Sabtu, 21 Januari 2012

Sang pemikir diambang revolusi [Ali Shari'ati]

Goenawan Mohamad
http://majalah.tempointeraktif.com/

ON THE SOCIOLOGY OF ISLAM ceramah-ceramah Ali Shari’ati, diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan pengantar Hamid Algar, Mizan Press, Berkeley, 1979, 125 halaman.

TIAP revolusi di abad ini nampaknya dituntut untuk punya pemikir. Pada revolusi Oktober di Rusia 1917, kita melihat Marx serta Lenin. Kemudian, di Cina, Mao. Maka bila di Iran terjadi revolusi, siapa gerangan yang jadi sang filosof dan ideolog?

Dengan niat membantah, atau tak hendak percaya, bahwa revolusi Iran hanya letupan kekolotan kaum mullah yang menentang “modernisasi” Syah Iran, seorang cendekiawan Iran pun disebut-sebut. Dia adalah Ali Shari’ati.

Di hari-hari permulaan revolusi Iran menggemuruh, seolah sudah jadi keharusan para wartawan asing dan pengamat luar (yang bersimpati kepada revolusi) untuk menyebut-nyebut nama itu. Ali Shari’ati sendiri telah meninggal di tahun 1977.

Ada anggapan kuat di antara para pengagumnya bahwa ia mati, dalam umur 44 tahun, karena dibunuh agen Savak, organisasi mata-mata Syah Iran yang ditakuti itu. Ada juga dugaan bahwa sebenarnya ia kena serangan jantung, di Inggris.

Apa pun sebabnya, tokoh yang dikubur di Damaskus, Suriah, ini–di dekat sebuah makam tokoh sejarah Syi’ah -adalah anak dunia Islam sekarang: ketika kaum intelektual berhadapan dengan ketidakbebasan, bahkan penindasan, dan ketika pemikiran Islam berhadapan dengan hegemoni Barat.

Kepicikan

Shari’ati lahir di desa di dekat Sabzavar (600 km di agak timur laut Teheran), di tahun 1933. Dia dididik ayahnya sendiri, seorang guru dan mujahid penting di Mashhad. “Ayahku membentuk dimensi-dimensi pertama rohaniku. Dialah yang mengajariku pertama kali seni berpikir dan seni menjadi manusia,” tulisnya kemudian.

Kedua “seni” itu ternyata kemudian penting baginya. Dia masuk Fakukas Sastra Mashhad di tahun 1956, lalu belajar ke Paris. Ketika kembali dari Paris di tahun 1964, dia ditangkap pemerintah. Beberapa waktu kemudian dia bebas, dan diangkat jadi pengajar di Universitas Mashhad, almamaternya, di kota yang terletak 800 km di timur Teheran itu. Tapi tak lama.

Hamid Algar, yang memberi pengantar untuk buku itu, menyebut bahwa universitas itu menolak Shari’ati, ketika kuliah-kuliahnya memikat banyak mahasiswa. “Pendek-pandangan, kepicikan, rasa iri dan dengki bergabung menghalangi jalannya,” tulis Algar.

Mungkin Algar berlebihan: biografi Shari’ati yang diikhtisarkannya di bagian awal buku ini terlalu bersantan kental dengan pujian. Betapa pun, kepicikan dan rasa iri, juga permainan kekuasaan, bukan hal asing di dunia akademi, dan Shari’ati sendiri nampaknya memang tokoh yang menantang.

Bagaimana sebenarnya pemikiran Shari’ati? Islam sudah tentu jadi dasar pertama–meskipun harus dicatat, bahwa dia tak selalu satu pojok dengan kaum ayatullah. Dia misalnya menyebut para ulama yang tak mengenal- zaman kini sebagai bi zaman, ali. orang-orang yang tak berwaktu.

Dia, menurut Shah rough Akhavi dalam buku Religionan Politics in Contemporary Iran (Stat University of New York Press, 1980), punya jago dalam diri tokoh seperti Muhammad Abduh, pembaharu Islam dari Mesir itu, dan Muhammad Iqbal, sang penyair dan pemikir dari Punjab.

Tak heran bila banyak ulama tak menyukainya. Terutama ketika Shari’ati memberi kesan bahwa ia menuduh kekolotan dan kepasrahan ulama itulah yang menyebabkan imperialisme Barat menang. Satu tuduhan yang tidak baru dan tidak orisinal. Namun dari sini nampak, betapa Shari’ati–dalam konteks keyakinan Syi’ah — menjangkau jauh ke luar.

Ia misalnya menyebut, sebagai contoh semangat demokrasi dalam Islam, cara pemilihan khalifah stelah Nabi wafat. Sudah tentu bagi kaum ulama Syi’ah ini tak benar: bagi mereka khalifah yang sah adalah Ali, berdasarkan keturunan.

Michael M.J. Fischer, dalam Iran, From Religious Dispute to Revolution bahkan membuat satu tabel khusus tentang “kesalahan” Shari’ati menurut sebagian mullah. Di antaranya ketika ia menganggap Sultan Saladin sebagai pahlawan. Bagi sebagian mullah, Saladin justru musuh yang membakari buku dan membunuhi orang Syi’ah.

Ayatullah Khomeini

Shari’ati, kemudian, disebut-sebut telah mengoreksi kembali pandangannya yang tak cocok dengan para ulama. Tapi jika kita baca On the Sociology of Islam, yang terdiri dari delapan ceramahnya dan mencerminkan pikiran pokok Shari’ati, nampak masih jauh agaknya jarak antara dia dan kaum ulama yang pegang peranan di Iran.

Hamid Algar sama sekali tak menyebut kaitan ide Shari’ati dengan Ayatullah Khomeini, tapi dari Akhavi kita tahu bahwa kontak antara mereka praktis nol. Persamaan mereka terutama ialah nasib dalam menghadapi’tekanan despotisme Syah, dan dalam seruan perlunya keterlibatan politik orang yang beriman. Tapi sementara itu, perbedaan mereka bisa besar skali.

Dalam “Manusia dan Islam” (Insan va Islam) Shari’ati mengatakan, agama perlu bicara dalam lambang dan imaji-imaji, agar “dapat dimengerti dengan berkembangnya pikiran manusia dan ilmunya” Dengan kata lain, agar ia bisa selalu ditafsirkan kembali sesuai dengan generasi yang ada.

Khomeini, sebaliknya, cenderung menghindari hal itu dalam konsep pemerintahan Islamnya, parlemen tak punya fungsi legislatif. Alasan: semua hukum yang perlu sudah diletakkan oleh Nabi dan para imam. Shari’ati tak ayal lagi seorang humanis: seperti Iqbal, ia menganggap Islam sebagai agama yang memberi manusia kemerdekaan. Manusia wakil Allah di bumi. Ia bertanggungjawab atas nasibnya-sendiri, “karena ia punya kemauan bebas”.

Demikianlah dalam Islam, kata Shari’ati, “manusia tak merendah di depan Tuhan, sebab ia adalah partner-Nya.” Yang agak kurang jelas bagi saya ialah, di manakah Shari’ati meletakkan tekanannya ketika ia berbicara tentang “manusia” itu: kepada individu, atau kelas sosial, atau kesatuan yang lain.

Dalam Ravish-i Shinakht-i Islam, yang diceramahkannya di tahun 1968, ia menyebut kata al-nas dalam Qur’an. Menurut dia, makna kata ini ialah “massa”. Baginya Islam adalah “mazhab pemikiran sosial pertama yang menganggap massa sebagai basis, faktor yang asasi dan yang sadar dalam menentukan sejarah dan masyarakat.” Bukan aristokrasi, bukan tokoh-tokoh besar, bukan kaum rahib ataupun intelektual, melainkan massa.

Mencari Harmoni

Tapi sementara itu toh Shari’ati menyebut–dalam ceramah yang sama-bahwa Islam menghendaki baik tanggungjawab masyarakat manusia maupun tanggungjawab individu-individu yang membentuk masyarakat itu. Untuk yang terakhir ini ia bahkan mengutip Qur’an surat 74 ayat 38. Agaknya ia, seperti banyak pemikir lain di abad ini, mencoba mencari harmoni antara tekanan pada individu dan pada kolektivitas. Tapi kenapa ia bicara dengan begitu tegas tentang “massa”?

Kesan saya ialah, seperti banyak cendekiawan Dunia Ketiga di zamannya, bahasa Shari’ati adalah bahasa kaum revolusioner Marxis, meskipun isi pikirannya baru satu ekspresi pencarian identitas. Dia mengagumi Franz Fanon, orang Martinique yang jadi warga Aljazair, menulis Les Damnees de la Terre dan jadi buah bibir para intelektual kiri di Paris.

Dan agaknya dalam cuaca revolusioner itu pula, apalagi dengan keadaan Iran yang gemerlapan palsu di bawah Syah, Shari’ati mengambil Abu Dharr Ghiffari sebagai tokoh idealnya dari sejarah Islam. Abu Dharr Ghiffari, salah satu sahabat Nabi, memang lambang kaum komunis dan sosialis di negeri-negeri Islam di Timur Tengah.

Dikatakan bahwa dialah yang menganjurkan orang mukmin membelanjakan hampir seluruh hartanya, untuk ibadat. Shari’ati memilih tokoh ini sebagaimana ia memilih tokoh Abil dalam riwayat Adam: baginya Abil adalah lambang manusia sebelum ada sistem milik pribadi.

Benarkah itu suatu jalan pikiran Islam, seperti dibayangkan kaum bazaari dan kaum mullah, entahlah. Dan adakah dengan itu Shari’ati bisa menawaran Islam bukan sebagai ideologi totalit, juga belum bisa dijawab. Dia mati muda. Dia tak sempat melihat revolusi terjadi dan menyaksikan banyak kata-kata revolusioner kian jadi kabur, berlumur darah.

___________10 Oktober 1981
Dijumput dari: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1981/10/10/BK/mbm.19811010.BK51374.id.html

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir