Sabtu, 11 Januari 2020

CATATAN KURATORIAL FESTIVAL MANIFESCO 2019

Edy Firmansyah
Malkan Junaidi

Kriteria Penilaian

Sudah jadi semacam rumus sepertinya bahwa jumlah kriteria penilaian dalam kerja kuratorial selalu berbanding terbalik dengan jumlah hasilnya. Yakni, semakin banyak kriteria diterapkan, semakin sedikit karya bisa diloloskan. Karena itu kami bersyukur mengetahui panitia Festival Aksara Manifesco 2019 tak menyertakan kriteria khusus untuk kami pakai saat mereka mengirimkan sekitar 1000 puisi dari sekitar 100 peserta untuk diseleksi. Meski ini tak serta-merta membuat tugas kami terasa enteng, setidaknya tak membuatnya terasa lebih berat.

Tugas kurator, sebagaimana disampaikan panitia, bukan memilih sekian karya terbaik, melainkan sekian penulis masing-masing dengan sekian karya terbaik. Sepintas tampak sama, namun sesungguhnya implikasinya jauh berbeda. Untuk memilih 50 puisi terbaik kami bisa mengambil 1 hingga 10 judul setiap penyair. Yakni kuota 50 itu bisa kami penuhi dari baik 50 atau 5 peserta. Adapun untuk memilih hanya 10 penyair dengan masing-masing 5 judul, mau tak mau kami harus main hitung-hitungan. Misal dua penyair, A dan B. Dalam pembacaan kami, A menghasilkan 3 karya kuat, sedang B hanya 2 karya. Mudah memutuskan bila kekuatan kelima karya itu terhitung relatif setara. Tapi bagaimana bila 2 milik B dinilai lebih kuat dibanding 3 milik A? Memilih B berarti menyertakan 3 karya lemah, memilih A berarti menyertakan hanya 2.

Kriteria yang lazim digunakan di berbagai lomba cipta puisi, misal kebaruan gaya pengucapan, kepaduan gagasan, hingga hal-hal elementer menyangkut logika kalimat dan teknis penulisan, tentu kami gunakan di proses seleksi peserta festival ini. Namun dengan latar situasi sebagaimana telah kami jelaskan, kami terpaksa menerapkannya tidak secara ketat. Pun mengingat rencana panitia menerbitkan puisi terpilih dalam format buku antologi, kami mempertimbangkan ihwal keragaman, berusaha agar penulis yang lolos satu dengan yang lain memiliki spektrum karya berbeda.

Klasifikasi Peserta

Pengecualian pengarang asal Madura yang tinggal di luar Madura membuat kami tertarik untuk melakukan pemetaan penyair Madura kontemporer berdasarkan biodata yang dikirimkan, dengan harapan bisa menjadi salah satu rujukan penelitian sosiologi sastra, pembuatan kebijakan pengembangan di bidang literasi, dan khususnya acuan pelaksanaan festival serupa di masa mendatang . Berikut hasilnya.

Berdasarkan jenis kelamin:
? Laki-laki : 71
? Perempuan : 29
? Tidak diketahui : 2

Berdasarkan usia:
? 10 sampai 19 tahun : 18
? 20 sampai 29 tahun : 21
? 30 sampai 39 tahun : 7
? 40 tahun ke atas : 2
? Tidak diungkapkan : 48

Berdasarkan asal daerah:
? Sumenep : 59
? Pamekasan : 20
? Sampang : 9
? Bangkalan : 2

Berdasarkan latar profesi/pendidikan:
? Siswa aktif : 12
? Mahasiswa aktif : 27
? Santri aktif : 14
? Aktivis literasi : 12
? Guru/dosen aktif : 14
? Lainnya : 23

Menimbang Sikap

Dalam proses pembacaan tahap awal, kami mengusulkan penggunaan kritik biografis dalam kerja kuratorial kami, yakni dengan sedikit atau banyak melibatkan latar kehidupan pengarang dalam penilaian. Penyebabnya adalah karena kami menemukan banyak promising writer, di antaranya masih duduk di bangku Tsanawiyah dan Aliyah, yang kiranya butuh perhatian khusus. Panitia menanggapi kelancangan tersebut dengan meminta kami mengevaluasi karya secara objektif, mengabaikan umur, jenis kelamin, pendidikan, profesi, dan sebagainya. Penolakan demikian di satu sisi membuat pekerjaan kami justru jadi lebih mudah, namun tak bisa kami pungkiri di sisi lain membuat rasa keadilan kami terusik---Bagaimana mungkin menganggap sama orang yang sudah 20 tahun menulis dengan orang yang baru 5 tahun mengecimpunginya?

Namun boleh jadi keputusan panitia itu sudah tepat. Banyak hal tak terduga terjadi di kesusastraan. Banyak pengarang besar tidak pernah mengenyam pendidikan sastra secara resmi. Sebaliknya banyak sarjana sastra gagal menyumbangkan karya dan pemikiran berarti. Dari 70% penyair yang karyanya lekas kami nilai tidak layak, banyak yang merupakan penulis lama. Kami tak tahu kenapa mereka seperti terjebak di level capaian estetis yang bahkan belum bisa dibilang medioker. Adakah karena mereka tak mengimbangi panjangnya proses dengan peningkatan pengetahuan dan militansi dalam eksplorasi dan eksperimen? Sebaliknya banyak penulis baru datang dengan gairah menyala-nyala. Mereka adalah generasi yang hari ini hidup bersama dan bersaing dengan generasi yang lebih tua, dengan latar akses informasi yang sama, menerima kesempatan setara untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sastra serta wahana pembinaan dan ekspresi, yang tak ubahnya lahan gembur, menunggu motivasi, kemauan keras, dan komitmen mereka semua, tanpa kecuali. Ya, kiranya cara terbaik untuk lekas mendewasakan seorang anak adalah dengan berhenti memperlakukannya sebagai kanak-kanak, dengan mulai menilai tindakan-tindakan dan hasil kerjanya dengan ukuran orang dewasa.

Evaluasi Karya

Dari 102 peserta yang bersaing, setidaknya 30 nama betul-betul kami pertimbangkan. 5 di antaranya dengan mudah kami tentukan keunggulannya. Ini karena, tidak seperti yang lain, mereka mampu menjaga kadar capaian estetis dalam puisi mereka. Dengan kata lain, tidak sulit menemukan 5 judul yang layak dari 10 judul yang mereka kirimkan. Adapun untuk menambahkan 5 nama lagi demi memenuhi kuota, kami menghabiskan lebih banyak waktu untuk menimbang, agar meloloskan sesedikit mungkin karya lemah. Akhirnya, dengan menekan sedikit rasa tak puas, 10 nama bisa kami sodorkan dan dinyatakan diterima.

Membaca 50 puisi terpilih di buku ini seperti memasuki 10 bentang alam berbeda, masing-masing minta diresapi dengan caranya sendiri. A. Warits Rovi adalah seorang pengamat yang waskita dan berkemampuan baik dalam mengontrol keterlibatan dirinya dengan lingkungannya. Tentu saja puisi-puisinya mengandung kerja penafsiran, ada makna-makna kontemplatif tertentu ingin disampaikan, namun seperti pertunjukan musik klasik tak berlirik, puisi-puisi Warits memberi pembaca tempat nyaman untuk melakukan apa yang ingin dilakukan: menikmati saja permainan bunyinya atau sembari menikmati itu menyelami berbagai kemungkinan maknanya.

Tak begitu jauh dari Warits, Ebi Langkung merupakan penjelmaan santri yang rendah hati dan abid yang menjaga adab. Kesadarannya diarahkan selalu pada penemuan jalan menuju penyucian diri. Semesta membentang di hadapannya tampak tak henti menawarkan kebijakan sufi. Jika Warits berdiri di ketinggian dan kedekatan tertentu dari objek-objek amatannya, maka Ebi adalah musafir yang terus berjalan dan terus menemukan hal-hal menakjubkan. Jika objek dalam puisi Warits seolah tak menyadari kehadiran Warits sang pengamat, maka objek dalam puisi Ebi aktif mengajaknya bicara dan bahkan tak segan menawarkan sesuatu dan karenanya lebih tepat disebut subjek yang lain.

Dibanding semua penyair yang lolos, Faidi Rizal Alief adalah yang paling setia pada persajakan. Dengan disiplin tinggi ia menjaga rima akhir di tiap bait puisinya. Meski karenanya terkadang kita merasakan kesan kaku dan kuno, namun Faidi kami pikir bukan termasuk juru masak yang suka mengada-ada demi suatu pemanis hidangan. Setiap kata di ujung baris dipastikannya relevan dengan gagasan utama dan berfungsi menjaga keutuhan makna puisi, seperti halnya garnish pada sebuah menu yang tidak sekadar membuat hidangan menjadi menggugah selera, tapi memang betul-betul bisa dinikmati dan bergizi. Adapun pada segi isi, Faidi tampil sebagai tokoh kuat, pengayom dan penyelamat. Sikapnya tegas dan berani menanggung konsekuensi. Ia tak tampil low profile sebagaimana Warits dan Ebi, namun juga dapat menjaga diri dari jatuh ke dalam keangkuhan. Ia adalah tipe kekasih yang lebih suka menyatakan cinta dengan tindakan nyata dibanding kata-kata manis.

Seperti Faidi, Hidayat Raharja juga menyatakan suatu kesetiaan yang tak main-main. Bukan pada bentuk, melainkan pada wacana. Istilah-istilah dalam ilmu biologi, bidang profesinya, dipinjam dan digunakannya lebih daripada fungsi teknisnya. Istilah-istilah itu pada satu kesempatan dipakai untuk menyokong sebuah gagasan, sedang pada kesempatan lain menjadi gagasan tersendiri yang didedahkan dengan indah. Apa yang dilakukan Hidayat terakhir ini mirip kiranya dengan yang dilakukan para ahli tata bahasa Arab ketika memperlakukan gejala linguistik sebagai simbol filosofis.

Tentu muncul pertanyaan di benak pembaca: Apakah tidak ada yang berusaha mengangkat Madura dalam puisi-puisinya? Kami jawab: Ada. Cukup banyak. Bahkan kami menemukan beberapa puisi yang sepenuhnya dalam bahasa Madura. Namun secara umum kami menilai usaha untuk menghadirkan kemaduraan tersebut belum diimbangi dengan perspektif yang segar dan teknik komposisi yang memadai. Ia lebih sering jatuh ke dalam klise dan arak-arakan kosakata bahasa Madura. Bagaimanapun dalam buku ini dua penyair, kebetulan sama-sama perempuan, menunjukkan usaha yang patut dicatat.

Di satu spektrum, Ibna Asnawi tampak menghayati lingkungan dan peristiwa keseharian di Madura dan merepresentasikannya dalam puisi-puisi pendek yang segera mengingatkan kita pada puisi imajis dan Haiku. Ibna tidak mengulik hal-hal yang langsung menautkan ingatan pembaca pada kemaduraan, misal karapan dan carok. Citraan yang ia hadirkan di antaranya adalah pilar bambu, lahan, dan langgar. Sesuatu yang terbilang tak eksotis, banyak ditemukan di luar Madura, namun sebenarnya sangat Madura. Puisi panjangnya, Taneyan Lanjang, kiranya bisa disejajarkan dengan puisi-puisi Hidayat Raharja, merupakan pemaknaan ulang atas simbol-simbol tradisional.

Ina Herdiyana, di spektrum lain, memberikan berbagai kesaksian atas fenomena alam dan budaya. Puisi-puisinya sering terasa sebagai ode, jenis yang banyak kami temui di perpuisian Madura. Yang membedakan adalah bahwa seperti halnya Ibna, perhatian Ina tak terpaku pada hal-hal yang sudah menjadi ikon Madura sejak dulukala. Ia memperkenalkan hal-hal yang relatif baru. Adapun perbedaan menonjol antara dua penyair perempuan ini adalah bahwa Ibna lebih menyajikan kompleks emosional dan intelektual, sementara Ina menyuguhkan hasil observasi yang diurapi keharuan.

Hasil pembacaan atas karya empat peserta yang lain, oleh sebab terbatasnya ruang dan waktu, terpaksa tak bisa kami hadirkan di catatan ini. Oleh sebab yang sama pula hasil pembacaan hampir seluruhnya hanya berupa kesimpulan, tanpa contoh. Untuk itu kami mohon maaf dari lubuk hati terdalam. Besar harapan festival ini dapat secara berkala diselenggarakan, dengan perbaikan di setiap penyelenggaraannya. Terima kasih atas kepercayaan panitia dan selamat bagi peserta terpilih.

Senin, 25 November 2019.
http://sastra-indonesia.com/2020/01/catatan-kuratorial-festival-manifesco-2019/

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir