Kamis, 07 April 2011

Takdir Sang Adonis

Asarpin
http://sastra-indonesia.com/

Hidup punya takdirnya sendiri. Dan takdir juga punya ceritanya sendiri.

Pada suatu hari di bawah langit malam, aku berjalan ke negeri mimpi. Di sana aku berjumpa dengan nujuman lama Babilonia, tentang sosok Dewa muda yang tampan bernama Adonis. Riwayat mencatat: Adonis tumbuh menjadi remaja yang cemas memikirkan nasib negerinya yang tak maju-maju. Sejak itu ia banyak merenung dan melontarkan ide-ide yang segar tentang masa depan kehidupan. Pikiran-pikirannya tampak aneh dan asing. Bahkan tak jarang ia menyulut polemik di antara para Dewa lantaran pendapat-pendapatnya dianggap lebih “maju” dari rekan-rekannya.

Wajahnya tampak menggoda. Maka tak heran jika dewi Aphrodite—dewi cinta Babilonia—jatuh cinta padanya. Tapi bukan lantaran itu saja yang membuat Aphrodite tak berdaya ketika dekat dengan Dewa muda ini. Adonis ternyata Dewa yang punya segudang kelebihan di bandingkan Dewa yang lain. Di antara kelebihan itu adalah: keindahan tutur, semangat mencintai kebaruan, di mana kata-kata mesti berombak dan berontak.

Adonis menjadi dewa pemberontak terhadap segala kemapanan. Termasuk memberontak terhadap kemapanan pikiran. “Aku berontak, maka aku ada”, katanya. Bukan aku berontak, maka kita ada. Salah satu kesukaannya adalah: mendendangkan kata-kata yang bergelora-bergemuruh dengan efek yang jauh. Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan perjuangan dan tanggungjawab sebagai pilihan. Tiap-tiap kata yang terucap dari individu berwawasan kemajuan, mesti dipertanggungjawabkan. Dan tiap-tiap karya sastra yang kita hasilkan, mesti dapat dipertanggungjawabkan kepada khalayak.

Di Libanon ada seorang sastrawan yang dipanggil Adonis. Dan sudah bisa diduga kenapa. Ia suka dengan nama itu. Padahal kedua orang tuanya memberinya nama Ali Ahmad Said. Tapi tak banyak yang tahu nama aslinya itu, karena ia sendiri selalu menggunakan nama Adonis.

Dalam sebuah riwayat dikatakan: ada seorang pemimpin partai di Syiria, yang mula-mula memanggil Ali Ahmad Said sebagai Adonis. Menurutnya, Ali Ahmad Said pantas menerima nama baru itu karena sepak-terjangnya dianggap cocok untuk mempersatukan budaya negara Syiria, Irak, dan Libanon. Tapi apakah yang dialkukan Adonis kemudian sesuai dengan harapan pemimpin partai itu?

Riwayat bercerita lain. Di Indonesia ada Adonis yang lain. Ambisinya sama bergelora-membahana. Namanya Takdir. Ia adalah sastrawan terkemuka yang, selain menulis novel, juga banyak menulis esai polemis. Banyak kata-kata yang telah jadi semboyan hidupnya, di antaranya adalah: maju, baru, individu, kebangunan, menjebol, menghancur-remukkan, menyala-nyala, berombak, mengalun, bergelombang. Kata-kata ini berhasil membetot pikiran para penggemarnya, terutama mereka yang gemar berseru tentang tanggungjawab sosial seorang sastrawan.

Dalam usia 27 tahun, Adonis kita yang satu ini telah menyulut polemik yang paling kritis dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Ke-Adonis-annya ditunjukkan dengan semangatnya yang ingin menyatukan ejaan bahasa Melayu antara Indonesia dan Malaysia. Bahkan cita-citanya untuk menyatukan ejaan Indonesia dengan Malaysia terhenti sebagai cita-cita. Dan keinginan menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di kawasan Asia Tenggara, pun tak pernah terwujud.

Dengan mengikuti bangsa Jepang, Takdir berusaha mengimpor buku-buku Barat yang dinamis. Idenya untuk menerjemahkan karya ilmiah dan karya sastra dari Barat ke dalam bahasa Indonesia, agar api kebudayaan yang lama segera padam dan kebudayaan yang baru dan maju berkobar menyala-nyala, tak sepenuhnya terwujud. Hanya beberapa saja buku dari Barat yang diterjemahkan penerbit Dian Rakyat. Malah yang tak terduga, justru Yayasan Obor dan Pustaka Jaya yang banyak menerbitkan karya terjemahan yang jadi impian Takdir.

Sejumlah karyanya mirip rajutan kultural dari apa yang disebut—mengutip kata-kata Takdir sendiri—sebagai “benang yang tak putus-putusnya di rajut kembali di zaman kita” atau “tuntutan perasaan tanggungjawab yang terus-menerus tentang masyarakat dan kebudayaan”.

Pada suatu hari ia mengaku sebagai penulis yang menjelmakan semangat Adonis, yaitu “penulis yang bukan saja menjadi pembaca yang pertama, tetapi juga pembaca yang berulang-ulang membaca ciptaannya sendiri”. Takdir mencitrakan dirinya sebagai penulis sekaligus pembaca yang langka. Menulis dan membaca baginya adalah: panggilan takdir manusia yang menjadikan dirinya sebagai manusia.

Ada banyak pembaca yang lebih baik, tapi lebih langka dari penulis yang baik. Demikian pula sebaliknya. Kalau kita mengikuti pandangan Jorge Luis Borges, maka ada yang mirip dengan sikap Takdir. Ketika Borges membaca kembali Lelaki Pojok Jalan yang telah ditulisnya, ia memandang penulis dan pembaca sebagai pergantian kontinuitas yang sering kali mendadak, atau pemenggalan keseluruhan hidup seseorang hanya menjadi dua atau tiga babak. “Terkadang saya curiga bahwa pembaca yang baik adalah angsa yang bahkan lebih hitam dan lebih langka dari penulis yang baik”, tulis Borges dalam pengantar Sejarah Aib—terjemahan Arif Bagus Prasetyo.

Seperti halnya dengan Borges yang banyak membaca dan menulis, Takdir juga percaya bahwa membaca adalah laku yang muncul setelah menulis, yang menurutnya sering biasa-biasa saja, tak kentara, lebih intelektuil. Tak ubahnya “sebagai seorang Adonis yang girang menikmati bayang-bayang wajahnya dalam cermin”, tulisnya.

Tidak semua sifat Adonis Babilonia sama dengan watak Takdir. Takdir tidak dilahirkan sebagai anak haram jadah, sebagaimana Adonis dalam mitologi Babilon itu. Ia justru lahir dari keluarga terrpandang dari keturunan sultan Minang dan permaisuri Tapanuli. Sementara Dewa Adonis malah mirip dengan seorang Mevrouw Annelis dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Annelis lahir dari persetubuhan di luar nikah antara gundik Sanikem atau Nyai Ontosoroh, dengan Herman Mellema.

Khairon Abu Asdavi pernah meriwayatkan kehidupan Adonis Babilonia yang lahir melalui hubungan gelap antara raja Siprus dengan putrinya Myrrha—yang dalam legenda itu, Myrrha dikutuk jadi pohon dan dari akarnya lahirlah si Adonis, yang merupakan simbol bagi kehidupan baru yang bebas dari dosa dan nista. Seperti halnya keluarga Nyai Ontosoroh-Herman Mellema yang berantakan, dan kedua putranya begitu lemah jiwa dan moralnya, tapi kemudian muncullah sosok Nyai Ontosoroh yang sangat tangguh hingga melampaui kepribadian Kartini.

Sementara Adonis Indonesia tetap girang menatap wajhnya di cermin yang retak. Ketika pihak Jepang sedang asyik menyusun pusat kebudayaan dan banyak menarik seniman Indonesia, Takdir—sebagai penjelmaan sosok Adonis Babilonia itu—berharap agar seniman yang telah memperkaya dirinya dengan ukuran internasional, segera kembali ke sekitarnya; yaitu kembali ke akar, ke masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Tugas seorang seniman, kata Takdir, bukan cuma mencari bahan mentah sejarah, atau melap-lap warisan lama, tapi supaya jiwanya bisa tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya.

Dengan kembalinya sang seniman ke bumi manusianya sendiri, kelak akan datang suatu masa yang subur dan rimbun bagi kebudayaan Indonesia: suatu kebudayaan yang menjelma “seperti pohon beringin yang beribu akarnya menyelami bumi dan di bawah lindungannya bangsa Indonesia hidup jaya, dan berbahagia”.

Adakah harapan itu sudah terwujud?
__________
*) ASARPIN, lahir di dekat hilir Teluk Semangka, propinsi Lampung, 08 Januari 1975. Pernah kuliah di jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Setelah kuliah, bergabung dengan Urban Poor Consortium (UPC), 2002-2005. Koordinator Uplink Lampung, 2005-2007. Pada 2009 mengikuti program penulisan Mastera untuk genre Esai di Wisma Arga Mulya, 3-8 Agustus 2009. Tahun 2005 pulang lagi ke Lampung, dengan membuka cabang Urban Poor Linkage (UPLINK). Di UPLINK pernah menjabat koordinator (2005-2007). Menulis esai sudah menjadi bagian perjalanan hidup, yang bukan untuk mengelak dari kebosanan, tapi ingin memuaskan dahaga pengetahuan. Sejak 2005 hampir setiap bulan esai sastra dan keagamaan terbit di Lampung Post. Kini telah beristri Nurmilati dan satu anak Kaila Estetika. Alamat blognya: http://kailaestetika.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir