MENGUSAHAKAN PEMAJUAN BAHASA DAN SASTRA TANAH PAPUA
Djoko Saryono *
di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung (Pepatah Melayu)
di mana bumi Papua sa pijak, di situ langit Papua sa junjung
Apuni inyamukut werek halok yugunat tosu
Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap sesama (Pepatah Lembah Baliem, Wamena)
Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap bahasa dan sastra Tanah Papua
RINGKASAN
Selain kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa, Tanah Papua memiliki kekayaan kebudayaan yang beraneka ragam luar biasa termasuk kedalamnya kekayaan akan bahasa dan sastra. Tanah Papua kaya raya akan bahasa dan sastra dengan keanekaragaman yang mengesankan. Kekayaan bahasa dan sastra yang sangat beraneka ragam itu membentuk sebuah panorama, lanskap atau taman kebahasaan dan kesastraan di Tanah Papua.
Dalam perspektif Ong (2012) dan Saryono (2019), panorama atau lanskap kebahasaan dan kesastraan di Tanah Papua dapat dikategorikan ke dalam empat kuadran, yaitu (a) sastra lisan yang hidup di dalam kebudayaan kelisanan primer, (b) sastra naskah yang hidup di dalam kebudayaan manuskrip, (c) sastra tulis-cetak yang hidup di dalam kebudayaan tulis-cetak, dan (d) sastra lisan kedua dan sastra lain yang hidup di dalam kebudayaan kelisanan sekunder atau digital. Sastra lisan Tanah Papua yang indentik dengan sastra daerah jelaslah kaya dan beraneka ragam luar biasa.
Kekayaan utama Tanah Papua yang paling luar biasa memang tradisi lisan dan sastra lisan, yang identik dengan sastra daerah. Meskipun tidak sekaya dan seberaneka ragam sastra lisan, sastra naskah Tanah Papua sedang tumbuh dan berkembang. Demikian juga sastra tulis di Tanah Papua terus tumbuh dan berkembang. Demikian juga sastra lisan sekunder dan sastra di dunia digital Tanah Papua mulai tumbuh dan berkembang. Kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra Tanah Papua yang luar biasa tersebut dimajukan agar keberadaan dan keadaannya stabil sehingga dapat menjadi aset atau kapital kebudayaan Tanah Papua.
Pemajuan bahasa dans sastra Tanah Papua bukan hanya terbatas pada penyelamatan, pelestarian, pelindungan, dan pemeliharaan bahasa dan sastra Tanah Papua, tetapi juga pembugaran (revitalisasi), peremajaan/pemudaan (rejuvinasi), pengembangan, pembinaan, dan penguatan bahasa dan sastra Tanah Papua. Hal tersebut perlu dilaksanakan dalam tiga ranah kebudayaan secara sinergis, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat (komunitas).
/1/
Selain sumber daya alam, kekayaan apakah yang dimiliki oleh Tanah Papua? Selain keanekaragaman hayati yang luar biasa [seperti dapat dilihat di dalam buku Ekologi Papua suntingan Sri Nurani Kartikasari dan kawan-kawan atau buku Atlas Sumber Daya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geopasial], keanekaragaman apakah yang luar biasa di Tanah Papua? Tak syak lagi, kekayaan kebudayaan – termasuk di dalamnya kekayaan bahasa dan sastra. Dapat dikatakan bahwa Tanah Papua kaya raya akan bahasa dan sastra. Tidak mungkin dipungkiri lagi, keanekaragaman kebudayaan – termasuk keanekaragamaan bahasa dan sastra sangat mengesankan.
Memang tidak mudah mengetahuinya secara utuh dan lengkap. Namun, secara impresif sketsa umum kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua dapat kita ketahui dengan membaca pelbagai kajian dan wacana yang diproduksi oleh berbagai pihak; membaca hasil pemetaan kebudayaan khususnya bahasa dan sastra yang dikerjakan oleh pelbagai pihak – tegasnya bisa dilihat dalam peta bahasa dan sastra Tanah Papua; dan bahkan bilamana memungkinkan bisa kita ketahui dengan menjelajahi ruang dan tempat (space dan place) di seluruh Tanah Papua baik dalam rangka penelitian maupun dalam rangka pemberdayaan. Misalkan, bilamana dibaca secara cermat hasil pemetaan bahasa di Tanah Papua yang dikerjakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan niscaya kita akan terkesan betapa kaya dan beraneka ragamnya bahasa – termasuk tentu sastranya – di Tanah Papua yang kita cintai bersama. Kemudian bilamana dibaca secara detail Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Tanah Papua tentulah kita akan terkesan betapa kaya dan beraneka ragamnya kebudayaan daerah Tanah Papua –di dalamnya termasuk kekayaan dan keanekaragamaan bahasa dan sastra. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa aset atau kapital kebudayaan khususnya bahasa dan sastra Tanah Papua sungguh kaya dan beraneka ragam.
/2/
Sudah tentu kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua – sebagai unsur himpunan terpadu kebudayaan (di) Tanah Papua, bahkan unsur himpunan kebudayaan nasional – dapat membentuk panorama kebahasaan dan kesastraan yang indah; membentuk lanskap kebahasaan dan kesastraan (linguistic and literary landscape) yang mengesankan; atau membentuk taman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua yang berkesan. Panorama, lanskap atau taman kebahasaan dan kesastraan yang kaya dan beranekaragam di Tanah Papua dapat diketahui berdasarkan berbagai kategori atau perspektif. Sebagai contoh, berdasarkan perspektif kecenderungan historisitas kebudayaan, sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra tradisi[onal] dan (b) sastra modern. Atas dasar perspektif keruangan (spasialitas) sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra lokal dan (b) sastra nasional. Kemudian berdasarkan bahasa yang melekat di dalam sastra dapat dikategorikan (a) sastra daerah yang menggunakan bahasa-bahasa daerah dan (b) sastra Indonesia yang memakai bahasa Indonesia. Kategori sastra lokal bersilangan, bahkan indentik dengan sastra daerah pada satu sisi dan pada sisi lain kategori sastra nasional identik atau bersilangan dengan sastra Indonesia. Baik sastra lokal atau sastra daerah maupun sastra nasional atau sastra Indonesia dapat meliputi sastra tradisi(onal) dan sastra modern. Pelbagai kategori sastra (di) Tanah Papua tersebut bisa terdiri atas puisi dan prosa. Sastra dramatik dalam pengertian mutakhir boleh jadi tidak berkembang di dalam kebudayaan Papua.
Selain itu, dalam perspektif [Walter] Ong (2012) dan [Djoko] Saryono (2019) yang didasarkan pada tingkat teknologisasi bahasa dan orientasi kebudayaan, sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra lisan primer yang beralas pada kelisanan primer atau kebudayaan lisan, (b) sastra naskah yang beralas pada tradisi manuskrip atau kebudayaan membaca secara kolektif, (c) sastra tulis-cetak yang beralaskan tradisi tulis-cetak atau kebudayaan literasi, dan (d) sastra lisan sekunder, sastra terdigitalisasi atau sastra digital yang beralaskan kelisanan sekunder/kedua atau kebudayaan digital. Dapat dikatakan, kekayaan dan keanekaragaman sastra lisan primer Tanah Papua sangat mengesankan meskipun harus diakui bahwa kekayaan dan keanekaragaman sastra naskah Tanah Papua tidaklah seberapa. Kekuatan utama yang menjadi aset paling berharga Tanah Papua memang tradisi lisan dan kebudayaan lisan, bukan tradisi dan kebudayaan manuskrip. Selanjutnya, sastra tulis-cetak dan sastra lisan terdigitalisasi atau sastra digital (di) Tanah Papua pastilah semakin tumbuh dan berkembang – meskipun belum tentu pesat dan sesuai harapan – karena tradisi baca-tulis dan kebudayaan literasi terus digalakkan dan dikembangkan pada satu sisi dan pada lain tradisi lisan sekunder dan kebudayaan digital semakin tumbuh-berkembang di Tanah Papua. Seiring dengan semakin menguatnya kebudayaan literasi sekaligus kebudayaan digital, sastra tulis-cetak dan sastra terdigitalisasi atau sastra digital (di) Tanah Papua memiliki prakondisi dan atmosfer untuk tumbuh-berkembang dengan baik dan mengesankan pada masa depan. Di sini malah bisa dikatakan bahwa masa depan sastra (di) Tanah Papua – apakah akan semakin kaya dan beraneka ragam atau tidak – sangat bergantung pada usaha-usaha memajukan kebudayaan literasi sekaligus kebudayaan lisan kedua (digital) di Tanah Papua.
/3/
Hal tersebut sudah memperlihatkan betapa kekayaan dan keanekaragaman sastra (dan tentu bahasa dan seni lain) Tanah Papua sangat mengesankan dan menjanjikan. Kekayaan dan keanekaragaman sastra (dan bahasa) Tanah Papua merupakan aset atau kapital kebudayaan yang sangat berharga dan penting bagi Tanah Papua khususnya bagi warga Papua. Dikatakan demikian karena, pertama, sastra (di) Tanah Papua dapat menentukan atau setidak-tidaknya menopang keberadaan dan martabat Tanah Papua di mata pihak lain. Khusus sastra lisan yang identik dengan sastra daerah Tanah Papua – yang sesungguhnya sangat plural dan multikultural – malah dapat menjadi landasan pembentukan atau penguatan identitas kepapuaan yang berakar pluralisme dan multikulturalisme. Kedua, sastra (di) Tanah Papua khususnya sastra lisan yang mutatis mutandis sastra daerah – yang meliputi bermacam-macam genre sastra – merupakan aset atau kapital kebudayaan yang dimiliki oleh Tanah Papua yang dapat menjadi bekal atau modal untuk memasuki zaman baru yang kini sedang datang menjelang, di antaranya yang disebut era ekonomi kreatif, era ekonomi berbagi (sharing economy), era disrupsi teknologi digital, dan era mahadata (big data). Bahkan bolehlah dikatakan di sini bahwa sastra daerah Papua – yang beraneka ragam dari sisi etnisitas dan genre sastra – dapat menjadi aset utama Tanah Papua untuk memasuki industri kreatif dan kewirausahaan kreatif. Lebih lanjut, ketiga, sastra daerah atau sastra lisan Tanah Papua sebagai rumah eksistensi (house of being, kata Heidegger) atau dunia kehidupan (lebenswelt, kata para pemikir Jerman) orang-orang Tanah Papua dapat menjadi dasar orientasi, proyeksi, dan kultivasi (perawatan) peri kehidupan warga Tanah Papua karena di dalam sastra yang dimaksud niscaya terkandung kosmologi dan mitologi orang-orang Tanah Papua. Kepunahan sebuah genre sastra lisan Tanah Papua dapat berarti hancur atau hilangnya kosmologi dan mitologi warga Tanah Papua, yang kemudian akan membuat warga Tanah Papua kehilangan orientasi dan proyeksi hidup. Misalnya, hilang atau rusaknya mitos-mitos Amungme bisa mengguncangkan orientasi orang-orang Amungme; pudarnya tradisi munaba di Yapen Waropen dapat mengganggu orientasi dan perilaku hidup orang-orang Yapen Waropen.
Sejalan dengan itu, diperlukan usaha-usaha memajukan sastra (sekaligus bahasa dan tradisi seni ) Tanah Papua. Usaha-usaha memajukan sastra Tanah Papua di sini berarti usah meningkatkan ketahanan, kedaulatan, dan keberlanjutan sastra Tanah Papua agar dapat memberikan kontribusi bagi peri kehidupan orang-orang Papua dan peri kehidupan bangsa, bahkan peri kehidupan bangsa-bangsa di dunia – dengan kata lain, sastra Tanah Papua bisa memberikan kontribusi bagi kebudayaan dan peradaban lain. Usaha-usaha pemajuan sastra (di) Tanah Papua itu dapat ditempuh dengan empat cara utama, yaitu (1) pelindungan sastra (di) Tanah Papua, (2) pembinaan sastra (di) Tanah Papua, (3) pengambangan sastra (di) Tanah Papua, dan (4) pemanfaatan sastra (di) Tanah Papua. Pelindungan sastra Tanah Papua (beserta hal-hal yang melekat padanya) diarahkan pada tetap hidup dan berkembangnya sastra Tanah Papua dengan daya adaptabilitas dan keberlanjutan yang baik di tengah laju perubahan zaman yang cepat dan berlari lintang pukang. Pembinaan sastra Tanah Papua diarahkan pada tetap dikuasai dan digunakannya sastra Tanah Papua dengan baik oleh para masyarakat sastra Tanah Papua – dan masyarakat lain yang memerlukannya sehingga pemilik dan atau pemangku sastra Tanah Papua tetap mengenal dan menguasai sastra Tanah Papua. Kemudian pengembangan sastra Tanah Papua diarahkan usaha-usaha menghidupkan dan memperkuat ekologi atau ekosistem sastra Tanah Papua pada satu sisi dan pada sisi lain usaha meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan nilai-guna dan fungsi sastra di Tanah Papua – dan juga di tempat-tempat lain di luar Tanah Papua. Selanjutnya pemanfaatan sastra Tanah Papua diarahkan pada usaha-usaha mendayagunakan dan melipatgandakan nilai-guna sastra Tanah Papua untuk berbagai kepentingan kehidupan, kemanusiaan, dan kebudayaan, antara lain kepentingan ekonomis, sosiokultural, religiokultural, dan ideologis.
/4/
Berbagai usaha pemajuan sastra Tanah Papua tersebut dilaksanakan di dalam ruang-ruang dan tempat-tempat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan dan peradaban Tanah Papua – yang sesungguhnya majemuk dan beraneka ragam. Tiga ruang dan tempat utama tumbuh-kembangnya kebudayaan dan peradaban Tanah Papua adalah keluarga, masyarakat (khususnya komunitas), dan sekolah. Dapat dikatakan, keluarga, sekolah, dan komunitas sekarang menjadi ruang utama kebudayaan dan peradaban. Mengingat sekolah sekarang samakin padat dan penuh dengan agenda, peran dan fungsi keluarga dan komunitas di Tanah Papua perlu diperbesar dan diperluas untuk arena pemajuan sastra Tanah Papua – sehingga keluarga dan komunitas di Tanah Papua dapat menjadi habitat utama kehidupan sastra Tanah Papua.
***
*) Guru Besar Universitas Negeri Malang.
http://sastra-indonesia.com/2019/08/kitong-sayang-tanah-papua-tra-terbilang-bahasa-dan-sastranya/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar