Judul Buku: The Lamongan Soul
Pengarang: Javed Paul Syatha
Pengantar: Haris Del Hakim
Jenis Buku: Kumpulan Sajak dan Cerpen
Penerbit: La Rose
Tebal Buku: 44 hlm; 13, 5 x 20, 5 cm
Peresensi: Imamuddin SA
Suatu sugesti tersendiri jika seseorang telah berkenan menyuarakan negeri atau kotanya. Ini membuktikan bahwa orang tersebut benar-benar peduli dan bangga terhadap negeri maupun kota itu. Dan berbesar hatilah bagi negeri atau kota yang memiliki orang-orang seperti mereka.
Penyuaraan tersebut ada yang berbentuk pujian maupun kritikan. Kedua bentuk itu pada dasarnya bertumpu pada hal yang sama. Sama-sama berorientasi pada tindak peningkatan kredebelitas suatu negeri atau kota. Jika penyuaraan itu dalam bentuk pujian, janganlah serta-merta terbuai dan lupa diri. Semuanya masih membutuhkan koreksi dan instropeksi diri. Dan jika dalam bentuk kritikan, janganlah terus mengasingkan penyuaranya. Memboikot penyuaraannya. Dengan adanya sebuah kritikan, seharusnya berbanggalah. Sebab melalui penerimaan kritikan dengan lapang dada menunjukkan bahwa suatu negeri atau kota berkehendak untuk maju dan menggapai kegemilangan di muara waktu. Mengisi cela-cela kosong dan merevolusi bagian-bagian yang dianggap kurang elok di kalbu.
The Lamongan Soul merupakan sebuah kumpulan puisi dan cerpen yang kaya akan nilai lokalitas kota Lamongan. Hal ini tampaknya dimunculkan untuk membangun dan meningkatkan kredebilitas kota Lamongan di mata publik secara umum. Dengan hadirnya The Lamongan Soul, Lamongan tampaknya akan memiliki spirit dan motivasi yang tinggi dalam menyongsong era yang penuh dengan daya saing ini. Namun semuanya dikembalikan pada Lamongan sendiri, bisakah hal ini dimanfaatkannya?
Nilai lokalitas tersebut dihadirkan tidak hanya sekedar pengeksposan biasa. Kehadirannya dalam kumpulan cerpen dan puisi ini dibumbui dengan pesona imajinatif yang sangat kental. Dan bahkan menghasilkan efek pengintepretasian yang sangat mendalam.
Ikon Lamongan yang menyuarakan diri sebagai kota soto dan tahu campur menjadi pembuka dalam karya ini. Soto dan tahu campur adalah makanan khas Lamongan. Ini adalah ciri khas kota Lamongan. Ikon ini dihadirkan tampaknya untuk mengawali langkah untuk merengkuh cita-cita dan menyongsong hiruk pikuk kehidupan kota. Jika diimajinasikan, ikon soto dan tahu campur berorientasi pada sumber tenaga manusia untuk melakukan aktifitas hidup selanjutnya. Orang tidak akan kuat dan tidak akan bertenaga tanpa adanya makanan pokoknya. Begitu juga dengan Lamongan sendiri, agar kuat dan mampu bersaing dalam dunia global, prioritas utama yang harus diperhatikan adalah peningkatan lokalitas kota yang telah dimilikinya. Ini yang perlu digarap lebih utama. Inilah sarapan paginya.
Berkaitan dengan lokalitas kota Lamongan, sebetulnya kota ini memiliki bermacam wilayah yang menjadi talenta untuk dibanggakan dan menjadi modal bersaing dalam era global. Wilayah tersebut merujuk pada masalah kesenian, pariwisata, religiuitas, dan lain-lain. Dari sisi kesenian misalnya: meskipun ini hanya tersinggung secara eksplisit dan sedikit, hal ini cukup terwakili dangan adanya penyematan judul puisi ?Pangkur?. Kata tersebut adalah menjadi ikon kesenian yang lebih terfokus pada masalah kesusastraan. Walaupun pada dasarnya keseluruhan isi puisi tersebut berorientasi pada nilai lokalitas religius yang ada di kota Lamongan. Puisi tersebut mengisyarahkan bahwa pada dasarnya masyarakat Lamongan adalah masyarakat yang religius. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Hal itu dalam puisi yang berjudul Pangkur ditengarai dengan adanya persembahan kepada Sunan Derajat. Yaitu salah seorang dari Wali Songo.
Lewat sajak yang berjudul Pangkur itulah, diharapkan agar kota Lamongan mampu membumikan religiuitas yang telah tertanam sejak lama. Jangan sampai religiuitas itu pudar apalagi hilang dari dalam jiwa-jiwa masyarakatnya. Selain itu, secara eksplisit yang agak jauh, kota Lamongan harus mampu meningkatkan ekistensi keseniannya. Perdayakan seluruh kesenian yang ada. Kedua hal inilah berdasarkan penyematan posisi karya yang kiranya perlu diberi penekanan lebih serius dan utama agar kota Lamongan mampu bersaing di era global dan sanggup menggapai hari esok yang gilang-gemilang.
Dari sisi wisata misalnya; ada satu tempat wisata yang masih terasing dalam kota Lamongan yang butuh pemberdayaan. Wisata ini jika dikelola dengan seksama, mampu mengangkat kredebelitas kota Lamongan. Hal itu terlihat dari letaknya yang ada di bebukitan nan asri. Di sana diselimuti kesejukan dan kedamain alam sekitar yang masih alami dan bersahabat yang mampu membawa keheningan jiwa bagi para pengunjungnya. Belum lagi ditabah dengan pesona sumber air hangat yang berasal dari bebatuan kapur yang diyakini mampu menjadi perantara menyembuhkan penyakit oleh masyarakat sekitar. Selain itu, Lamongan juga memiliki lokalitas wisata yang cukup syarat untuk dibanggakan yang kini sejenak tersisihkan. Lokalitas wisata itu adalah Waduk Gondang. Tempat wisata ini kurang dapat perhatian, padahal panorama alamnya sangat menjanjikan untuk memberikan kesegaran jiwa. Hanya saja cukup butuh sedikit perhatian. Alangkah baiknya jika lokalitas seperti itu diperhatikan.
Pada cerpen yang berjudul Melankolia, setting yang diambil adalah tempat Wisata Bahari Lamongan. Tempat ini adalah tempat satu-satunya yang sekarang menjadi aset utama kota Lamongan. Sebuah tempat wisata yang dilengkapi dengan hotel yang cukup sederhana dan disuguhi oleh panorama laut yang sangat indah. Meskipun isi cerpen ini tidak secara penuh berkutan masalah tempat wisata tersebut, palingtidak pengarang telah menyuarakan bahwa saat ini kota Lamongan memiliki tempat wisata yang sangat dibanggakan dan mampu bersaing dengan wisata-wisata lain dalam taraf regional, nasional, dan bahkan internasional.
The Lamongan Soul juga mengeritik mereka yang dulu adalah warga asli Lamongan yang kini telah memperoleh kesuksesan namun lupa akan Lamogannya. Keritikan juga mengarah kepada mereka yang telah mencoreng nama baik Lamongan di mata bangsa dan negara, bahkan dunia. Selain itu juga mengeritik kepincangan-kepincangan sosial yang masih bermekaran di dalam kehidupan kota Lamongan. Kumpulan puisi dan cerpen ini seraya memotivasi serta menyemangati kepada kota Lamongan dan masyarakatnya untuk membangun peradaban dan merengkuh masa depan yang gilang-gemilang.
The Lamongan Soul terdiri dari dua puluh lima puisi dan satu cerpen. Dua puluh lima puisi tersebu adalah; Selamat Pagi Lamongan, Lamongan, Pangkur, Kehendak Pengingkaran, Nelayan, Candra Kirana, Naga Hari-Hariku, Kali Lamong, Brumbun, The Lamongan Soul, Kuasa Lamongan, Cemeti, Engkau Telah Terlupa, Nuansa Samudra, Sebuah Muara Sejarah, Kesangsian, Dilema, Onggokan Sekejap Debu, Gerbong Pembebasan, Kepada Kesangsian, Melati dari Fantasi Kecilku, Pintu Air, Lelaki Tua dan Becaknya, Tentang Dendam, dan Boom Bali. Adapu cerpennya berjudul Melankolia.
Kumpulan puisi dan cerpen ini sangat cocok untuk dibaca kalangan SLTA dan umum, terutama warga Lamongan sendiri. Pembaca akan tahu akan gambaran kearifan lokalitas kota Lamongan melalui karya ini, meskipun dari puisi-puisinya cukup menguras otak untuk dilakukan proses pemahamannya. Hal itu disebabkan oleh kesubliman bahsanya yang cukup kental. Namun bagi yang sering bergulat dalam dunia sastra khususnya puisi, itu merupakan hal yang biasa dan wajar-wajar saja. Karya ini dari sisi penulisannya juga banyak yang keluar dari aturan baku penulisan bahasa. Entah itu sebagi stail bahasa atau kesalahan cetak semata. Kesalahan-kesalahan penulisan tersebut di antaranya adalah penulisan kata depan ?di? yang kerap diposisikan sebagai awalan, banyak penulisan partikel ?pun? yang digandeng, awalan ?ber? yang dipisah dengan kata dasarnya, dan lain-lain.
Sebenarnya, masih banyak muatan yang terkandung dalam karya ini. Muatan-muatan tersebut tersimpan dalam kesubliman bahasa yang dipakai dalam tiap-tiap puisinya. Kesubliman itu mampu membawa pembaca untuk mengarungi samudra imajinasi yang sangat jauh nan luas. Dan menemukan makna lain di balik kandungan teks yang tersurat. Semuanya tinggal bagaimana cara penginterpretasian dari diri pribadi pembaca masing-masing. Pembacalah yang selanjutnya memiliki hak penuh akan hal ini. Dan akhirnya, selamat menikmati. Semoga kedamaian hati selalu melingkupi biar menemukan apa yang telah menjadi misteri di balik kata bersemi.
***
http://sastra-indonesia.com/2010/07/lamongan-nyanyian-pribumi/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar