Asarpin
http://www.lampungpost.com/
Bukan Nirwan Dewanto kalau tidak sungguh-sungguh menyelam kata dan bahasa Indonesia sampai di dasar yang tak terhingga. Setelah meluncurkan buku puisi cantik bertajuk Jantung Lebah Ratu dua tahun lalu, yang nyaris tak tersentuh oleh pembaca saking “melangit” bahasa yang digunakan dalam puisi-puisinya, kini ia hadir lagi dengan buku puisi yang lebih “gawat”.
Tak hanya dari segi judul, Buli-Buli Lima Kaki, tetapi dari warna sampul, gambar gajah dengan lima kaki (termasuk belalainya berfungsi sebagai kaki), untaian kata-kata yang tak mudah dimengerti pada bagian belakang sampul yang merupakan fragmen dari beberapa sajak di dalamnya, menunjukkan kesungguhan yang luar biasa. Semacam ada beban untuk tidak cuma menghadirkan puisi, tapi puisi kitab suci.
Mungkin bukan hanya saya yang akan menyebut puisi Nirwan sebagai prosa-liris yang mengandung aneka citra, rupa, dan suara: binatang, manusia, juga tumbuh-tumbuhan. Di dalam mengandung motif cerita, kidung, mitos, dan riwayat. Ada sejumlah alkisah singgah: tentang para raja, putra, dan permaisurinya yang bertakhta di pusat kerajaan Jawa, ada legenda purba zaman Babilonia.
Bahkan, dan ini yang unik: terdapat idiom-idiom, kalimat-kalimat, dan kata-kata yang dipakai, atau terpakai, yang sengaja digali dari zaman ketika kobra masih mesra berbicara dengan Nabi Sulaiman sampai dengan zaman ketika kuda menggigit besi.
Tak heran jika sejumlah puisi seperti ditulis pada zaman entah, atau ada yang sudah terbiasa terbaca atau terdengar. Memang tak ada maksud untuk latah, tapi sudah cukup untuk membuat pembaca payah, lelah, bahkan mengalami semacam skizofrenia dadakan. Ketika mencoba menyusuri motif-motif, momen-momen estetik di dalamnya, saya merasa bagaikan hidup di zaman Syekh Siti Jenar, di mana rahasia pengalaman pribadi hanya bisa dinyatakan lewat bahasa bisu kesyuhadaan. Pengalaman-pengalaman batinnya ditulis dengan pena paling pribadi, yang dianggap belum sudi dibagi.
Sebagai seorang yang juga kritikus sastra, Nirwan seperti ditantang untuk menghasilkan sajak dengan “nilai lebih” dan agaknya sengaja menutup diri dari kemungkinan-kemungkinan untuk mudah diberi arti demi merayakan kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga, yang menyegarkan, yang menghidupkan aku liriknya.
Memang, sebagai pembaca, saya merindukan bahasa puisi yang elok menawan hati, sedikit elite dan pelit, tidak terlampau mengumbar kata yang sudah kedaluwarsa, apalagi menghamburkan kenyataan sosial yang sudah sering dijamah media massa. Tapi tiap kali saya bersua dengan puisi Nirwan, saya betul-betul merasa seperti sedang berhadapan dengan ayat-ayat Tuhan yang menantang saya untuk berenang dalam kebebasan penuh.
Buli-Buli Lima Kaki (pernahkah Anda melihat buli-buli kaki yang sebenarnya?), adalah judul yang bunyi dan cocok untuk sejenis puisi misteri. Untuk tahu arti terpaksa saya harus minta bantuan Tesaurus Bahasa Indonesia Eko Endarmoko dan KBBI, agar saya sedikit terhindar dari sok tahu. Buli-buli, botol atau guci kecil dengan lima kaki, sepintas berbau surealis. Tapi kalau kita menyimak kenyataan sosial saat ini, di mana sapi sendiri ada yang lahir dengan lima kaki, kesan itu tak begitu menggoda.
Buku ini memuat lima puluh lima puisi yang disusun menjadi lima kaki, yang tentu saja punya motif dan maksud tersendiri. Ada motif mitos yang masih tersembunyi di balik tenunan kata dan bahasa yang memang senantiasa menantang pembaca untuk tak sekadar paham. Sebab paham saja bisa membuat kita karam seperti keluarga Loth yang dikutuk menjadi tiang batu garam.
Sikap yang arif barangkali mencoba mengenal arti dengan penuh kewaspadaan, sadar diri, juga empati. Sebab, seperti kita tahu sejak dini, arti yang terkandung dalam setiap sepatah kata atau kalimat memegang unsur yang penting bagi prasarana nalar, tapi konsep “arti” sendiri sampai kini masih misteri. Kata “berarti”, kata Claude Levi-Strauss yang pernah dirujuk Octavio Paz dalam buku tentang sang antropolog tersebut, hanya menunjukkan suatu jenis data; mereka dapat dialihkan ke dalam kata-kata pada tingkat-tingkat lain. Dengan begini, kita bisa menghasilkan hal yang kita harapkan dari sebuah kamus, yaitu arti dari kata tertentu dengan kata-kata lain yang bersifat isomorfis (yang bentuknya sama) dengan kata atau ungkapan yang ingin dimengerti, tapi pada tingkat yang agak beda.
Para filsuf mungkin akan bertanya: apakah arti. Sementara kaum linguis ingin tahu bagaimana arti ditentukan, apa hukum diksi yang mengatur perubahan arti, bagaimana arti suatu kata diberi, diungkapkan, dan seterusnya. Di sini kesulitan yang menghadang saat saya harus memaksakan diri memberi arti pada puisi-puisi Nirwan. Selain disebabkan gayanya, juga pilihan kata yang ketat, kosakata yang berat, bunyi yang tak bermusik, cetusan perasaan bawah sadar yang sulit ditembus, pengalaman estetik yang kaya, bacaan yang lintas disiplin, dan sebagainya.
Saya teringat pada peringatan seorang ahli neourosis, Donald B. Calne, dalam bukunya yang diterjemahkan dengan sangat bagus menjadi Batas Nalar: mencari “arti” sebagai “artinya arti” (the meaning of meaning) berada di luar kemampuan kita mengetahui. Sementara Levi-Strauss dalam Mitos, Dukun dan Sihir, bertanya: apa artinya berarti? Jawaban satu-satunya, katanya, berhentilah mencari artinya arti.
Kalau sudah begitu, persoalan arti harus secepatnya saya tinggalkan dan beralih ke persoalan lain, misalnya soal kutipan dalam puisi Nirwan yang sangat dominan. Dari 55 puisi, lebih dari 10% puisi di dalamnya hasil memiuh, mengambil-alih, memindahkan frase atau kata-kata milik sejumlah orang atau khazanah atau kalimat milik orang lain.
Selama ini terdapat dua model kutipan dalam buku-buku sastra. Model pertama mengutip tanpa menyebut sumber kutipan, seperti misalnya ketika Sutardji Calzoum Bachri mengatakan “pada mulanya adalah kata” atau ketika Umberto Eco memulai novel The Name of the Rose dengan mengatakan hal yang sama tanpa menyebutkan kutipan. Model kedua seperti novel Olenka Budi Darma yang mencantumkan sumber kutipan dan buku puisi Buli-Buli Lima Kaki yang melampirkan sumber bacaan atau rujukan.
Untuk gejala yang pertama, walaupun tidak menyebut kutipan, akan ada yang membelanya sebagai gejala intertektualitas. Sebab, kebiasaan semacam itu dianggap sudah lama dan lazim digunakan dalam seni dan sastra postmodern; mula-mula dipakai dalam seni tinggi, tapi kini sudah lumrah dipakai dalam budaya pop.
Dengan menerapkan strategi pastiche, dan sesekali mengelabui pembaca melalui permainan intertektualitas, Nirwan tampak telah melampaui bahasa sebagai sarana bagi pikiran yang ingin mengartikulasikan arti kepada pembaca.
Tapi apakah si penyair memang sedang memperkarakan pikiran yang sering diperlakukan lebih tinggi dari kata-kata oleh para filsuf dan ilmuwan? Bisa jadi! Sebab, penyair ini bukan sesekali menunjukkan penolakan terhadap supremasi pikiran sebagai fakultas tersendiri yang bebas dari bahasa. Dengan puisi ia sengaja menyuntikkan rangsangan yang unik bagi permainan teks-teks (atau boleh disebut sementara sebagai intertektualitas tadi). Permainan yang ditampilkannya mirip dengan konsep diseminasi, yakni sebagai strategi unik untuk mempertontonkan betapa terbatasnya upaya pembaca untuk menangkap sekeping makna kecuali jika ia benar-benar memanfaatkan teks sebagai arena permainan yang terus-menerus ditransformasi dengan mensubstitusi penanda-penanda lama dengan penanda-penanda baru.
Asarpin, Pembaca sastra
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar