Goenawan Mohamad
http://majalah.tempointeraktif.com/
ON THE SOCIOLOGY OF ISLAM ceramah-ceramah Ali Shari’ati, diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan pengantar Hamid Algar, Mizan Press, Berkeley, 1979, 125 halaman.
TIAP revolusi di abad ini nampaknya dituntut untuk punya pemikir. Pada revolusi Oktober di Rusia 1917, kita melihat Marx serta Lenin. Kemudian, di Cina, Mao. Maka bila di Iran terjadi revolusi, siapa gerangan yang jadi sang filosof dan ideolog?
Dengan niat membantah, atau tak hendak percaya, bahwa revolusi Iran hanya letupan kekolotan kaum mullah yang menentang “modernisasi” Syah Iran, seorang cendekiawan Iran pun disebut-sebut. Dia adalah Ali Shari’ati.
Di hari-hari permulaan revolusi Iran menggemuruh, seolah sudah jadi keharusan para wartawan asing dan pengamat luar (yang bersimpati kepada revolusi) untuk menyebut-nyebut nama itu. Ali Shari’ati sendiri telah meninggal di tahun 1977.
Ada anggapan kuat di antara para pengagumnya bahwa ia mati, dalam umur 44 tahun, karena dibunuh agen Savak, organisasi mata-mata Syah Iran yang ditakuti itu. Ada juga dugaan bahwa sebenarnya ia kena serangan jantung, di Inggris.
Apa pun sebabnya, tokoh yang dikubur di Damaskus, Suriah, ini–di dekat sebuah makam tokoh sejarah Syi’ah -adalah anak dunia Islam sekarang: ketika kaum intelektual berhadapan dengan ketidakbebasan, bahkan penindasan, dan ketika pemikiran Islam berhadapan dengan hegemoni Barat.
Kepicikan
Shari’ati lahir di desa di dekat Sabzavar (600 km di agak timur laut Teheran), di tahun 1933. Dia dididik ayahnya sendiri, seorang guru dan mujahid penting di Mashhad. “Ayahku membentuk dimensi-dimensi pertama rohaniku. Dialah yang mengajariku pertama kali seni berpikir dan seni menjadi manusia,” tulisnya kemudian.
Kedua “seni” itu ternyata kemudian penting baginya. Dia masuk Fakukas Sastra Mashhad di tahun 1956, lalu belajar ke Paris. Ketika kembali dari Paris di tahun 1964, dia ditangkap pemerintah. Beberapa waktu kemudian dia bebas, dan diangkat jadi pengajar di Universitas Mashhad, almamaternya, di kota yang terletak 800 km di timur Teheran itu. Tapi tak lama.
Hamid Algar, yang memberi pengantar untuk buku itu, menyebut bahwa universitas itu menolak Shari’ati, ketika kuliah-kuliahnya memikat banyak mahasiswa. “Pendek-pandangan, kepicikan, rasa iri dan dengki bergabung menghalangi jalannya,” tulis Algar.
Mungkin Algar berlebihan: biografi Shari’ati yang diikhtisarkannya di bagian awal buku ini terlalu bersantan kental dengan pujian. Betapa pun, kepicikan dan rasa iri, juga permainan kekuasaan, bukan hal asing di dunia akademi, dan Shari’ati sendiri nampaknya memang tokoh yang menantang.
Bagaimana sebenarnya pemikiran Shari’ati? Islam sudah tentu jadi dasar pertama–meskipun harus dicatat, bahwa dia tak selalu satu pojok dengan kaum ayatullah. Dia misalnya menyebut para ulama yang tak mengenal- zaman kini sebagai bi zaman, ali. orang-orang yang tak berwaktu.
Dia, menurut Shah rough Akhavi dalam buku Religionan Politics in Contemporary Iran (Stat University of New York Press, 1980), punya jago dalam diri tokoh seperti Muhammad Abduh, pembaharu Islam dari Mesir itu, dan Muhammad Iqbal, sang penyair dan pemikir dari Punjab.
Tak heran bila banyak ulama tak menyukainya. Terutama ketika Shari’ati memberi kesan bahwa ia menuduh kekolotan dan kepasrahan ulama itulah yang menyebabkan imperialisme Barat menang. Satu tuduhan yang tidak baru dan tidak orisinal. Namun dari sini nampak, betapa Shari’ati–dalam konteks keyakinan Syi’ah — menjangkau jauh ke luar.
Ia misalnya menyebut, sebagai contoh semangat demokrasi dalam Islam, cara pemilihan khalifah stelah Nabi wafat. Sudah tentu bagi kaum ulama Syi’ah ini tak benar: bagi mereka khalifah yang sah adalah Ali, berdasarkan keturunan.
Michael M.J. Fischer, dalam Iran, From Religious Dispute to Revolution bahkan membuat satu tabel khusus tentang “kesalahan” Shari’ati menurut sebagian mullah. Di antaranya ketika ia menganggap Sultan Saladin sebagai pahlawan. Bagi sebagian mullah, Saladin justru musuh yang membakari buku dan membunuhi orang Syi’ah.
Ayatullah Khomeini
Shari’ati, kemudian, disebut-sebut telah mengoreksi kembali pandangannya yang tak cocok dengan para ulama. Tapi jika kita baca On the Sociology of Islam, yang terdiri dari delapan ceramahnya dan mencerminkan pikiran pokok Shari’ati, nampak masih jauh agaknya jarak antara dia dan kaum ulama yang pegang peranan di Iran.
Hamid Algar sama sekali tak menyebut kaitan ide Shari’ati dengan Ayatullah Khomeini, tapi dari Akhavi kita tahu bahwa kontak antara mereka praktis nol. Persamaan mereka terutama ialah nasib dalam menghadapi’tekanan despotisme Syah, dan dalam seruan perlunya keterlibatan politik orang yang beriman. Tapi sementara itu, perbedaan mereka bisa besar skali.
Dalam “Manusia dan Islam” (Insan va Islam) Shari’ati mengatakan, agama perlu bicara dalam lambang dan imaji-imaji, agar “dapat dimengerti dengan berkembangnya pikiran manusia dan ilmunya” Dengan kata lain, agar ia bisa selalu ditafsirkan kembali sesuai dengan generasi yang ada.
Khomeini, sebaliknya, cenderung menghindari hal itu dalam konsep pemerintahan Islamnya, parlemen tak punya fungsi legislatif. Alasan: semua hukum yang perlu sudah diletakkan oleh Nabi dan para imam. Shari’ati tak ayal lagi seorang humanis: seperti Iqbal, ia menganggap Islam sebagai agama yang memberi manusia kemerdekaan. Manusia wakil Allah di bumi. Ia bertanggungjawab atas nasibnya-sendiri, “karena ia punya kemauan bebas”.
Demikianlah dalam Islam, kata Shari’ati, “manusia tak merendah di depan Tuhan, sebab ia adalah partner-Nya.” Yang agak kurang jelas bagi saya ialah, di manakah Shari’ati meletakkan tekanannya ketika ia berbicara tentang “manusia” itu: kepada individu, atau kelas sosial, atau kesatuan yang lain.
Dalam Ravish-i Shinakht-i Islam, yang diceramahkannya di tahun 1968, ia menyebut kata al-nas dalam Qur’an. Menurut dia, makna kata ini ialah “massa”. Baginya Islam adalah “mazhab pemikiran sosial pertama yang menganggap massa sebagai basis, faktor yang asasi dan yang sadar dalam menentukan sejarah dan masyarakat.” Bukan aristokrasi, bukan tokoh-tokoh besar, bukan kaum rahib ataupun intelektual, melainkan massa.
Mencari Harmoni
Tapi sementara itu toh Shari’ati menyebut–dalam ceramah yang sama-bahwa Islam menghendaki baik tanggungjawab masyarakat manusia maupun tanggungjawab individu-individu yang membentuk masyarakat itu. Untuk yang terakhir ini ia bahkan mengutip Qur’an surat 74 ayat 38. Agaknya ia, seperti banyak pemikir lain di abad ini, mencoba mencari harmoni antara tekanan pada individu dan pada kolektivitas. Tapi kenapa ia bicara dengan begitu tegas tentang “massa”?
Kesan saya ialah, seperti banyak cendekiawan Dunia Ketiga di zamannya, bahasa Shari’ati adalah bahasa kaum revolusioner Marxis, meskipun isi pikirannya baru satu ekspresi pencarian identitas. Dia mengagumi Franz Fanon, orang Martinique yang jadi warga Aljazair, menulis Les Damnees de la Terre dan jadi buah bibir para intelektual kiri di Paris.
Dan agaknya dalam cuaca revolusioner itu pula, apalagi dengan keadaan Iran yang gemerlapan palsu di bawah Syah, Shari’ati mengambil Abu Dharr Ghiffari sebagai tokoh idealnya dari sejarah Islam. Abu Dharr Ghiffari, salah satu sahabat Nabi, memang lambang kaum komunis dan sosialis di negeri-negeri Islam di Timur Tengah.
Dikatakan bahwa dialah yang menganjurkan orang mukmin membelanjakan hampir seluruh hartanya, untuk ibadat. Shari’ati memilih tokoh ini sebagaimana ia memilih tokoh Abil dalam riwayat Adam: baginya Abil adalah lambang manusia sebelum ada sistem milik pribadi.
Benarkah itu suatu jalan pikiran Islam, seperti dibayangkan kaum bazaari dan kaum mullah, entahlah. Dan adakah dengan itu Shari’ati bisa menawaran Islam bukan sebagai ideologi totalit, juga belum bisa dijawab. Dia mati muda. Dia tak sempat melihat revolusi terjadi dan menyaksikan banyak kata-kata revolusioner kian jadi kabur, berlumur darah.
___________10 Oktober 1981
Dijumput dari: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1981/10/10/BK/mbm.19811010.BK51374.id.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar