertarungan sinergi positip dan sinergis negatip). Puisi sebagai reinkarnasi bahasa/samsara bahasa, pada kelahirannya kembali, tidak terlepas dari proses/ritus suasana baik buruk yang mempengaruhi rasa imajinatip pengkaryacipta. Dalam pengertian, melalui puisi penyair berusaha menghidupkan imaji tersembunyi ke dalam tubuh “bahasa”. Tubuh bahasa dari bayangan diri, baik bayangan diri penyairnya maupun bayangan diri penikmat bacanya yang sudah menyatu pada bayangan puisi itu sendiri!, maka jadilah bayangan diantara bayangan; diri membayang pada puisi, puisi membayang pada diri. Dan puisi yang baik, adalah puisi yang ditulis dengan penuh ketulusan, serta tetap mengacu pada estetika moral, sehingga nantinya bisa memberi pencerahan positip dan atau bisa menciptakan pola piker baru yang baik bagi pencipta maupun apresiator yang membacanya.

Pergulatan sunyi penyair tidak berhenti sampai pada karya-karya di atas, karena pada karya-karya selanjutnya, Andi lebih berani lagi membungkus perasaannya pada permainan simbolik poetika/metaphor, tanpa mesti kehilangan daya hisap serta pesan makna yang ingin dihantarkan kepermukaan. Lihat saja pada puisinya yang bertajuk “Ini Pilu”, “ Bintang Pulang”, Petasan”Dikamarku yang Berantakan”. Dan tentunya pada “Harmonika Lelaki sepi (hal. 39 – 40)” yang sekaligus dijadikan tajuk pada buku kumpulan puisi ini. Baca kutipan lengkapnya di bawah:

Harmonika Lelaki Sepi

harmonika
telah lekat ia pada bibir yang
mengatup
menada pada tiang-tiang malam

: pada rerumputan
Embun hendak turun, menyusur sisi ilalang
Yang tajam
Mengiris nadi
Ia nada rerumputan;merunduk

: pada bintang yang bergandengan
rasi bersenandung
mengangguk kepala
meniti
rangkai melodial langit

: pada bulan yang ringkih
menyapa ia,
menyiul sepi bersama sembilu angin
merayap
merayap lirih

sendu,
pada damaiku

(dan harmonika, telah kutitip nafasku tadi
Mainkan lagi, jangan sudi tercumbu sunyi)

Dari sekian puisi yang ada di buku ini, puisi “Malam yang Sempat Hilang”, tepatnya pada bait pertama, membuat saya terperanggah. Kelugasan dan pemilihan symbol-simbol alam untuk menyampaikan maksud, serta keindahan puitisasi bahasa yang dibalut dengan rima, mengingatkan saya dengan puisi/sajak-sajak klasik para penyair cina yang begitu menggeletarkan setiap hati pembacanya.

Bagaimana lelaku angin menyisir lamunku
Tentang sayupmu di dahan pohon yang tenang
Tentang gores angin laut yang lalu
Mengukir namamu pada karang-karang

Kukatakan memang, selalu ada yang kulaku seraya
menyeruput dingin yang menaiki bulu mata. Menjungkat-jungkit
daripadanya, jatuh ke muka pipi yang kaku, dan merayap
naik menyelinap ke bola mata, yang juga menggigil
melompat mencari selimut, di balik kenang yang mengungun
kala tiba aku bertamu pada malam
yang santun menuang bayang-bayang

nexts….

(Fragmen/1/ bait 1dan 2 “Malam yang Sempat Hilang” hal 18 Sekumpulan puisi “Harmonika Lelaki Sepi”)

Sayang kekuatan dan keindahan itu Andi tidak bisa menjaga rimanya pada bait 2 dan selanjutnya, padahal bait awalnya demikian kuat structural poetika bahasanya, yang kalau boleh aku kata, pada bait pertama tidak kalah indah dan kuat dalam bermain metaphor dan atau bahasa-bahasa symbol, juga sampaian pesannya tidak kalah dengan karya-karya sastra puisi china klasik yang patuh pada rima serta kekuatan penyair dalam mengeksplore alam sebagai sarana/symbol menyampaikan perasaan hati.

Mari kita lihat salah satu karya indah salah satu penyair zaman dinasti Wei yang menjadi acuan argumentasi pendapat saya mengenai bait 1 “Malam yang Sempat Hilang” karya Andi W.

Angin musim gugur pilu menderu udara membeku,
Daun rumput gugur melayang embun menjadi salju.
Sekawan wallet pulang angsa terbang ke selatan,
Mengingat kau yang dirantau kalbu dirundung angan.

(bait 1 “Nyanyian Bumi Yan” karya Cao Pi (187-226; Wei)

Sebagai akhir tulisan, saya memandang Andi W dalam kesunyiannya justru telah berhasil menaklukan sunyi seperti yang di tulis pada bait akhir Puisi “ Harmonika Lelaki Sepi “

: (dan harmonika, telah kutitip nafasku tadi
Mainkan lagi, jangan sudi tercumbu sunyi).

Salam lifespirit!
Pecinta sastra puisi, 7 Desember 2010.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir