Ahmad Zaini*
http://sastra-indonesia.com/
Kilatan lampu menembus celah pepohonan di depan rumah. Bias sinarnya tidak teratur terganggu dedaunan yang bergoyang diterpa angin. Bayang-bayangnya melukis dinding rumah yang cerah oleh cahaya lampu. Pada meja makan telah berjajar berbagai menu berbuka puasa. Istriku sengaja menghidangkan menu yang tidak seperti biasanya. Hari ini ia membuat menu istimewa yang penuh gizi agar nutrisinya mampu mengganti tenagaku yang semalam tercurah demi ibadah di bulan suci.
Perjalanan bulan puasa memang mengasyikkan bagi kita semua. Sebagai umat Islam merupakan suatu kewajiban menunaikan salah satu rukun Islam itu. Bahkan Tuhan telah menjanjikan kepada siapa saja yang mempu melaksanakan ibadah puasa karena iman dan mengharap pahala dariNya, maka segala dosa yang telah dilakukan dan yang belum dilkukan akan diampuniNya.
Aku pun ingin berharap mendapatkan pengampuan atas dosa-dosa yang telah kulakukan selama ini. Setahun yang lalu aku merasa berlepotan dengan dosa. Andaikan dosa itu langsung diperlihatkan oleh Tuhan maka sekujur tubuhku tak ada sedikitpun yang bersih dari noda.
“Ya, Allah ampunilah dosa-dosaku!” ucapku dalam hati.
Kalau mengingat tentang keagungan Allah, diri ini terasa tidak ada apa-apanya. Kita ini ibarat wayang yang tak berdaya melakukan apa-apa. Segala kekuatan yang kita miliki semua adalah karenaNya.
Manusia tercipta hanya untuk beribadah kepadaNya. Akan tetapi, kebanyakan dari manusia banyak yang ingkar dan durhaka kepadaNya. Banyak dari kita yang lalai menjalankan kewajiban. Kita lebih disibukkan oleh urusan duniawi. Dengan alasan karena sibuk, seenaknya kita meninggalkan shalat.
Nuansa di sekitar kita pada bulan ramadhan tak ubahnya seperti bulan-bulan biasanya. Warung-warung makanan banyak yang tetap buka pada siang hari. Padahal itu adalah larangan.
“Andaikan bumi ini tidak ada ulama dan binatang peliharaan, niscaya Allah sudah mengikis bumi ini. Sudah banyak dari kita yang ingkar kepadaNya,” nasihat ustadz Ahmad pada suatu pengajian sore di masjid.
Bencana alam yang bertubi-tubi mendera negeri ini, salah satu indikasinya juga karena peringatan dari Allah atas perilaku penghuninya yang menyimpang. Dengan bencana itu supaya manusia bisa kembali ke jalan yang telah dibentangkan oleh Allah.
Bulan mulya telah memasuki malam likuran. Maksudnya malam hitungan ganjil pada hari keduapuluh ke atas. Allah merahsiakan suatu malam, yang pada malam tersebut jika manusia menjalankan ibadah maka pahalanya seperti menjalankan ibadah selama seribu bulan. Semua umat Islam selalu mengincar malam-malam seperti itu.
Saat matahari tenggelam di ufuk barat, bedug maghrib bertalu-talu menggema menandakan hari berbuka puasa. Tiga buah kurma dan seteguk air sebagai takjil untuk berbuka telah menyelinap ke dasar perut. Kemudian aku bergegas menjalankan shalat maghrib secara berjamaah. Dalam perjalanan ke masjid tiupan angin di malam itu terasa beda dengan sebelumnya. Hembusannya agak kencang. Daun-daun palem bergoyang di atas pohonnya yang kokoh berdiri di tepian masjid. Para jamaah yang agak terlambat karena kesibukannya menikmati menu berbuka, berlari-lari agar tidak ketinggalan rakaat pertama dari imam. Lantunan ayat-ayat yang dikumandangkan oleh imam begitu menusuk kalbu. Hati terasa bergetar menguras air mata yang terkantung di kelopak mata. Pada perjalan shalatku, tiada terasa air mata menetes di gelaran sajadah. Ayat-ayat yang dibacakan imam tentang siksa api neraka bagi orang yang berbuat durhaka kepada Tuhan dilantunkan dengan khusuk. Aku tak mampu lagi menahan linangan air mata yang kini benar-benar membasahi sajadahku.
Kepuasan belum menyentuh pada hati. Guyuran air mata belum mampu menyucikan lepotan dosa yang menghitamkan kalbu. Manusia yang sering melakukan perbuatan dosa itu akan menghitamkan dan mnegeraskan hati. Sehingga kalau hati sudah benar-benar keras akan sulit menerima petuah dan fatwa tentang kebajikan.
Aku berdoa kepada Allah semoga Ramadhan tahun ini aku menjumpai malam seribu bulan. Tapi Allah merahasiakan malam itu dari manusia. Banyak di antara mereka yang mengincar malam seribu bulan pada hari-hari ganjil setelah tanggal dua puluh. Ada juga yang memulai tanggal tujuh belas bulan Ramadhan. Aku sendiri memulainya pada hari ke dua puluh satu. Demi mengincar malam mulya tersebut, aku rela meninggalkan menu istimewa yang sisediakan oleh istriku. Beraneka masakan kutinggalkan begitu saja. Aku hanya memakan tiga buah kurma dan segelas air putih.
Aku ingat pelajaran dari ustadz sewaktu pegajian di masjid tentang Lailatul Qodar. Tanda-tanda telah turun malam istimewa itu di antarnya adalah cahaya matahari yang terbit pada keesokan harinya tidak terlalu panas. Cuaca tampak mendukung. Tiada hembusan angin pada siang harinya namun udara tidak terasa gerah.
“Jika malam ini angin bertiup kencang berarti Lailatul Qodar belum turun,” kataku kepada teman-teman.
Mereka mengiyakan apa yang kukatakan. Mereka kemudian memastikan bahwa malam seribu bulan akan datang pada malam-malam yang tersisa hingga hari raya tiba. Mengenakan alas bakiak aku berajak dari serambi masjid. Di sebuah tempat wudlu aku menyucikan diri. Segar terasa di wajahku saat kubasuh dengan air bening lembut menyeka. Wajah seakan bersinar laksana cahaya lampu yang menerangi halaman masjid.
Sambil menunggu waktu shalat Isya, aku duduk iktikaf sambil membaca Alquran. Dalam hatiku mengatakan bahwa lalilatul Qodar akan datang pada malam ini. Kebetulan malam ini adalah melam kedua puluh tujuh.
“Mudah-mudahan, begitu!” kata Qosim meyakinkanku.
Segela perbekalan untuk kebutuhan makan sahur telah kubawa. Kuletakkan di sudut masjid yang biasanya digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang bekas masjid. Renik-renik sampah kubersihkan hingga aku leluasa meletakkan bungkusan makananku dari serangan semut merah yang haus akan rasa manis.
Para penduduk kampung berduyun-duyung datang ke masjid. Mereka juga membawa perbekalan untuk persiapan makan sahur. Malam ini takmir masjid mengadakan dzikir bersama semalam suntuk untuk mendapatkan malam Lailatul Qodar. Dengan berpakaian serba putih mereka duduk bersila. Shof demi shof terisi penuh hingga tak ada yang berlubang. Menurut ustadz, sebelum shof di depannya itu penuh kita tidak boleh membuat shof baru.
“Kalau shof di depan kita biarkan berlubang, maka akan disusupi oleh syetan yang menyerupai anak kambing ujtuk menganggu kekhusukan jamaah kita,” pesannya.
Rakaat demi rakaat telah terlewati. Kini menjelang rakaat terakhir shalat tarwih. Bilal mendendangkan becaan shalawat untuk memulai rakaat terahir ini. Sekujur kaki yang semula terasa lelah kini segar kembali. Imam mengumandangkan takbirotul ihram yang diikuti oleh makmum. Suaranya menggema seisi masjid. Kebesaran Allah telah memenuhi ruang masjid ini sehingga kekhusukan shalat tarwih malam ini benar-benar terasa.
“Alhamdulillahhirobbil alamin!” seraya mengusap wajahku dengan kedua telapak tangan setelah mengucap salam yang kedua sebegai penutup tarawih.
Aku istirahat sebentar dengan membuka kancing bajuku bagian atas. Duduk di undakan serambi masjid, aku mencari angin malam sekedar untuk menghilangkan peluh yang membasahi bajuku. Seteguk air dari botol bekas minuman suplemen memberi suntikan semangat dan niat baru di dadaku.
Malam bertabur bintang menghias malam istimewa ini. Cahayanya mengerling menggoda diriku yang terpaku menatapnya. Sorot terang bintang di samping bulan yang semakin menipis menghentak mulutku untuk memuji Allah dengan bacaan tasbih. Kemudian sorot caaya meluncur deras ke arah tempat aku duduk. Namun masih jauh di atas cahaya itu telah sirna. Kata orang tuaku dulu kalau ada cahaya yang meluncur deras ke bumi itu pertanda Allah telah melempar syetan yang akan mengganggu ibadah manusia.
Gelap telah menyelimuti sekeliligku. Orang-orang telah terlebih dahulu duduk untuk berdzikir bersama di dalam masjid. Kemudian botol yang telah kosong di sampingku kukemas dan kumasukkan ke dalam tas di sudut masjid. Kaki melangkah pelan dan terasa berat untuk diajak bersimpuh. Rasa lelah dan capek mengundang kesemutan di sukujur kakiku. Aku paksa sambil menjelojorkan kedua kakiku ke depan. Sontak orang yang duduk di sampingku menegur agar aku segera membenahi posisi duduku. Pelan-pelan kulipat kakiku duduk bersila seperti mereka. Wajah berbopeng dosa kutunddukan kuajak berdzikir dan bermunajat kepadaNya.
Alunan dzikir mendendangkan keagungan Tuhan benar-benar memecah keheningan malam. Suara rintih penyesalan atas dosa-dosa yang kita lakukan selama setahun lalu seakan membentuk irama penghubung dengan Dzat Yang Agung. Kini aku benar-benar nista di hadapanNya. bayang-bayang dosa yang kulakukan sebelumnya melintas dalam alam dzikirku. Bayangan orang tuaku selalu muncul dalam alam dzikirku. Wajah kecewa pada saya sewaktu aku tak menuruti ucapannya agar aku ikut bekerja ke Malaysia. Kemudian muncul lagi wajah orang-orang yang pernah kusakiti secara bergantian.
“Astagfirullahaladziiim! Astaghfirullahaladzim! Astaghfiullahaladzim!” dzikirku menyesali semua dosa-dosaku. Pada malam ini aku benar-benar merasakan nikmatnya iman. Ribuan bintang yang bersinar di atas langit seakan ikut turun dan berdzikir bersama-sama denganku. Seribu bintang berputar mengelilingiku menari bersuka ria. Bak tarian sufi, tarian bintang telah menyatukan diriku dengan Tuhan.
Tak terasa malam telah berlalu. Fajar shodiq telah tampak di cakrawala. Kemudian aku melaksanakan shalat subuh dengan hati yang bening. Dzikirku semalam terasa dikabulkan oleh Allah. Malam seribu bulan benar-benar telah kujumpai pada malam ini.
Keesoka harinya, matahari tak seganas seperti hari-hari biasanya. Suasana teduh tanpa ada hembusan angin telah meyakinkan diriku bahwa semalam telah turun Lailatul Qodar. Kenikmatan berdzikir di dalamnya semoga kujumpai lagi pada tahun berikutnya. (*)
*Cerpenis tinggal di Wanar Pucuk Lamongan
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar