Kamis, 06 Oktober 2011

Malam Seribu Bulan

Ahmad Zaini*
http://sastra-indonesia.com/

Kilatan lampu menembus celah pepohonan di depan rumah. Bias sinarnya tidak teratur terganggu dedaunan yang bergoyang diterpa angin. Bayang-bayangnya melukis dinding rumah yang cerah oleh cahaya lampu. Pada meja makan telah berjajar berbagai menu berbuka puasa. Istriku sengaja menghidangkan menu yang tidak seperti biasanya. Hari ini ia membuat menu istimewa yang penuh gizi agar nutrisinya mampu mengganti tenagaku yang semalam tercurah demi ibadah di bulan suci.

Perjalanan bulan puasa memang mengasyikkan bagi kita semua. Sebagai umat Islam merupakan suatu kewajiban menunaikan salah satu rukun Islam itu. Bahkan Tuhan telah menjanjikan kepada siapa saja yang mempu melaksanakan ibadah puasa karena iman dan mengharap pahala dariNya, maka segala dosa yang telah dilakukan dan yang belum dilkukan akan diampuniNya.

Aku pun ingin berharap mendapatkan pengampuan atas dosa-dosa yang telah kulakukan selama ini. Setahun yang lalu aku merasa berlepotan dengan dosa. Andaikan dosa itu langsung diperlihatkan oleh Tuhan maka sekujur tubuhku tak ada sedikitpun yang bersih dari noda.

“Ya, Allah ampunilah dosa-dosaku!” ucapku dalam hati.

Kalau mengingat tentang keagungan Allah, diri ini terasa tidak ada apa-apanya. Kita ini ibarat wayang yang tak berdaya melakukan apa-apa. Segala kekuatan yang kita miliki semua adalah karenaNya.

Manusia tercipta hanya untuk beribadah kepadaNya. Akan tetapi, kebanyakan dari manusia banyak yang ingkar dan durhaka kepadaNya. Banyak dari kita yang lalai menjalankan kewajiban. Kita lebih disibukkan oleh urusan duniawi. Dengan alasan karena sibuk, seenaknya kita meninggalkan shalat.

Nuansa di sekitar kita pada bulan ramadhan tak ubahnya seperti bulan-bulan biasanya. Warung-warung makanan banyak yang tetap buka pada siang hari. Padahal itu adalah larangan.

“Andaikan bumi ini tidak ada ulama dan binatang peliharaan, niscaya Allah sudah mengikis bumi ini. Sudah banyak dari kita yang ingkar kepadaNya,” nasihat ustadz Ahmad pada suatu pengajian sore di masjid.

Bencana alam yang bertubi-tubi mendera negeri ini, salah satu indikasinya juga karena peringatan dari Allah atas perilaku penghuninya yang menyimpang. Dengan bencana itu supaya manusia bisa kembali ke jalan yang telah dibentangkan oleh Allah.

Bulan mulya telah memasuki malam likuran. Maksudnya malam hitungan ganjil pada hari keduapuluh ke atas. Allah merahsiakan suatu malam, yang pada malam tersebut jika manusia menjalankan ibadah maka pahalanya seperti menjalankan ibadah selama seribu bulan. Semua umat Islam selalu mengincar malam-malam seperti itu.

Saat matahari tenggelam di ufuk barat, bedug maghrib bertalu-talu menggema menandakan hari berbuka puasa. Tiga buah kurma dan seteguk air sebagai takjil untuk berbuka telah menyelinap ke dasar perut. Kemudian aku bergegas menjalankan shalat maghrib secara berjamaah. Dalam perjalanan ke masjid tiupan angin di malam itu terasa beda dengan sebelumnya. Hembusannya agak kencang. Daun-daun palem bergoyang di atas pohonnya yang kokoh berdiri di tepian masjid. Para jamaah yang agak terlambat karena kesibukannya menikmati menu berbuka, berlari-lari agar tidak ketinggalan rakaat pertama dari imam. Lantunan ayat-ayat yang dikumandangkan oleh imam begitu menusuk kalbu. Hati terasa bergetar menguras air mata yang terkantung di kelopak mata. Pada perjalan shalatku, tiada terasa air mata menetes di gelaran sajadah. Ayat-ayat yang dibacakan imam tentang siksa api neraka bagi orang yang berbuat durhaka kepada Tuhan dilantunkan dengan khusuk. Aku tak mampu lagi menahan linangan air mata yang kini benar-benar membasahi sajadahku.

Kepuasan belum menyentuh pada hati. Guyuran air mata belum mampu menyucikan lepotan dosa yang menghitamkan kalbu. Manusia yang sering melakukan perbuatan dosa itu akan menghitamkan dan mnegeraskan hati. Sehingga kalau hati sudah benar-benar keras akan sulit menerima petuah dan fatwa tentang kebajikan.

Aku berdoa kepada Allah semoga Ramadhan tahun ini aku menjumpai malam seribu bulan. Tapi Allah merahasiakan malam itu dari manusia. Banyak di antara mereka yang mengincar malam seribu bulan pada hari-hari ganjil setelah tanggal dua puluh. Ada juga yang memulai tanggal tujuh belas bulan Ramadhan. Aku sendiri memulainya pada hari ke dua puluh satu. Demi mengincar malam mulya tersebut, aku rela meninggalkan menu istimewa yang sisediakan oleh istriku. Beraneka masakan kutinggalkan begitu saja. Aku hanya memakan tiga buah kurma dan segelas air putih.

Aku ingat pelajaran dari ustadz sewaktu pegajian di masjid tentang Lailatul Qodar. Tanda-tanda telah turun malam istimewa itu di antarnya adalah cahaya matahari yang terbit pada keesokan harinya tidak terlalu panas. Cuaca tampak mendukung. Tiada hembusan angin pada siang harinya namun udara tidak terasa gerah.

“Jika malam ini angin bertiup kencang berarti Lailatul Qodar belum turun,” kataku kepada teman-teman.

Mereka mengiyakan apa yang kukatakan. Mereka kemudian memastikan bahwa malam seribu bulan akan datang pada malam-malam yang tersisa hingga hari raya tiba. Mengenakan alas bakiak aku berajak dari serambi masjid. Di sebuah tempat wudlu aku menyucikan diri. Segar terasa di wajahku saat kubasuh dengan air bening lembut menyeka. Wajah seakan bersinar laksana cahaya lampu yang menerangi halaman masjid.

Sambil menunggu waktu shalat Isya, aku duduk iktikaf sambil membaca Alquran. Dalam hatiku mengatakan bahwa lalilatul Qodar akan datang pada malam ini. Kebetulan malam ini adalah melam kedua puluh tujuh.

“Mudah-mudahan, begitu!” kata Qosim meyakinkanku.

Segela perbekalan untuk kebutuhan makan sahur telah kubawa. Kuletakkan di sudut masjid yang biasanya digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang bekas masjid. Renik-renik sampah kubersihkan hingga aku leluasa meletakkan bungkusan makananku dari serangan semut merah yang haus akan rasa manis.

Para penduduk kampung berduyun-duyung datang ke masjid. Mereka juga membawa perbekalan untuk persiapan makan sahur. Malam ini takmir masjid mengadakan dzikir bersama semalam suntuk untuk mendapatkan malam Lailatul Qodar. Dengan berpakaian serba putih mereka duduk bersila. Shof demi shof terisi penuh hingga tak ada yang berlubang. Menurut ustadz, sebelum shof di depannya itu penuh kita tidak boleh membuat shof baru.

“Kalau shof di depan kita biarkan berlubang, maka akan disusupi oleh syetan yang menyerupai anak kambing ujtuk menganggu kekhusukan jamaah kita,” pesannya.

Rakaat demi rakaat telah terlewati. Kini menjelang rakaat terakhir shalat tarwih. Bilal mendendangkan becaan shalawat untuk memulai rakaat terahir ini. Sekujur kaki yang semula terasa lelah kini segar kembali. Imam mengumandangkan takbirotul ihram yang diikuti oleh makmum. Suaranya menggema seisi masjid. Kebesaran Allah telah memenuhi ruang masjid ini sehingga kekhusukan shalat tarwih malam ini benar-benar terasa.

“Alhamdulillahhirobbil alamin!” seraya mengusap wajahku dengan kedua telapak tangan setelah mengucap salam yang kedua sebegai penutup tarawih.

Aku istirahat sebentar dengan membuka kancing bajuku bagian atas. Duduk di undakan serambi masjid, aku mencari angin malam sekedar untuk menghilangkan peluh yang membasahi bajuku. Seteguk air dari botol bekas minuman suplemen memberi suntikan semangat dan niat baru di dadaku.

Malam bertabur bintang menghias malam istimewa ini. Cahayanya mengerling menggoda diriku yang terpaku menatapnya. Sorot terang bintang di samping bulan yang semakin menipis menghentak mulutku untuk memuji Allah dengan bacaan tasbih. Kemudian sorot caaya meluncur deras ke arah tempat aku duduk. Namun masih jauh di atas cahaya itu telah sirna. Kata orang tuaku dulu kalau ada cahaya yang meluncur deras ke bumi itu pertanda Allah telah melempar syetan yang akan mengganggu ibadah manusia.

Gelap telah menyelimuti sekeliligku. Orang-orang telah terlebih dahulu duduk untuk berdzikir bersama di dalam masjid. Kemudian botol yang telah kosong di sampingku kukemas dan kumasukkan ke dalam tas di sudut masjid. Kaki melangkah pelan dan terasa berat untuk diajak bersimpuh. Rasa lelah dan capek mengundang kesemutan di sukujur kakiku. Aku paksa sambil menjelojorkan kedua kakiku ke depan. Sontak orang yang duduk di sampingku menegur agar aku segera membenahi posisi duduku. Pelan-pelan kulipat kakiku duduk bersila seperti mereka. Wajah berbopeng dosa kutunddukan kuajak berdzikir dan bermunajat kepadaNya.

Alunan dzikir mendendangkan keagungan Tuhan benar-benar memecah keheningan malam. Suara rintih penyesalan atas dosa-dosa yang kita lakukan selama setahun lalu seakan membentuk irama penghubung dengan Dzat Yang Agung. Kini aku benar-benar nista di hadapanNya. bayang-bayang dosa yang kulakukan sebelumnya melintas dalam alam dzikirku. Bayangan orang tuaku selalu muncul dalam alam dzikirku. Wajah kecewa pada saya sewaktu aku tak menuruti ucapannya agar aku ikut bekerja ke Malaysia. Kemudian muncul lagi wajah orang-orang yang pernah kusakiti secara bergantian.

“Astagfirullahaladziiim! Astaghfirullahaladzim! Astaghfiullahaladzim!” dzikirku menyesali semua dosa-dosaku. Pada malam ini aku benar-benar merasakan nikmatnya iman. Ribuan bintang yang bersinar di atas langit seakan ikut turun dan berdzikir bersama-sama denganku. Seribu bintang berputar mengelilingiku menari bersuka ria. Bak tarian sufi, tarian bintang telah menyatukan diriku dengan Tuhan.

Tak terasa malam telah berlalu. Fajar shodiq telah tampak di cakrawala. Kemudian aku melaksanakan shalat subuh dengan hati yang bening. Dzikirku semalam terasa dikabulkan oleh Allah. Malam seribu bulan benar-benar telah kujumpai pada malam ini.

Keesoka harinya, matahari tak seganas seperti hari-hari biasanya. Suasana teduh tanpa ada hembusan angin telah meyakinkan diriku bahwa semalam telah turun Lailatul Qodar. Kenikmatan berdzikir di dalamnya semoga kujumpai lagi pada tahun berikutnya. (*)

*Cerpenis tinggal di Wanar Pucuk Lamongan

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir