Senin, 22 November 2010

Membaca ”Realisme” Emha

Muhammad Al-Fayyadl
http://www.sinarharapan.co.id/

Nama Emha Ainun Najib dalam jagat kepenulisan kita sudah tak asing lagi. Ratusan kolom dan belasan buku telah lahir dari tangannya, termasuk sejumlah besar feature yang ditulisnya untuk media massa. Namun, dari sekian banyak tulisannya, orang mungkin akan mencatat bahwa karya Emha di bidang penulisan cerpen jauh lebih sedikit dibanding puisi atau esai-esainya, meski tak kalah fenomenal. Cerpen-cerpen yang ditulisnya merentang dari tahun 1977 sampai 1982, masa-masa awal ketika Emha baru memulai kariernya sebagai penulis. Segenggam cerpen itu, yang kini telah terbit dalam antologi tunggal BH (2005), menunjukkan dengan jernih bagaimana Emha berevolusi menjadi penulis yang benar-benar matang dalam mengolah kata-kata.

Apa yang terbayang pertama kali ketika bersentuhan dengan cerpen-cerpen Emha? Pembaca setidaknya akan menemukan satu ciri khas yang menjadi latar mengapa cerpen-cerpen itu terlihat memikat, yakni kegemaran Emha untuk bersikap ”realis”. Emha tak muluk-muluk mengusung satu tema besar, melainkan kerap kali berangkat dari satu kejadian remeh di sekelilingnya. Peristiwa dalam cerpen Emha begitu berperan dalam membangun struktur cerita, sekaligus menopang logika yang membuat cerita itu mudah dicerna dan kerap tak terduga.

Cerpen yang menjadi tajuk kumpulan ini, ”BH”, mengisahkan sebuah dramatik yang khas tentang bagaimana dua orang yang saling mencintai memahami arti cinta lebih dari sekadar seks atau hubungan intim di atas ranjang. Dikisahkan bahwa sang ”aku” (narator) suatu waktu berkencan ke rumah pacarnya yang bernama Niken untuk merayakan ulang tahunnya. Niken yang tampil seksi pada malam itu semula membayangkan bahwa dirinya akan bercinta dengan ”aku”. Tapi apa yang terjadi? Ketulusan cinta ”aku” yang ingin tetap menjaga kehormatan dan kesucian diri Niken, justru membuat hati Niken luruh. Akhirnya, Niken pun paham bahwa wujud dari cinta sejati bukanlah pelampiasan birahi atau nafsu seks semata.

Judul ”BH” (alias kutang) yang dipilih Emha untuk cerpen ini mungkin akan menjerumuskan pembaca pada pikiran bahwa ini cerpen porno yang vulgar. Tapi pikiran ”kotor” ini akan segera lewat begitu saja setelah kita masuk pada paragraf-paragraf awal. Emha tampaknya sengaja menjebak pembacanya. Dengan judul yang terkesan sarkastis dan mudah disalahtafsirkan, pembaca seolah ditelanjangi dan dibuat sadar akan kenaifan pikirannya. Seperti Putu Wijaya, Emha tak segan-segan menelanjangi pembaca. Bedanya, jika Putu melakukannya untuk meneror emosi, Emha lebih pada parodi dan ejekan. Emha seakan ”mengejek” kenaifan pembaca, bahwa apa yang dipikirkannya keliru dan ia harus membaca ulang teks di hadapannya.

”BH” tentu bukan satu-satunya. Ada beberapa cerpen yang juga berkencenderungan ”realis”, tapi tetap dengan alur yang sama mengejutkan. ”Lelaki Ke-1.000 di Ranjangku”, misalnya, menceritakan kemuakan seorang pelacur melihat laki-laki yang setiap hari datang untuk menikmati tubuhnya. Di mata sang pelacur, laki-laki adalah makhluk yang paling bejat. Mereka bukan saja membuatnya menderita, tapi juga menjerumuskannya ke jurang kenistaan yang membuatnya tak lagi dihargai sebagai manusia. Keluhnya: ”Lelaki pertama yang meniduriku adalah suamiku sendiri dan lelaki yang kedua adalah suamiku sendiri, dan untuk perempuan yang begini busuk dan hampir tak mampu lagi melihat hal-hal ynag baik dalam hidup ini, maka lelaki kedua hanyalah saluran menuju lelaki ketiga, keempat, kesepuluh, keempat puluh, keseratus, ketujuh ratus …”

Cerpen ini menyuarakan kepedihan seorang perempuan, yang harga dirinya hancur akibat kultur patriarki. Tapi, meski diceritakan secara realis, Emha seperti tak kekurangan energi untuk membuat terkejut pembacanya. Dengan realisme, Emha bahkan dapat menghadirkan tragika hidup dengan cara yang lebih menggugah. Cerpennya menghadirkan suara ”subversif” yang mengolok-olok tatanan sosial yang mapan.

Dalam peta sastra Indonesia, kita setidaknya mengenal dua nama yang menonjol dalam realisme: Pramoedya Ananta Toer dan (alm.) Kuntowijoyo. Pram dikenal unggul dalam prosa-prosa realisnya, sehingga sering apa yang ditulisnya tak dapat dibedakan dari fakta. Ia menggali data sejarah sebagai inspirasi, dan dijadikannya itu semua latar utama dan perwatakan prosa-prosanya. Realisme telah membuat karya-karya Pram begitu kukuh dan monumental, sehingga tak salah bila W.F. Wertheim menyebutnya sebagai ”sejarawan”. Begitu halnya Kunto. Cerpen-cerpennya yang realis dikenal dengan muatan kritik sosial yang tajam. Goenawan Mohamad dalam salah satu kolomnya menulis bahwa kekuatan Kunto justru terletak pada deskripsinya yang datar, tapi ”dramatik dalam imajinasi”.

Emha mungkin nama ketiga yang perlu disebut dalam deretan para realis ini. Emha pintar mengolah peristiwa hidup yang rutin menjadi tak lazim dan penuh pergulatan. Dalam kedua cerpen di atas, ia mengangkat persoalan cinta dan frustasi yang banal menjadi peristiwa yang hidup dan eksistensial. Berbagai peristiwa yang berseliweran dalam keseharian menjadi bernilai di tangan Emha. Untuk yang satu ini, Emha juga pandai menyelami pergumulan batin para tokoh cerpennya. Tengoklah, misalnya, cerpen ”Ambang” yang menuturkan pengalaman ambang seorang lelaki berhadapan dengan kematian. Sang lelaki dengan tanpa gentar menggugat Tuhan dan mempertanyakan mengapa ia harus mati. Dialog-dialog panjang dalam cerpen ini mencerminkan betapa serius dan dalam Emha menghayati batin sang tokoh.

Pergulatan-pergulatan batin itu dituturkan dengan cara yang mengejutkan dan sering kali meledak-ledak. Ini mengingatkan kita pada Iwan Simatupang, yang populer mengusung tema-tema eksistensial dalam prosanya. Perbedaannya, cerpen Emha jauh lebih mudah diikuti daripada prosa Iwan. Emha lebih jernih men-jlentreh-kan berbagai persoalan filosofis seputar jati diri manusia dengan lugas dan tanpa berbelit-belit. Ini menjadi kekuatan tersendiri, yang membuat cerpennya begitu istimewa sehingga sulit dilupakan.

Saya tak tahu apakah Emha masih menulis cerpen lagi. Mengingat cerpen-cerpennya yang telah terbit sudah berusia dua dasawarsa lebih, tak ada salahnya bila publik ingin membaca karya-karyanya yang lebih baru dan mewakili semangat kekinian.

*) Penulis adalah pembaca sastra, mukim di Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir