Minggu, 29 Mei 2011

Pembantu Bintang Lima

A Rodhi Murtadho
http://sastra-indonesia.com/

Pembantu bintang lima. Sudah menjadi cita-cita Lina untuk menjadi pembantu. Sejak keinginan itu tebersit dalam benak. Berbagai usaha pun dilakukan untuk mewujudkannya. Belajar dari berbagai macam bacaan yang ada di sekolah. Magang langsung menjadi pembantu ataupun bergabung dalam organisasi masyarakat yang kerjanya membantu orang. Semua itu dilakukan untuk mencapai pangkat tertinggi pembantu. Bintang lima. Setara dengan jendral, pikirnya. Tentu saja akan menjadi terobosan baru dalam dunia karir perempuan.

Koran, majalah, radio, televisi, dan berbagai macam media memberitakan bencana yang sedang terjadi. Catatan jumlah korban dan kerugian. Terpampang begitu jelas. Total keseluruhan yang jelas makin bertambah.

Lina mengemasi peralatan pembantu yang ia gunakan. Perlengkapan yang selalu ia bawa setiap ingin membantu. Menjadi pembantu. Darah ‘O’ yang ia punyai. Sejumlah uang yang memenuhi tasnya. Beberapa koper pakaian bertumpuk. Buku pelajaran, buku bacaan buku tulis, dan alat tulis. Kardus-kardus berisi mie instan. Tenaganya juga dipersiapkan.

“Semua sudah masuk ke truk, Pak Marno?” tanya Lina pada sopir truk yang setia menemani.
“Siap Non, tapi…”
“Tapi apa pak?”

Kedua insan yang dipenuhi kegalauan terdiam terpaku. Mematung tak bergerak. Sejenak, Marno ingat truk yang akan dikendarai hampir tak bersolar. Bingung. Uang gajinya bulan ini dari mandor Parjo sudah diberikan kepada istrinya, Marini. Biasanya urusan solar selalu menjadi tanggung jawabnya. Walau sudah jelas kalau memang ada jatah dari mandor Parjo, ayah Lina.

“Tapi apa, Pak Marno?” memecah diam, “nanti sore kita harus berangkat. Kalau semua belum disiapkan, tentu keberangkatan kita bisa tertunda lama.”

“Sol…lar, Non.”
“Lho, bukankah sudah diberikan Ayah. Biasanya selalu begitu kan?”
“Be…betul, Non. Tapi uangnya sudah terlanjur sudah saya saya berikan istri saya untuk SPP anak-anak.”

Marno memang orang yang tak begitu berada. Kehidupan pas-pasan. Rumah kayu sedikit reot. Lantai tak berubin. Roda kelancaran hidup bergantung kepada mandor Parjo. Bekerja kepadanya sebagai sopir truk. Namun akhir-akhir ini harus menuruti perintah mandornya untuk menemani Lina. Keluar kota, bahkan keluar pulau untuk mengangkut segala kebutuhan yang diperlukan.

Lina mengambil beberapa lembar uang dari tasnya. Tak ada perintah berarti dari mulut Lina. Hanya diam. Namun isyarat Lina segera menggegaskan Marno untuk segera berangkat membeli solar. Lina masuk ke dalam rumah. Mengistirahatkan tubuhnya di kamar.

Lina terhenyak ketika tiba-tiba ia sudah sampai di lokasi bencana. Naluri pembantu yang ia punyai seakan musnah. Ia tak bisa menggerakkan dirinya. Kerumunan mayat dan puing-puing kesengsaraan terpampang. Ia merasakan darah golongan donor resepiennya muncrat keluar. Mencari lahan manusia yang kekeringan tak bergerak, tak tersadar. Darah yang ia persiapkan malayang mengitari air mata kesakitan.

“Marno, apa yang terjadi?” gumamnya lirih tak bertenaga. Tak juga ada jawaban dari Marno. Suaranya parau terkalahkan erangan dan isak tangis. Puji selalu ia panjatkan. Ia tak menemukan dirinya. Entah hilang ke mana dan menjadi apa. Tak peduli.

Detak jantung melayangkan pikirannya. Hembusan nafas memelintir otaknya. Bahkan mata yang nyalang dan ambisius redup dalam keremangan senja. Lina ingat bencana yang menimpa negeri. Mungkin sudah layak ia menggantikan jendral. Paling tidak kerjanya lebih cepat dari mereka yang hanya berpangku tangan.

“Saya akan menjadi pembantu bintang lima. Sebentar lagi setelah bencana ini. Paling tidak sudah 67 bencana yang telah saya bantu. Karir saya akan melonjak. Semua orang akan kenal saya sebagi dermawan. Dengan begitu para majikan nantinya akan berpikir seribu kali untuk menggaji saya rendah.”

“Saya tidak sepakat. Kamu ambil untung dari kejadian yang kuciptakan.”

Lina kaget. Matanya dibuka lebar mengawasi. Telinga ia tajamkan. Hidung pun mencari bau datangnya suara. Tangan meraba, mencari bentuk.

“Siapa kau?”
“Aku Bencana.”

Gerakan Lina semakin cepat. Menoleh kiri kanan. Tak mendapatkan siapa pun. Menghendus tak melewatkan anyir darah. Mungkin darah ini yang bicara, pikirnya. Tapi bagaimana? Mana mulutnya? Di mana otaknya?

“Hai Bencana! Kami sudah sulit untuk menciptakan tata keindahan. Mengapa kau selalu ciptakan kehancuran. Apa salah kami? Mengapa kau benci pada manusia?”

“Aku akan selalu membuat kehancuran dan bencana sebagai akibat dari pemanfaatan manusia kepada sesama manusia dan alam. Selalu mengambil keuntungan dari air mata dan darah saudara mereka.”

“Apa maksudmu.”

“Sebuah bencana,” diam sejenak, “memang ada penggalangan bantuan atas nama kemanusiaan. Tapi di balik itu demi nama mereka sendiri. Perjamuan makan di hotel berbintang untuk menggalang dana bagi bencana kelaparan. Nyanyian dan tarian untuk setiap bencana. Bahkan penceramah selalu berkoar mencari-cari siapa yang salah. Bukannya membantu tapi mementingkan nama dirinya dikenal orang lain. Apa itu bukan mencari keuntungan?”

Lina semakin bingung. Tak mengerti apa yang diucapkan oleh Bencana. Mengais-ngais segala ingatannya tentang bencana. Seluruh bencana. Apa yang ditimbulkannya. Untung dan rugi? Apa maksudnya? Semakin Lina bertanya pada apa yang ia sendiri tak mengerti.

“Ingat juga, kalau kamu mau bintang lima atau bintang berapa pun akan saya berikan. Akan saya timbulkan banyak bencana lagi. Dengan begitu kau akan semakin dikenal orang. Dermawan.”

“Tidak. Saya tidak mau.”

“Mengapa kau mesti berubah pikiran. Lakukanlah. Itu sudah menjadi cita-citamu. Menjadi pembantu bintang lima. Sampai majikan akan kalah kaya dengan pembantunya.”

Di kejauhan, Lina seperti melihat dirinya dan Rudi, pacarnya, yang ia tinggalkan demi mencapai cita-citanya. Kekasih yang menyayanginya dengan tulus. Tanpa pamrih. Ia meninggalkannya tanpa alasan yang kurang masuk akal. Demi menjadi pembantu.

“Maafkan saya, Mas, saya harus mewujudkan cita-cita,” Lina melihat dirinya di kejauhan berucap.

“Tidak! Tidak! Bukankah setiap orang akan menjadi pembantu. Sekretaris jadi pembantu direktur. Presiden pun akan jadi pembantu negara. Bahkan seluruh mandor dan majikan akan menjadi pembantu untuk kepentingannya.”

“Tapi saya harus punya predikat bintang lima sampai orang akan segan. Menundukkan kepala setiap berpapasan dengan saya.”

Lina terheran-hern bisa melihat dirinya dan Rudi bercakap-cakap di kejauhan. Bagaimana mungkin dirinya ada dua. Siapa sebenarnya orang yang mirip dirinya.

Sejenak Lina terdiam. Ia kembali kepada lautan mayat. Hamparan kepedihan. Serakan darah. Pikiran yang tertumpah nyaris sia-sia ditelan bencana. Menyanjung segala yang tersisa walau terisak kehilangan.

“Non, kita sudah sampai Sleman. Hampir sampai rumah,” seperti suara Marno mengingatkan.

Lina tergeragap. Pancaran mata yang tak bertuju. Degup jantung tak normal. Cepat. Tersengal-sengal nafas dalam guncangan diri. Pakaiannya basah dengan segala peluh. Asam. Parfum yang sempat ia cipratkan tadi pagi terbuai dalam setiap angin yang menyapa tubuhnya.

“Aku tak butuh bintang lima,” gumam Lina pelan, benar-benar lirih. Mewanti-wanti dirinya agar tak terjebak dalam kubangan kesalahan yang kerap dilakukan atas nama kemanusiaan.

Waktu sudah mengalahkan siang. Matahari sudah lelah dengan panasnya. Meredup di ufuk barat. Sore hari. Sayu-sayu sinar menentramkan. Lina terbangun dari tidurnya dan langsung menemui Marno.

“Marno, jika nanti ada wartawan tanya, jangan dijawab. Jika ada kamera merekam cepat menghindar. Jangan sampai apa yang kita berikan dan lakukan ini tersiar bangga di masyarakat,” ucap Lina pada Marno.

“Eh…bukankah…”

“Tidak,” potong Lina, “kita di sana nanti untuk membantu bukan mencari keuntungan. Lupakan cita-cita saya untuk menjadi pembantu bintang lima. Aku tak perlu lagi. Saya pun sudah berniat berhenti mewujudkan cita-cita itu. Sekarang saya hanya ingin membantu saudara tanpa pamrih.”

Marno makin tak paham yang diucapkan majikan kecil. Sebelumnya Marno malah disuruh mengekspose besar-besaran kegiatan kemanusiaan kepada wartawan. Membicarakan kepada seluruh korban tentang sumbangan yang diberikan. Bahkan kegiatan-kegiatan atas nama kemanusiaan harus dirinci setepat-tepatnya.

“Bencana, saya tidak akan membiarkan pengambilan untung atas nama kemanusiaan. Saya akan memulai dari diri saya, kawan saya, tetangga-tetangga. Kami akan tulus menolong mereka, saudara-saudara yang kau celakai. Yang kau jadikan mereka melarat. Berenang dalam kolam air mata. Tangis yang sudah bercampur darah, air mata, peluh, dan nanah,” Lina berucap pada dirinya.

Truk sudah menunggu. Sore yang telah direncanakan membuat tergesa. Lina masih berada di rumah tapi bencana mulai anyir tercium. Erangannya makin keras. Wujudnya makin jelas di mata Lina. Tangannya pun mulai merasakan kehangatan suhu bentuknya. Kasar. Lina meronta keras. Mengurungkan langkahnya menuju truk. Segera ia mendekati Parjo, ayahnya, yang jatuh tersungkur. Setiap langkah ia gunakan untuk memapah ayahnya yang sudah lemas. Belum sempat keluar rumah, Lina sudah tertimpa atap rumah yang ambruk.

Semilir angin tak menadakan apapun. Keriangan asap mulai berpesta di antara rumah. Melalap semua. Marno hanya terpaku menyaksikan dari kejauhan. Tak ada sempat langkah untuk menolong. Marno hanya mendengar jerit tangis majikan-majikannya. Marno tak bisa berhenti memikirkan. Baru akan mewujudkan ketulusan niat untuk membantu saudara jauh yang tertimpa bencana. Namun bencana sudah memeluk erat Lina dan keluarganya.

Marno semakin cemas. Tak memiliki majikan tentu tak akan memiliki pekerjaan. Tentu juga tak memiliki penghasilan. Marno terus memikirkan cara menghidupi keluarga tanpa majikan. Tak juga ditemukan cara. Marno berlari ke tengah bara api dengan solar berada di tangan. Menyusul majikannya.

Lamongan, 6 Juni 2006

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir