Selasa, 02 November 2010

Mangga

Ketut Yuliarsa
http://www.sinarharapan.co.id/

Sudah jadi tradisi bagi anak-anak desa mencuri mangga di kebun Pan Demit, yang tinggal sendiri di sebuah rumah berpekarangan lebar. Pan Demit tak disenangi karena angkuh dan kikir sekali. Makanya dijuluki Pan Demit, yang artinya ”bapak kikir”.

Di samping kebun luas, ia juga punya sawah berhektare-hektare, digarap petani yang oleh satu sebab, tidak lagi miliki sawah. Dari hasil inilah, Pan Demit bisa hidup tanpa harus kerja sendiri. Konon, sawah dan kebun itu dia dapat dari merebut warisan bagian saudara-saudaranya yang dia bunuh secara gaib.

Ini memang sukar dibuktikan, tapi hidup di desa tidak perlu bukti. Kalau seorang tidak ramah, tak mau bergaul atau bermasyarakat, itu sudah bukti yang bersangkutan bertabiat buruk. Tapi karena leluhur Pan Demit dulu ikut berjuang untuk kemerdekaan, penduduk masih segan ambil tindakan secara langsung menghukumnya.

Di samping itu, dia masih tetap bayar iuran DKMD (dana kesejahteraan masyarakat desa), termasuk bea denda, kalau tak ikut gotong royong membersihan jalan dan selokan desa.

Sedemikian jauh, penduduk hanya bisa berbisik membicarakan keburukan Pan Demit.

Reputasi buruk itu beri dorongan bagi anak desa untuk menjadikannya target gangguan. Tinggal sendiri, lagi-lagi karena kikir, tidak mau kawin, takut istrinya nanti akan mencuri hartanya. Maka, rumah sepi dikelilingi kebun mangga yang berbuah serat bergelantungan adalah sasaran ideal untuk ”diserbu”, dalam imajinasi gerombolan anak-anak nakal.

Mangga tersebut sebenarnya belum matang. Belum pantas dimakan, kecuali untuk rujak. Tapi karena ”pasukan” sudah berkumpul, strategi pun lalu diatur, penyerbuan mulai. Tengah hari, Pan Demit biasanya tidur sehabis makan siang.

Sekitar sepuluh anak, usia lima sampai sepuluh tahun, bertumpu pada pundak dan punggung satu sama lain, memanjat ke atas tembok, lompat turun, mencar ke pohon target masing-masing, cekatan bagai gerilyawan asli sejati.

***
Aku tak ikut memanjat pohon, sebab usiaku baru lima. Sebagai anggota termuda tugasku ”mengintai”. Ada lobang di tembok yang sengaja dijebol setinggi pengelihatanku, untuk mengawasi rumah Pan Demit, terutama pintunya. Kalau pintu itu tiba-tiba terbuka dan Pan Demit keluar, tugasku bersiul keras seperti pekikan burung ”prutut”, tanda bahaya dan aba-aba bagi gerombolan agar cepat meluncur turun dari pohon, meninggalkan medan.

Tradisi juga sudah buktikan strategi ini aman. Pan Demit yang pincang dan hampir buta, berjalan dengan tongkat, tidak akan mampu mencapai anak-anak dari jangka waktu tanda bahaya dibunyikan. Penyerbuan lebih sering tidak dapat perlawanan.

Artinya, Pan Demit tidak keluar. Tapi ada kemungkinan dia ngintip dari balik jendela, nunggu kesempatan. Sebab sekali dua kali, ada kejadian anak tertangkap. Terperosok jatuh waktu turun dari pohon, kaki anak itu keseleo tak bisa lari.

Dicengkeram Pan Demit sambil mengacung-acungkan tongkatnya, ”tawanan” kecil itu menjerit-jerit ketakutan. Anak-anak lainnya berteriak memanggil dan memaki-maki dari atas tembok. Lama juga ”pertempuran” itu berlangsung, sampai tetangga datang melarai.

Semenjak kejadian itu, hanya anggota yang lebih dewasa dan berpengalaman boleh naik pohon. Yang muda mengawasi dan mengintai.

Setelah itu tak ada lagi anak jadi tawanan. Pada masa pengintaianku, seringku lihat Pan Demit berdiri di balik pintu yang setengah terbuka. Mengintai grilyawan yang sedang beraksi di atas pohonnya, seperti menunggu saat menyerang. Tapi dia tak pernah keluar lagi. Berdiri di sana, di balik pintu, satu tangannya bertumpu di tembok, satunya lagi di balik gulungan sarung di bawah perutnya. Dari lobang pengintaianku tampak Pan Demit seperti mau kencing. Tapi, ku pikir, kenapa tubuhnya mengangguk-angguk begitu. Lagi pula, apa mungkin kencing di dalam kamar. Siulan tanda bahaya tidakku bunyikan, selama dia tidak keluar pintu.

Biar saja dia melotot dan bertumbu di balik pintu sambil goyang-goyang begitu, pikirku.

Tidak lama dada dan punggung anak-anak sudah kembung, penuh sesak dengan mangga. Ujung baju diikat kuat di pinggang, bagaian atasnya berfungsi sebagai karung mangga.

Tambahan beban ini sama sekali tidak mengurangi kelincahan mereka berayun dari dahan ke dahan.

Aku menarik napas lega melihat anak mulai turun dari pohon. Pintu rumah masih terbuka sedikit saja. Tapi, tak seperti biasa, Pan Demit tidak ada berdiri di balik pintu itu. Baru saja aku berpikir untuk membunyikan tanda bahaya, tiba-tiba, di lobang pengintaianku sebuah mata besar membelalak. Aku tersentak mundur, bersamaan dengan menjulurnya ujung tongkat dari lobang itu menyodok keningku. Aku terhuyung, kepalaku perih.

Sempoyongan aku berbalik dan lari meninggalkan medan. Dari lobang tembok suara menggeram : ”maling-maling cilik kan ku remas kalian…”.

***
Aku terus berlari tersaruk-saruk. Setiap hentakkan kaki, kurasa bumi berguncang. Langit tiba-tiba gelap, debu, dan kerikil halus berjatuhan dari udara. Jalan, pohon dan atap rumah terselubung warna kelabu. Banyak orang berlari ke sana-ke mari, berteriak-teriak memanggil nama anak-anak mereka, ada juga yang menyebut nama dewa-dewa. Sambil berlari, aku pun memanggil anak-anak gerombolan pencuri mangga, kuselang-selingi dengan siulan tanda bahaya.

Penduduk semakin kalang kabut karena teriakan mereka tak lagi terdengar, dilindas gemuruh letusan Gunung Agung. Dunia tiba-tiba gelap, langit runtuh dengan ledakan yang serta-merta menghabisi kesadaranku.

Aku tak tahu yang terjadi kemudian. Tidak tahu nasib anak yang terperangkap di kebun mangga. Katanya lahar mengepung, menyeret rumah-rumah di pinggiran desa, hancurkan pura, ratusan orang tewas terbakar gas panas.

Yang selamat diungsikan dan ditampung di bawah tenda-tenda darurat.

Sering aku bermimpi tiang-tiang penyangga tenda itu berubah jadi pohon mangga, buahnya lebat bergelantungan. Di tengah kejatuhannya menimpaku, mangga itu berubah jadi bongkahan batu. Aku lalu menjerit dan meronta, terlebih lagi setelah tenda-tenda pengungsian itu juga berubah jadi gunung.

Di puncak gunung Pan demit berdiri mengangkang, sarungnya terungkap, dari sana mengucur lahar, gas beracun dan debu, mengubur ingatanku. Waktu itu usiaku baru lima.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir