Bincang-bincang dengan Wijang Wharek
Han Gagas
http://pawonsastra.blogspot.com/
Aku menyusuri jalan terjauh dibanding selama ini yang pernah kutempuh. Jalan besar dan panjang dengan berbagai kendaraan lalu lalang di kanan kiri. Tubuhku masih agak sakit namun janji adalah janji, aku meneguhkan diri untuk berlanjut, jadwal yang mundur 1-2 jam malah membuatku lebih leluasa menaiki kendaraan. Melewati stadion Manahan di Kota Solo dan terus melaju hingga resort terbesar di Solo, Lor In, motor berbelok sebentar ke belakang kantor Bulog menjemput esais kita, Bandung Mawardi, dibelakang motor saya ternyata Poetri telah melaju dengan pelan, sendiri.
Bertiga kami menembus kota menuju barat, melalui Kertasuro, menuju Delanggu, tempat di mana profil kita kali ini tinggal. Dia adalah Wijang Jati Riyanto, nama beken penyair ini: Wijang Wharek Al Ma’uti, siapapun seniman yang bersentuhan dengan Taman Budaya Jawa Tengah/TBS di Kota Solo pasti mengenalnya. Sosoknya gagah, tinggi besar, rambut beriak dan panjang, kulitnya liat kecoklatan, tampang murah senyum dan juga kadang dingin -terutama ketika sedang menatap aksi di panggung Teater Arena.
Menuju rumahnya bagai menemukan oase karena sungguh begitu nyaman. Memangku jalan yang sepi, diseberangnya sawah begitu membentang, ada hutan bambu nampak di kejauhan, dan selokan berair bening dan sesekali bergemiricik menambah lokasi berikut rumahnya terasa damai, khas desa, dan sejuk.
Apalagi bangunan di sisi kiri rumah berupa pendhapa jadi menambah kesan lapang dan longgar, mirip pendapa TBS dalam ukuran yang lebih kecil. Sedangkan sisi kanan adalah rumah tinggal dengan kontur yang dibuat sedikit naik turun, permainan lantai keramik yang berbeda warna, posisi ruangan, gambar-gambar, termasuk pigura-foto kartunis Nasirun Purwokartun, juga ragam foto pernikahan Pak Wijang menawarkan aroma rumah seniman yang kental.
Sambil makan siang dengan menu yang beragam: pecel, sayur bobor, selirang pisang, kopi, teh, gorengan, air putih, wah lengkap, dan maknyus kami mengobrol ngalor ngidul, dan sejurus kemudian telah kususul dengan pertanyaan-pertanyaan wawancara.
Sebagai konfirmasi dari tulisan Mas Leak (Sosiawan Leak) bahwa pangkat belakang nama anda pemberian dari Sutarji Calzoum Bahri, benarkah? (dalam edisi Pawon terakhir keliru tertulis WS. Rendra)
Waktu itu saya diundang di TIM membacakan puisi yang judulnya lupa, disitu ada syair, ada kata maut, tapi kuucapkan dengan tekanan ma’ut gitu yang terasa sangat eksplosif mungkin ya di telinga para audience saat itu juga diantaranya Sutarji itu. Ma’ut, ma’ut, gitu jadinya kok bunyinya mantap tenan. Sedangkan Warek itu karena dulu saya suka sekali nongkrong di warung depan tepi jalan raya delanggu yang ramai, saya langganan disitu, warungnya bergaris-garis gitu, lorek-lorek, makanya digeser sedikit jadi warek, mantap kan. Dijadikan satu Wijang Warek Al Mauti. Bunyi di telinga jadi terasa magis, sangar, dan kuat!
Selain puisi pernahkah Mas Wijang menulis prosa?
Satu-satunya cerpen saya menjadi pemenang lomba di FKIP UNS, juara dua apa tiga ya, yang kemudian dimuat di Koran lokal Semarak, di Bengkulu.
Sedangkan novel, hahahaha (semua tertawa), novel saya berjudul: Nyanyian Kabut, Fragmen Perjalanan Cinta Seorang Seniman, yang picisan, hihihi.
Mas Wijang memanggil Mbak Nurni, istrinya, untuk mengambil manuskrip novel itu. Lalu berturut-turut kami: Bandung, Poetri, dan aku membolak-balik sekilas novel itu yang terasa nyamleng karena masih diketik dengan mesin ketik manual dengan judul besar-besar dari rugos! Huahahaha.
Kabut berkata: sudah menjadi takdir judulnya Nyanyian Kabut, eeee, takdirnya bertemu dan berkawan dengan Kabut (sapaan Bandung Mawardi) benar! Haha
Bisa ceritakan proses kreatif Mas Wijang, awal-awalnya?
Sejak akhir tahun 70-an, saya menggeluti dunia kesenian dengan berdeklamasi, bernyanyi dan bermain sandiwara di panggung-panggung acara kampung. Juga menyukai nonton film bioskop, pertunjukan kethoprak tobong dan wayang kulit purwa yang ada di kampung, bahkan sering menonton pertunjukan wayang sampai ke desa tetangga.
Ketika SMA sering menulis puisi untuk dideklamasikan pada acara-acara yang diselenggarakan di kampung. Selepas SMA, setelah menganggur dan kuliah setahun di Teknik Sipil UTP, mulailah tumbuh pemberontakan di diriku dan kuanggap dunia kesenian adalah wilayah merdeka yang bisa mewadahi gelora jiwa seni yang menggebu-gebu dan tak terbendung lagi. Akhirnya, aku pindah kuliah dan memilih menjadi mahasiswa Fakultas Sastra dan Filsafat, jurusan Sastra Indonesia UNS Solo 1984.
Mas Wijang mengaku dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang keras. Kudu tertib, ora neko-neko, dan kudu mriyayeni. Maklum, konon Eyang-nya masih keturunan “darah biru”. Jadi, segalanya serba diatur dan apabila melakukan sesuatu harus perfect. Salah sedikit saja pasti dipala/dipukul. Bahkan, pilihannya untuk berpenampilan seniman dan gondrong sampai membuatnya ‘terusir’ dari rumah dan memilih kos di sekitar UNS.
Pas kuliah jiwa berkesenian lebih berkembang, ya?
Sejak di UNS saya mulai aktif menyaksikan pertunjukan sastra dan teater yang digelar di Solo juga mengikuti berbagai diskusi dan sarasehan. Semua demi menambah wawasan. Saat itu juga mulai doyan membaca buku-buku apa saja, terutama sastra, budaya, filsafat, dan politik, serta bergaul dengan berbagai kalangan seniman, budayawan dan networker kebudayaan.
Saya terlibat menggagas lahirnya beberapa kelompok kesenian seperti TESA-UNS (1987), Forum Penyair Muda Surakarta (1989), Forum Penyair Surakarta (1991), Kelompok Revitalisasi Sastra Pedalaman (1993), Forum Penyair Jawa Tengah (1993), Forum Sastra Bengkulu (1993), Himpunan Pengarang Indonesia Aksara cabang Bengkulu (1994), Paguyuban Seniman Kreatif Bengkulu (1996), dan penerbitan buletin Pawon Sastra Surakarta (2007).
Pak Wijang, Kabut/Bandung Mawardi, Ridho Al Qodri, Poetri Hati Ningsih, Joko Sumantri, dan saya (Han Gagas) saat di Wisma Seni TBS melahirkan nama untuk sebuah buletin di Solo yang hingga kini terus berlanjut yaitu Pawon, yang sekarang dikoordinatori oleh Yudhi Herwibowo.
Sejarah karya-karya Mas Wijang?
Puisi, cerpen, esai, dan reportase budaya pernah dimuat di media massa antara lain: Republika, Swadesi, Warta Pramuka, Mitra, Suara Merdeka, Wawasan, Kompas Jawa Tengah, Bernas, Minggu Pagi, Semarak, Bengkulu Pos, Haluan, Taruna Baru, dan Riau Pos.
Sedang puisi-puisi pernah dibukukan dalam antologi bersama, seperti Dua Potret (FS UNS, 1987), Upacara Kamar (FKIP UNS, 1989), Pertemuan Pertama (Forum Penyair Muda Surakarta, 1989), Ekstase dalam Sketsa (Forum Penyair Muda Surakarta, 1991), Gelar Syair Mengalir (Unit Seni & Film, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1991), Mozaik 2 (Forum Penyair Surakarta, 1991), Panorama Dunia Keranda (Forum Penyair Surakarta, 1991), Temu Penyair dan Parade Puisi se Jawa Tengah (1993), Pesta Penyair Jawa Tengah (Forum Penyair Jawa Tengah, 1993), Kicau Kepodang 2 –Penyair Jawa Tengah- (Taman Budaya Jawa Tengah, 1993), Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP, 1993), Riak 3 (Forum Penyair Bengkulu, 1993), Monolog (Forum Sastra Bengkulu, 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Jambi, 1995), Tabur Bunga Penyair Indonesia (Lingkar Sastra Blitar, 1995), Bunga Rampai Dialog Budaya Parade Karya se Sumatera Jawa (Taman Budaya Bengkulu, 1995), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (Taman Budaya Jawa Tengah, 1995), Besurek (Taman Budaya Bengkulu, 1996), Puisi –Antologi Puisi Penyair se Sumatera- (Taman Budaya Jambi, 1996), Dari Bumi Lada –Temu Penyair Sumatera, Jawa, dan Bali- (Dewan Kesenian Lampung, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (Dewan Kesenian Jakarta, 1996), Puisi-puisi Dari Pulau Andalas (Taman Budaya Lampung, 1999), Ekstase Dzikir Putih –Aku Mabuk Engkau- dan Obituary Sebuah Negeri Tanpa Kemerdekaan (manuskrip tunggal, Forum Sastra Bengkulu, 1999), 18 Penyair Jawa Tengah: Proses Kreatif dan Karyanya (Taman Budaya Jawa Tengah, 2005), Tanah Pilih (Bunga Rampai Puisi Temu Sastrawan Indonesia I, Jambi, 2008), dan Kenduri Puisi (Ombak, 2008).
Aktivitas diluar menulis puisi?
Saya beberapa kali menjadi pembicara dalam diskusi sastra, juri lomba baca puisi dan cipta sastra. Beberapa kali juara lomba baca puisi di berbagai kota. Selain itu, pernah menggeluti dunia teater dan terlibat dalam pementasan Dukun Tiban (1980), Samadi (1985), Dokter Gadungan (Moliere, 1988), Oemar Khayam (Harold Lamb, 1988), teatrikalisasi cerpen Maria (Putu Wijaya, 1988), Bom Waktu (N. Riantiarno, 1989), Gandrung Kecepit (1989), Klilip ing Medhang Kamulan (Wiswakarman, 1989), teatrikalisasi puisi Nyanyian Angsa (WS Rendra, 1990), Akal Bulus Scapin (Moliere, 1990), Oedipus di Kolonus (Sophokles, 1991), musikalisasi puisi Ekstase Dzikir Putih (Wijang Wharek AM, 1991 dan 1993), teatrikalisasi novel Masyithah (Rosihan Anwar, 1994), Airmata Gugat –kolaborasi puisi tari- (Wijang WAM, Intan HS, Iwan Gunawan, 1996), Kosong (Edi Ahmad, 1999), Neng-Nong (M. Udaya Syamsuddin, 1999), Sayembara Putri Gading Cempaka (Agus Setyanto, 1999), Song of Sang –kolaborasi puitik- (Wijang WAM, Sosiawan Leak, Max Baihaqi, Tria Vita Hendrajaya, 2004), pentas Novel “Wajah Sebuah Vagina” karya Naning Pranoto (alih teks Wijang WAM, 2005), pentas novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari (alih teks Wijang WAM, 2006).
Dalam catatan yang diberikan Mas Wijang pada saya masih banyak seabreg aktivitas berkeseniannya dibanding keterangan di atas.
Yang paling membanggakan?
Diundang DKJ dalam Mimbar Penyair Abad 21 tahun 1996. Kedua, diundang Perkampungan Penulis Melayu Serumpun (Daik Lingga, Kepri, 1999) yang diikuti oleh peserta dari Malaysia, Singapura, Brunei, dan Thailand.
Wijang Warek Al’Mauti juga membidani lahirnya gerakan Revitalisasi Sastra Pedalaman bersama Kusprihyanto Namma, Triyanto, dan Sosiawan Leak. Gerakan ini di dukung oleh Halim HD –seorang networker kebudayaan- sehingga membesar dan begitu banyak mendapat tanggapan baik dari dalam negeri bahkan juga para pakar luar negeri, yang juga menelitinya. Gerakan yang dimulai dari Solo ini merupakan perwujudan kegelisahan terhadap pusat sastra baik dari segi kota maupun media yang sering menghambat penulis baru.
Wijang menikah dengan Nurni dan dikaruniani dua orang putra bernama Raja Demokrat Sinar Jagad dan Raja Mahasakti Surya Bumi.
“Ada kalanya saya marah begitu keras dan ada kalanya saya mendekapnya demikian erat!” Ujar Mas Wijang ketika menyatakan perasaannya dalam mendidik anak-anaknya.
Setelah panjang lebar kami mengobrol, karena waktu yang menjelang sore akhirnya kami pamit pulang. Mbak Nurni yang berdarah minang menyilakan kami dengan lembut dan ramah begitu pula Mas Wijang mengantar kami hingga beranda dan tepi jalan. Kami bertiga menembus jalan desa lalu menyusur jalan menggilas jalur Solo-Jogja lagi.
Han Gagas, 28 Juli 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar