Intan Hs
http://www.hariansumutpos.com/
Hartono melihat ke lubang angin yang sedikit terbuka, tetapi tak ada siapa-siapa di sana yang dapat menolongnya. Mulut disekap, tangan dan kaki terikat. Dan belum lagi rindunya yang seperti meluap-luap di dadanya, istrinya Juli tengah hamil tua, tinggal menunggu hari saja untuk segera melahirkan anak pertama mereka dari perkawinannya.
Siang dua kali malam juga dua kali, berarti sudah sangat lama ia terkurung.
Kerap kali ia teringat dengan ucapan redakturnya, tiga hari yang lalu sebelum ia tertangkap, terkurung di sini.
“Hartono, ada tugas untukmu, mengungkap kasus penyelewengan dana pendidikan di Dinas Pendidikan. Abang harap kau berhasil membuat beritanya!”
“Ya…Bang, baiklah.”
“Tetapi, hati-hatilah dan tetap waspada, mereka itu pandai berkelit dalam suasana sempit, seperti tupai bermulut kancil.”
“Ya…saya akan hati-hati, Bang.”
“Selamat bertugas Ton! Sesuai moto koran kita, terdepan menegakkan kebenaran.”
“Pasti Bang, kebenaran harus tegak, kecurangan harus rebah.”
Saat itu mata redaktur dan mata Hartono-si wartawan itu saling menatap tajam, kukuh dalam pendirian. Negara ini sudah terlalu lama berkubang dalam kemiskinan, karena ulah sebagian oknum yang tidak bertanggung jawab. Inilah cara bergerilya menuju negara yang makmur, dengan menumpas habis oknum yang telah merugikan negara memperkaya diri sendiri, melahap separuh lebih dana APBN kekantongnya. Tetapi inikah buah kejujuran, terjebak demi sebuah kebenaran, adakah yang dapat menolong dirinya dari jerat perangkap di ruang ini?
Hartono berpikir sejenak, mengingat kembali akan cita-citanya yang dulu terbersit sejak menyelesaikan SMA, ingin menjadi seorang wartawan, seperti yang dibacanya tiap hari di koran, mereka itu sangat hebat. Sejak itulah, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi dengan mengambil jurusan ilmu Jurnalistik, dan pada akhirnya ia lulus dengan predikat memuaskan. Saat ini, ia telah diterima bekerja pada koran harian lokal setempat, bukan main girang dan senangnya ia kala itu, saat menerima gaji pertama setelah sebulan bekerja. Sungguh kehidupan menjadi indah, tetapi bulan-bulan berikutnya, semua agak pahit.
Dalam kehidupan yang bergelut dengan pemburuan berita, untuk penumpahan tinta bagi koran itulah, ia baru tersadar akan kebenaran dalam hidup ini, bahwa tak semua orang baik, hanya ada sedikit kejujuran dan lebih banyak kemunafikan, kekuasaan dan pangkat-jabatan bertahta diatas segalanya untuk berkorupsi berjamaah, pencurian kas negara. Ah…semua benar-benar busuk.
Ingin Hartono berteriak, memanggil semua yang bisa mendengar, agar ia bebas dari ruangan yang sepi ini. Tetapi, mulutnya nyata telah tersekap, dan dirinya tengah berada dalam tempat yang sangat asing. Sampai kapan ia di sini, dalam haus-dalam lapar. Apakah salahnya pada orang-orang yang telah menangkapnya?
Semua peristiwa yang dialaminya ini adalah atas nama berita, atas nama kebenaran yang terabaikan mata orang banyak. Hanya segelintir orang saja yang tahu akan hal ini, dan segelintir orang itu pula yang merasakan penderitaan yang mungkin tak akan pernah dialami orang lain.
Sebelum terkurung disini, ia telah membuat janji dengan Pak Yusi, Kepala Dinas Pendidikan di kotanya ini. Tetapi disini, ia sekarang terkurung, jauh dari keluarga, jauh dari kebisingan kota. Terasing sendiri.
Pak Yusi, seorang kepala dinas pendidikan yang telah terendus oleh media, telah menyelewengkan dana pendidikan untuk dirinya sendiri. Sudah dua kali periode ia terangkat menjadi kepala dinas, namun sejak tiga tahun yang lalu, ia telah memiliki sebuah rumah mewah seharga lima miliar, mobil mewah, sebuah villa termegah yang ada di kawasan puncak. Semua bisa diraihnya dengan begitu cepat, saat harga tanah yang tinggi, harga bahan-bahan bangunan naik, semua tak menjadi kendala baginya. Kekuasaan dan kedudukannya saat ini, tak sebanding dengan kemewahannya yang dimiliki. Pak Yusi hanyalah pegawai negeri biasa dengan golongan IV-B, dengan rincian gaji tiga juta per bulan. Harta kekayaannya begitu mencolok bagi mata orang awam, apalagi orang yang terpelajar di lingkungan masyarakat yang tak buta.
Memang, pernah juga ia berurusan di pengadilan dengan tuduhan melakukan tindakan korupsi, tetapi ia berhasil lolos. Dan untuk kali kedua ia pun tetap terjerat dengan kasus yang sama, namun hasilnya tetap sama, lolos dengan alasan tak cukup bukti. Dan kini pun, ia tetap bisa menghirup udara bebas.
Telah banyak kisah yang didengar maupun yang dibaca Hartono, tentang lenyapnya beberapa wartawan dari media, yang selalu bersinggung dengan kasus yang sama. Bahkan ada juga seorang wartawan yang mati tertembak karenanya, dan sampai sekarang belum ditemukan siapa pembunuhnya. Semua kisah itu karena bersinggung dengan kasus yang sama, yaitu kasus Pak Yusi. Dan sekarang ia telah bernasib sama, lenyap dari peredaran demi mengungkap sebuah kebenaran, membuka mata yang terbutakan, demi berita yaang menegakkan kebenaran, merebahkan ketidakberesan. Namun ia telah lenyap untuk sepotong kebenaran yang telah henyap di timbangan.
Juli-istrinya terkasih. Sudah dua hari tak dilihatnya, tak dipeluknya. Dan calon bayi, yang terus bergerak itu, tak lagi dirasakannya. Terasa pahit. Tak ada siksaan fisik di ruangan ini yang berat, selain tak makan-tak minum, namun siksaan batin yang tak terperih ini yang tak sanggup ditahankannya. Tubuhnya telah begitu lemas karena haus. Tak ada kekuatan karena tak ada makanan yang lalu dikerongkongannya, tercerna lambungnya. Air seni, ampas makanan, telah ditahannya dua hari ini. Sakit. Apa sebenarnya mau mereka? Setelah terkurung, tiada seorang pun yang datang. Benar-benar orang yang tidak bertanggung jawab.
Hanya cahaya pagi beriring aroma busuk yang terasa dalam tiap tarikan nafasnya. Entah ia ada dimana kini. Apakah ia akan mati tanpa nisan, dalam pengasingan, dalam pengurungan yang ia pun belum pasti entah siapa yang melakukan.
Kamera saku, alat perekam suara, hand phone, dompet semua hilang. Tinggal baju dan celana yang melekat di badan saja kepunyaannya sekarang. Entah bisa selamat atau tidak dari sini.
Dalam keheningan ini, ia teringat percakapan terakhir dengan istrinya. Kala itu masih pagi, dua hari yang lalu, sebelum ia hendak meliput, dan akan memenuhi janji pada redaktur untuk membuat segera beritanya, dengan menghadiri wawancara eksklusif bersama Pak Yusi pukul sepuluh di sebuah hotel. Hanya ia seorang saja tanpa ada wartawan dari media yang lain mana pun.
“Bang…perasaanku ini sangat tak enak. Baiknya abang batalkan saja janji dengan Pak Yusi itu, abang harus mewawancarai dia beramai-ramai dengan wartawan lain saja, biar agak lega hatiku ini!”
“Ah…tak bisa Jul, janji ini adalah janji istimewa, khusus untukku seorang katanya, tak mau ia diwawancarai oleh yang lain.”
“Tetapi Bang, aku ini sudah hamil tua. Anak kita ini sudah mau lahir. Kalau abang pergi juga, siapa yang membawaku ke rumah sakit?’
“Juli, aku tidak lama. Pukul dua belas juga sudah selesai wawancaranya, ya…sayang, izinkanlahlah!”
“Bang, sebenarnya aku sangat takut dengan pekerjaan abang sekarang. Perasaanku selalu saja was-was tak karuan tiap abang pergi bekerja.”
“Was…was bagaimana? Dasar wanita. Juli…mengertilah ini sudah menjadi tugasku!”
“Tugas…tugas… selalu atas nama tugas. Bang, wartawan itu pekerjaan berbahaya! Sudah rumah kita sering dilempari orang, sepeda motor abang sudah berapa kali dirusak, diremuk. Dan yang paling kutakutkan adalah teror sms yang mengancam bunuh, penjara. Carilah pekerjaan lain saja Bang, untuk anak kita. Pekerjaan yang tak terlalu beresiko!”
“Juli…Juli…kau ini ada-ada saja.”
“Bang, turutilah aku, ini juga permintaan dari dalam, dari anak kita.”
“Oh begitu! Bagaimana kalau tak bisa?”
“Bang…tolonglah! Abang harus bisa. Kita buka kedai saja di rumah, aku sudah mengumpulkan gaji abang tiap bulan untuk modal usaha ini, ya?”
Saat itu Juli menangis, air matanya berderaian bagai salju di musim dingin. Hati Tono pun saat itu terenyuh, iba hati melihat tangis istrinya terkasih. Begitu ingin rupanya ia, agar suaminya berhenti dari pekerjaan ini. Pekerjaan yang terlalu beresiko, dan sering mengancam sewaktu-waktu. Ia pun sudah menyadari sepenuhnya tentang ini. Dalam keyakinan, permintaan itu dibalasnya dengan anggukan kecil. Seketika senyum istrinya mengembang. Senyum itu adalah senyum yang dilihatnya terakhir.
“Ya…Juli, tetapi izinkanlah aku pergi, ini adalah wawancaraku yang terakhir. Setelah berita kubuat, janjiku pun telah pula tunai pada redaktur, maka aku akan mengundurkan diri.”
Ia mengangguk, dan bergelayut dalam pelukan Hartono, pun terakhir kali.
Aku harus keluar dari sini. Demi Juli, demi anakku! Batinnya.
Tetapi seberapa kuat pun ia berusaha, semuanya terpatahkan. Tangan dan kakinya terikat pada rantai yang berpangkal pada tiang kokoh. Semuanya berat. Juli… rintihnya dengan pedih tak tertahankan.
***
Entah sudah berapa hari, ia terkurung di ruang dengan lubang angin yang sedikit terbuka ini. Mulut disekap, kaki dan tangan terikat. Sampai saat ini telah sekali dilihatnya cahaya purnama dari luar. Ia sudah tak kuat. lemah?kalah. Seandainya ia menurut saja segala perkataan istrinya dulu, perkataan anaknya melalui mulut ibunya, mungkin semua ini tak akan terjadi, mungkin saat ini ia telah menggendong buah hatinya yang sudah tiga tahun ini dinantikannya dengan sepenuh doa dan segenap usaha.
Benarlah naluri anaknya dalam janin, benar juga firasat istrinya, ada yang tak beres dengan maksud Pak Yusi dengan alasan wawancara eksklusif ini, yang ternyata hanya kedok. Di hotel sesuai janji, ia saat itu sedang menunggu di kamar sepuluh, ketika minuman datang, kebetulannya kerongkongannya telah haus, dan…saat sadar disinilah ia berada.
Berita ini, adakah sudah tersebar ke media? Berita tentang hilangnya seorang wartawan dalam tugas wawancara. Apakah pelakunya sudah tertangkap? Apakah sudah diendus motif penghilangan orang ini? Apakah kepala berita beberapa koran belakangan ini, masihkah sama saja dengan berita sepuluh tahun yang lalu, korupsi baik berjamaah atau juga per individu?
Ah…Hartono masih juga memikirkan media, sedangkan dirinya bertambah lemah setiap saat, mungkin juga ia tak bertahan sampai esok. Tetapi ada satu hal yang mengganjal dihatinya yang tampak mulai mengering, mengapa ia ditangkap seperti ini, apakah dasar penangkapan pada wartawan lapangan sepertinya? Dan apakah orang yang telah menangkapnya telah tertangkap, atau masih dengan amat leluasa menyedot udara bebas sepenuh kantong paru-parunya yang tak pernah penuh.
Mengapa ia tertangkap, padahal redakturnya telah mengingatkannya agar berhati-hati pada tupai bermulut kancil. Benar-benar Hartono telah lengah!
Sebelum ia tak ingat apa-apa lagi, ia terngiang juga perkataan dari redakturnya, ‘ “Tetap hati-hati dan tetap waspada, mereka itu pandai berkelit dalam suasana sempit, seperti tupai bermulut kancil.’
Saat inilah ia baru tahu maksud tupai bermulut kancil. Ia masuk juga pada perangkap tupai tapi kancil. ***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 02 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar