Elnisya Mahendra
http://sastra-bojonegoro.blogspot.com/
Baru saja kumasuki pintu rumah, kugeletakkan begitu saja belanjaandi lantai dapur. Istirahat sebentar di sofa ruang tamu. Aktifitas berbelanja kepasar akhir-akhir ini sungguh sangat melelahkan. Sebenarnya bukan karena letak pasar yang jauh, tapi karena aku memang belum hafal di mana tempat barang barang yang aku butuhkan dijual. Apalagi pasca Imlek seperti ini, harga sayurpun melonjak 3-4 kali lipat dari harga sebelumnya, katakakan 1 ikat Choy-sam ( sawi hijau) yang dulu cuma $ 3, sekarang menjadi $ 1O per ikatnya. 1 buah bawang bombaypun harus aku beli dengan $ 7. Otomatis aku harus pintar-pintar mengatur uang belanja yang hanya $ 1OO untuk 3 hari, kalo tidak ingin dikatakan korupsi. Ini saja kadang kadang harus merogoh dompetku sendiri jika ada sayur yang kemahalan aku beli.
1O menit sudah cukup untuk membuat otakku tidak terlalu stres. Kuraih ponsel yang sedari tadi kuletakkan di sofa, di samping tempatkududuk saat ini. Ada beberapa SMS masuk dari tadi, 2 buah SMS dari temanku yang berseberangan block, yang baru kukenal seminggu yang lalu, tapi gencar sekali mengirim SMS padaku. Kadang kadang diatelepon tanpa kenal waktu, disaat kedua majikanku ada dirumah, dia gak sungkan sungkan menelepon. Untung saja dering ponselku sengaja aku silent. Dengar dari pembicaraan teman yang sama sama buruh migran juga, yang sering ngumpul di taman, kalo Rini nama temanku itu adalah seorang lesbian. Dan parahnya, dia sedang mengejar ngejar aku saat ini. Kasak kusuk itu benar benar membuatku tak nyaman. SMS yang 1 lagi dari kampung, biasa mengabarkan keadaan rumah. Semua dalam keadaan sehat, namun ujung ujungnya minta kiriman duit. Alhamdulilah Imlek kemarin dapat rejeki nomplok, bila ditotal ada $ 5OO, lumayan jika dirupiahkan bisa mencapai 6OOribu. Rencananya akan kukirim nanti agaksorean, nyuri waktu sebelum anak anak pulang sekolah.
Kuberanjak menuju dapur, membereskan smua belanjaan, beberapa harus kusimpan dalam lemari es untuk stock besuk, kucuci cepat agar aku bisa mengerjakan yang lain. Waktu luangku sekarang memang tidak banyak seperti di rumah yang dulu. Di flat yang dulu semuanya serba kecil, hanya dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan akupun harus rela tidur di lantai ruang tamu dengan menggelar kasur busa tipis.
Kalo musim panas sich enak, terasa adem tidur dilantai, tapi jika musim dingin, hampir aku tidak bisa tidur. Sedang di rumah yang baru ini ada 4 kamar tidur, 3 toilet, salah satunya kamar tidur dan toilet khusus pembantu. Di rumah yang baru ini aku lebih mempunyai privasi, bisa melek sampai malam, bisa mengerjakan sholat pula dengan tidak secara sembunyi sembunyi.
Menempati rumah ini baru sekitar 2 bulan yang lalu, masih harus kerja extra untuk membenahi dan merapikan sana sini. Namun inilah bagian kerjaku, apalagi baju baju nyonya yang berantakan di kamarnya. Itu kebiasaan bos perempuanku, selalu saja mengeluarkan dan mencobanya pakaian mana yang cocok buat pergi kekantor. Hampir setiap hari memasukkan semua baju nyonya menjadi rutinitasku. Sudah hampir pukul 12 rupanya, saatnya untuk diriku istirahat. Memang tak ada aturan tertulis sebagai jadwal kerjaku, namun haruslah pintar-pintar membagi waktu. Penat terasa, kubaringkan tubuhku di dipan kamarku. Kunikmati khayalku, untuk 1 tahun mendatang. Bertemu dengan emak dan bapak dikampung, kembali membantu emak matun di sawah. Kerinduan pada kampung halamanku memang selalu kumunculkan pada siang hari, disaat aku berada di rumah sendiri, biar kesepianku ditemani khayal dalam otak tentang emak dan bapak dikampung.
Namaku sebut saja Lisa, usiaku tahun ini menginjak kepala 3,dan aku anak ragil dari 3 bersaudara. Kakak laki lakiku dan mbakku telah menikah dan tinggal diluar kota. Dan sampai saat inipun aku belum menyusul berumah tangga seperti saudara saudaraku. Itu yang membuat bapak dan emak kwatir tentang jodohku. Berkali-kali bapak menyuruh tetangga minta tolong untuk membujukku pulang. Dan aku menyanggupi menghabiskan kontrak kerjaku 1 tahun lagi.
Mata ini terasa berat, ingin rasanya memeluk guling lalu tertidur pulas, melayang bersama mimpi bertemu dengan orang orang yg aku sayang. Namun suara piano itu mengusikku kembali, seperti 1 bulan yang lalu. Sebenarnya tidak aneh mendengar piano atau biola digesek. Apalagi dengan irama yang roamantis. Tapi yang membuatku bertanya, siapakah yang memainkan nada nada itu. Aku begitu mengenali lirik yang keluar dari tuts itu. Ada lagu Ibu Kita Kartini, Padamu Negeri, sampai lagu kebangsaanku. Kadang kadang dia memainkan biola dengan Bengawan-Solonya, itu yang membuatku rindu selalu akan kampungku yang berada ditepian Bengawan Solo. Rasa penasaran membuatku otakku teraduk untuk menebak nebak siapa dia. Apakah dia seperti diriku seorang buruh migran juga disini, bukankah di flat ini banyak sekali yang mempunyai helper orang Indonesia. Tapi jika dia adalah seorang pramuwisma, tentu dia tidak akan memainkan piano pada malam hari. Mungkinkah dia orang Indonesia yang tinggal bersama keluarganya disini? Kadang akupun sempat mendengarka percakapan dengan bahasa Indonesia antara seorang laki laki dan perempuan. Mungkin juga dari arah bawah flat ini asalnya. Wah… Peduli amat…toh Alhamdulilah mendapatkan tetangga yang sama sama berasal dari negara yang sama.
Sekitar pukul 4 sore aku harus turun, ada uang yang harus kutranfer buat bapak, setelah itu jemput sekolah kedua momonganku. Mengunci pintu adalah pekerjaan yang tidak boleh terlupakan disaat keluar rumah bila tak ingin rumah dibobol pencuri. Kemarin saja dengar cerita teman kalo rumah bos nya di aduk aduk pencuri dikala mereka pergi. Untung saja temanku yang pembantu disitu ikut pergi bersama mereka, sehingga tidak ada kecurigaan pada pembantunya. Kupencet tombol pintu lift dan terdengar lift meluncur keatas ke lantai 19, flat dimana aku tinggal dan bekerja disitu. Beberapa menit kemudian pintu lift terbuka, dan kupencet tombol huruf P sebagai tanda podium. Belum ada 1 menit pintu lift itu terbuka di lantai 18, 1lantai dibawahku. Laki-laki berumur sekitar 6O an tahun masuk. Kulirik dia, karena sepertinya dia memandangiku dari atas kebawah. Lalu “Selamat sore,. Mau ke pasar?” tanyanya padaku. “Met sore, ndak om.. mau jemput anak sekolah” jawabku. Dari obrolan singkat di lift itu aku tau kalau namanya Mr Lee. Dia warga negara Hongkong juga, tapi dia lahir dan besar di Indonesia. Mr Lee kelahiran Semarang, sekolah dan kuliah di Semarang juga. Sejak saat itu, aku sering sekali bertemu Mr Lee. Kami saling bercerita, tentang apa saja, dari izu-izu buruh migran sampai perkembangan politik Indonesia. Dia orangnya ramah dan ngemong, banyak nasehat yang diberikan padaku. Seperti sore itu dia menasehatiku untuk segera pulang, mencari pasangan hidup, dan memberi cucu buat orang tuaku. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Ada alasan kenapa dia menginginkan aku segera pulang. Dia mencontohkan dirinya sendiri sebagai orang tua, Nicole Lee anak perempuannya, dan merupakan anak Mr Lee satu-satunya tak mau menikah. Dan si bapak merindukan kehadiran cucu yang mungkin takkan pernah datang sampai dia tiada.
Dan saat itu pula pertanyaan selama berbulan bulan tentang denting denting piano, dan gesekan biola yang mengalun merdu itu adalah Mr Lee yang memainkannya. Dia dulu adalah seorang pemain biola dan piano panggilan dari cafe ke cafe. Dia dilahirkan dari keluarga Tionghoa miskin. Ayahnya Lee Cheung Wo adalah seorang buruh pabrik, sedang ibunya mempunyai toko kelontong di pinggiran kota semarang. Sedang Mr Lee sendiri mempunyai banyak saudara. Untuk makan sehari haripun teramat susah, apalagi untuk sekolah. Tapi niatnya terlalu kuat untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sedangkan keluarga bapaknya yang tergolong sukses tidak mau membantunya. Dulu bapak dari Mr Lee tidak dikui keluarganya, dikarenakan menikah dengan wanita bersuku jawa. Ibu dari Mr Lee adalah gadis solo asli yanglembut, aku lihat dari foto yang dia perlihatkan beberapa hari yang lalu.
Karna kesalahan itulah keluarga Lee sudah seperti keluarga besarnya. Sedang Mr lee muda harus menjadi pemain biola dan piano panggilan untuk membiayai kuliah dan membantu sekolah adik adiknya. Hampir bernasib seperti ayahnya yang terusir dari keluarganya. Mr Lee juga mengalami demikian, karna hubungan cintanya dengan teman kuliahnya. Si gadis cantik yang menjadi ibu dari Nicole Lee itu mengalami nasib tragis terusir dari keluarganya, karna memilih Lee yang bukanlah dari keluarga kaya. Akirnya 2 sejoli itu terdampar di Hongkong. Entah bagaimana ceritanya, dan karena sebab apa Mr Lee dan istrinya memilih mengungsi ke negeri ini. Aku tidak berani bertanya terlalu jauh.
Keakrabanku dengan Mr Lee mengundang banyak izu dari teman teman seblock, yang katanya aku pacaran dengan dia, ataupun aku sekedar memalak duitnyalah… Ah kok seperti preman saja. Biar saja anggapan orang lain. Toh pada kenyataannya aku hanya bersahabat dengan Mr Lee, bahkan akupun akrab dengan anak perempuannya. Majikanku sempat mencurigaiku ada hubungan dengan Mr Lee, sampai sampai dia takut aku membawa masuk dia dalam rumah, dan berbuat jahat.
Siang kali ini begitu panas, sudah 2 hari ini aku tidak mendengar denting piano dari flat bawah, dimana jari jari lincah itu menari diatas tuts, atau suara violin yang menyayat hati yang, membuatku rindu pulang. Aku harus melalui 2 bulan lagi stay di sini. Baju bajuku sudah semua kupaket, tinggal 1 koper kecil saja yang akan kutentengpulang.
Aku keluarkan baju dari mesin cuci, kubuka jendela samping tempat dimana tali tali jemuran itu. Dari tempat jemuran itu aku bisa melongok dapur Mr Lee, tampak sepi, entah dimana dia. Tapi tiba tiba, upz…. baju yang ku pegang, yang sebenarnya akan aku jemur itu jatuhdan nyangkut di jemuran flat bawahku, rumah milik Mr Lee, untung saja tidak langsung meluncur kebawah. Setelah semua terjemur rapi aku akan turun 1 lantai, minta tolong Mr Lee mengambilkan baju yang nyangkut di jemurannya. Hanya dengan menuruni tangga lebih cepat dari pada menunggu lift. Semoga penghuninya ada dirumah. Kupencet bel berkali kali, tapi tak ada jawaban. Akan kucoba sekali lagi, dan beberapa detik kemudian suara gerendel pintu dibuka. “Ada apa Lisa ,Ayo masuk…,” tanya Mr Lee. “Maaf om, aku mau ambil baju thai thai (nyonya : kantonise ) jatuh dan nyangkut dijemuran om” dan Mr Lee mempersilahkan aku masuk dan mengambilnya sendiri. Sementara Mr Lee duduk didepan pianonya, mulai memainkan tutz menjadi irama, aku mengenali lagu itu. Seorang temanku dulu pernah dengan gitarnyamenyanyikan lagu itu, ya kalo gak salah lagu “Melati dari jaya giri”. Beberapa menit kemudian lagu itu selesai, kuberi upluse untuknya sebelum aku pamit.
Hanya beberapa menit dirumah Mr Lee sepertinya perasaanku gak enak. Rumah itu terlalu lembab, ada bau hio juga. Mungkin karena ditinggali berdua saja hingga rumah sebesar itu tak terawat. Menjadi orang yang tak terbiasa menjadi tak nyaman. Apalagi berserakan kertas kertas berisi not not lagu, violin tua, dan piano berwarna hitam tertutup sebagiannya dengan kain bludru berwarna merah. Dalam pandanganku piano itu membujur seperti keranda mayat, yang membuatku merinding. Mungkin hanya perasaanku saja.
Lega rasanya mendapatkan kembali baju bosku yang terjatuh tadi. Jelas gak akan jadi dimarahi, atau suruh ganti. Siang ini rencanaku mau buat opor ayam, pagi tadi kubeli bahannya dari pasar, dan bumbunya dari toko indonesia. Ada ide untuk mengantar sedikit untuk Mr Lee, tentu dia suka. Rasanya belum telat untuk bila kuantar buat makan siang dia, itung itung buat tanda terima kasihku untuk baju yang nyangkut tadi.
Sudah terasa mantap opornya..hmmm…. Kuambil separuh kumasukkan dalam kotak tubperware. Dan segera kuberlari kebawah. Memencet bell, tapi kali ini yang membukakan pintu Nicole, anak Mr Lee. Kusodorkan opor itu pada Nicole “ini buat om, kok sudah pulang kak Nicole?” tanyaku. Ada kekagetan diwajah Nicole dan seperti ada selimut duka di situ. Dia menerima 1 kotak opor dari tanganku, “aku dari rumah duka Lisa, papa meninggal 2 hari yang lalu” jawabnya. Aku benar benar tak percaya, tapi mana mungkin Nicole bohong, foto Mr Lee dan beberapa batang lidi hio itu telah tertancap di meja ruang tamu itu. Bergegas aku pamit pulang, tubuh ini terasa melayang. Siapakah 2 jam yang lalu yang membukakan pintu, siapa juga yang memainkan lagu Melati dari jaya giri tadi dengan denting pianonya. Kuterduduk lemas dilantai, Mr Lee selamat jalan. Semoga kau bahagia disana.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar