Awalludin GD Mualif
Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan. (WS. Rendra)
Dalam dongeng-dongeng ada kisah tentang sebuah peristiwa yang seharusnya diselesaikan dalam tempo waktu lama, mampu diselesaikan dengan cepat, segera, dan makan waktu sangat singkat. Misalnya, candi sewu di Prambanan Yogyakarta, berbatasan dengan Jawa Tengah, selesai dibangun dalam tempo waktu semalam. Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat, yang sebelumnya tidak ada tiba-tiba muncul menjulang ke langit. Suatu puri yang indah permai di Negeri Antah-berantah tiba-tiba berdiri sendiri, sebagai jawaban seorang ksatria atas sayembara yang dibuat oleh Putri Raja cantik jelita: “Siapa yang mampu mendirikan suatu puri dalam satu malam, akan diambil sebagai suami”. Pembuatan atau pendirian dalam waktu yang sekejap itu tidak hanya terjadi dalam sebuah dongeng, tetapi juga terjadi dalam kehidupan nyata.
Di kehidupan saat ini, mental untuk mendapatkan segala macam keinginan secara cepat bin segera sudah melanda banyak orang. Tak terkecuali di dunia pendidikan kita. Proses dalam sebuah hidup manusia berupa: senang, sedih, beruntung, buntung, berhasil, gagal, menang, kalah, adalah pendidikan pendewasaan bagi manusia untuk lebih matang dalam berpikir dan bersikap. Ilustrasi menarik sebagai sebuah penjelasan tentang proses, kelahiran manusia misal, dimana kelahiran seorang anak manusia di dunia ini tidak langsung ujug-ujug muncul dengan sendirinya. Ia melalui proses pertemuan antara sperma laki-laki membuahi sel telur dalam rahim seorang perempuan, lalu menjadi segumpal darah, berubah menjadi segumpal daging, ditiupkanlah ruh, dan menjelma menjadi seorang anak manusia selama kurang lebih sembilan bulan di dalam rahim, yang pada akhirnya keluar di dunia ini ditandai dengan sebuah tangisan. Tak lantas anak manuisa ini pun bisa langsung berbicara, merangkak, berdiri, berjalan, menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya meninggalkan kembali dunia yang telah disambanginya (mati). Kesemuanya membutuhkan proses. Ada proses yang memang sudah digariskan oleh Tuhan berupa kodrat manusia sebagai seorang manusia, dan ada proses untuk menjadikan manusia yang manusiawi (pendidikan/pembelajaran). Proses manusia dalam rana pendidikan ini menjadi faktor terpenting baginya untuk mengetahui kodratnya dan menyempurnakan dirinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang dihadirkan di dunia fana ini dengan berbekal akal.
Manfaat Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan adalah hal terpenting bagi manusia dalam mengarungi perjalanan hidupnya. “Barang siapa ingin meraih dunia, maka dengan ilmulah ia mampu meraih, dan barang siapa ingin meraih akhirat, maka dengan ilmulah ia dapat meraihnya juga. Dan barang siapa ingin meraih keduanya, maka dengan ilmu lah ia mampu meraihnya” (AL-Hadist) Hadist ini telah mensiratkan kepada manusia betapa pentingnya peran sebuah ilmu bagi keberlangsungan hidup manusia.
Jika kita merujuk kepada hadist diatas, seolah-olah kita (manusia) tidak akan mungkin mampu meraih apa yang kita cita-citakan tanpa peran sebuah ilmu sebagai landasanya. Hampir tak ada satupun penemuan di dunia ini yang tak berlandaskan atau dapat di terangkan oleh Ilmu Pengetahuan. Ia seperti cahaya bagi kegelapan, tongkat penuntun bagi manusia untuk menemukan segala bentuk sesuatu yang bermanfaat baginya, dan semesta.................(kurang)
Ilmu Pengetahuan, proses, dan cepat
Sebagaiamana proses sebuah kelahiran, pedidikan manusia pun membutuhkan proses yang tidak singkat dalam mengetahui, memahami, menghayati, sampai dengan menjalankan/mengamalkan apa yang telah dipelajari dan diketahuinya (ilmu pengetahuan). Baik secara formal (sekolah) atau non formal (belajar dari alam), ada plus minus di antara keduanya. Dalam kontek ini, akan saya batasi pada tingkat pendidikan formal tanpa menafikan keanekaragaman pengetahuan yang diberikan oleh pendidikan non formal.
Sebuah pendidikan yang telah diatur sedemikian rupa, berjenjang, dengan kurikulum yang telah disesuaikan menurut jenjang pendidikan yang ditempuh sejak dini (taman kanak-kanak) sampai dengan perguruan tinggi, diharapkan mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan manusia dalam ilmu pengetahuan. Tingkatan-tingakatan pendidikan ini mempunyai bagian ilmu pengetahuannya masing-masing. Perguruan tinggi (kampus) dipercayai sebagai jenjang tertinggi dalam mencari sebuah ilmu pengetahuan. Dalam kontek ini, menjadi hal wajar jika penghuni di dalam kampus dikatakan sebagai ujung tombak bagi keberlangsungan ilmu pengetahuan. Sudah tak tercatat lagi para tokoh di dunia ilmu pengetahuan yang telah berhasil memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan hajat hidup orang banyak dari tempat itu (kampus). Muncul sebuah pertanyaan kecil, apakah budaya seperti itu akan muncul di era-era saat ini dan mendatang? Bersikap positif akan melahirkan jawaban iya. Tetapi fenomena yang sedang berlangsung di rana perguruan tinggi saat ini membuat jawaban positif (iya). Patut dikaji ulang. Bukan berarti tidak bisa/ada! Setidaknya cerminan ini dapat dilihat di salah satu kios buku di Kota Yogyakarta yang memperjual-belikan hasil karya intelektual mahasiswa (skripsi), di mana kios tersebut cukup banyak dikunjungi oleh mahasiswa semester akhir di kota yang dikenal sebagai kota pendidikan di Indonesia (miris). Walaupun fenomena ini belum dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam memberikan/membuat sebuah kesimpulan tentang korelasi antara tingkat intelektual mahasiswa dengan tingkat kemalasan (yang mampu menjerumuskan para intelektual muda ini ke dalam jurang penyesalan di kemudian hari), tetapi sedikit banyak bisa dijadikan acuan, karena fenomena ini adalah fakta, empiris.
Hal di atas dipertajam oleh sistem pendidikan yang diterapkan oleh para pemegang otoritas kebijakan di bidang pendidikan (pemerintah) lewat lembaga (kampus) sebagai “pendidik” dan “pengayom” nalaria/naluria mahasiswa yang terkadang kurang mempertimbangkan dan mewadahi aspirasi para mahasiswa dalam berproses mencari ilmu pengetahuan.
Kebijakan untuk siapa?
Aturan kebijakan diberlakukan kepada mahasiswa untuk segera cepat lulus meninggalkan kampus serta dituntut mampu menghadapi tantangan jaman. Dalam proses pendidikan di perguruan tinggi saat ini, diberlakukan hanya 14 semester atau 4 tahun untuk mencapai gelar strata 1 (sarjana) dalam masa pendidikanya. Ukuran keberhasilan mahasiswa tidak dilihat dari sejauh mana ia mampu menemukan siapa dirinya, mengembangkan, mengetahui arah hidup, memahami dan mampu menjalankan pengetahuanya (jati diri) , namun dilihat dari nilai IPK, absensi, dan tak bermasalah dengan lembaga. Praktis hal semacam ini membuat mahasiswa disibukan dengan hal-hal yang bersifat pyur akademik, dirinya, dan kepentingannya sendiri. Sehingga banyak mengurangi atau bahkan melupakan komunikasi dan interaksi sosial antar mahasiswa dengan mahasiswa (berorganisasi), mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan karyawan kampus, dan terutama mahasiswa dengan masyarakat luas (realitas) hingga sedikit banyak mempengaruhi kepekaan sosialnya. Pola-pola seperti ini ibarat pisau bermata dua, di sisi lain bisa membentuk mahasiswa menjadi rajin belajar guna memenuhi sebuah aturan main yang diberlakukan oleh lembaga, tetapi di sisi yang berbeda bukan tidak mungkin mampu membentuk jiwa-jiwa individualis tanpa memiliki rasa kepekaan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Lalu apakah mungkin dengan proses seperti itu mahasiswa mampu dihadapkan kepada realitas sosial ketika ia suka, tidak suka, atau mau tidak mau akan membaur bermasyarakat?
Bukankah mahasiswa sebagai manusia, bersifat sosial? Tidak hanya karena kebetulan, tetapi kodratnya. Untuk hidup dan mencapi kepenuhanya, manusia memerlukan orang lain, sesamanya. Oleh karenanya, dalam perbuatan pun dia harus mempertimbangkan mereka. Baru dengan demikian tercapai keseimbangan antara pengembangan pribadi serta kepentinganya dan pengembangan serta kepentingan sesama.
Dimana nilai bijak dalam kebijakan?
“Bijak” salah satu kata yang membuat tenang bagi siapapun, jika kita berhadapan dengan orang dengan sifat seperti ini. Ia adalah daya milik manusia guna memandang segala bentuk persoalan dari berbagai bentuk prespektif, mempertimbangakn banyak faktor/hal dalam mengambil sebuah keputusan demi kemaslahatan bersama, terlebih jika menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karenanya menjadi sangat wajar jika muncul pertanyaan dimana nilai “bijak”? dalam setiap kebijakan yang di putuskan oleh para pemegang otoritas itu.
Apakah sudah ada nilai bijak dalam setiap kebijakan yang di putuskan? Entah terlewat atau mungkin kurang mendalam dalam mengkaji hal ini, atau bahkan sudah dilakukan riset-riset mendalam berkenaan dengan pendidikan, tapi pengambilan keputusanya kurang tepat? Masih terasa abu-abu. Tak ada runginya juga berbaik sangka kepada para pemangku kebijakan pendidikan di Negara ini, toh masa depan bangsa terletak di pundak mereka. Apa mungkin mereka akan mempertaruhkan tanah air ini?
Diantara jenjang pendidikan di Indonesia salah satu jenjang pendidikan Formal yang menjadi pondasi dasar bagi siswa/siswi adalah saat mereka duduk di bangku Sekolah Dasar selama 6 tahun. Mari kita me-review pengalaman kita ketika duduk di bangku SD ini.
Jhon Paul Satre mengatakan “Hanya ada dua orang pintar di dunia ini, Seniman dan Agamawan”
To be continu.....
Kopi Hitam
Ruang Jurnal ISI Yogyakarta
19 mei 2014
http://sastra-indonesia.com/2014/06/pendidikan-mie-instan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar