Ahmad Fatoni*
http://www.pelita.or.id/
Sastra sufi atau sastra yang bercorak sufistik mulai mengemuka dalam sejarah sastra Indonesia sejak 1970-an. Hangatnya perbincangan tentang lahirnya sastra jenis ini, kala itu, tidak lepas dari kegigihan salah seorang penggiat dan pembelanya, penyair Abdul Hadi WM, yang pada 1980-an berhasil memopulerkan gaya sastra sufistik melalui berbagai bentuk tulisan.
Menurut Abdul Hadi (1985), beberapa tokoh utama sastra sufistik 1970-an, di antaranya para prosais seperti Danarto, Kuntowijoyo, M. Fudoli Zaini, dan juga para penyair seperti Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.
Mereka ini selain menciptakan karya-karya dengan ciri-ciri sufistik, juga memelajari ajaran-ajaran tasawuf dan kesusastraannya secara serius serta getol menerjemahkan karya-karya para penyair sufi. Kecenderungan sufistik para sastrawan 1970-an kemudian berlanjut hingga 1980-an pada penyair-penyair seperti D Zawawi Imron, Afrizal Malna, Heru Emka, dan Emha Ainun Nadjib.
Karya sastra sufistik, masih menurut Abdul Hadi, sebenarnya telah dirintis oleh Amir Hamzah si Raja Penyair Pujangga Baru pada 1930-an. Karya-karya Amir Hamzah dalam Buah Rindu dan Nyanyi Sunyi merupakan dokumen pencarian dan perjalanan ruhani Amir hamzah menuju Yang Satu. Dalam perjalanan mengarungi perjalanan ruhani itulah sang penyair menemukan dirinya yang sejati. Munculnya karya-karya sastra yang mencari akar ke tasawuf, tampak menarik untuk dicermati.
Sebagaimana kita maklumi, tasawuf yang ekstrem dapat memicu pendapat yang kontradiktif antara satu dengan yang lain. Maka tidak mengherankan jika kehadiran karya-karya yang bertolak dari sufisme di negeri ini selalu menyisakan polemik.
Dalam tulisan ini tentu saya tidak ingin terlibat dalam pro dan kontra, tetapi lebih melihat peran sastra sufistik sebagai karya yang dapat menohok kesadaran manusia di hadapan Tuhannya. Seperti dikatakan Danarto bahwa pengarang atau penyair mencipta bukan karena adanya pantun atau syair, namun karena kesadaran akan pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan.
Sejalan dengan Danarto, Taufik Ismail menegaskan, bentuk sastra apa pun yang digunakan tidaklah penting, melainkan bobot karya itu sendirilah yang paling penting. Dengan demikian, keindahan estetis tidak lebih merupakan akibat dari kesadaran religius, sebab pada dasarnya, kesadaran religius secara kodrati telah memiliki kualitas estetis.
Dalam hal ini pula penyair Iqbal pernah berujar, keindahan itu jangan dicari di luar diri sebab ia berada dalam diri. Seorang sastrawan yang berpegang teguh atas prinsip ini menemukan keindahan bukan karena mencari, tapi merupakan hasil pergulatan batinnya dalam mengakrabi Tuhan dan ciptaan-Nya. Penghayatan terhadap nilai-nilai Ketuhanan secara intens akan sangat penting untuk membentuk karakter pribadi yang mulia, terutama ketika dekadensi moral mengoyak-ngoyak peradaban manusia.
Berangkat dari kesadaran ini para sastrawan membutuhkan Tuhan yang bisa diajak dialog dengan penuh kekhusyukan. Akan tetapi, tidak setiap sastrawan bisa langsung menggeluti sastra sufistik dari awal. Chairil Anwar, contohnya. Dia mengawali kepenyairannya dengan sikap seperti binatang jalang lalu akhirnya menyerah kepada Tuhan:
Tuhanku/ di pintuMu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling/ (Doa). Sedangkan Sutardji Calzoum Bachri memulai bersajak dengan memanggil Tuhan dengan cara yang agak liar: /rasa yang dalam/ datang Kau padaku/ aku telah mengecup luka/ aku telah membelai aduhai/ aku telah harap-harap/ aku telah mencium aum/ aku telah dipukau au/ aku telah merasa celah lobang pintu/ aku telah tinggalkan puri pura-puraMu/.
Dimensi sufistik Sutardji juga tampak dalam petikan sajak berikut: /Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu perawan hati tak jatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan seribu beringin ingin tak teduh. Dengan siapa aku mengeluh?/. Berondongan kata dalam sajak ini hendak menegaskan bahwa jalan takdir yang ditempuh manusia tidak akan terelak.
Keunikan Sutardji ialah ketika ia membacakan sajak-sajaknya sambil minum bir. Mabuk baginya sesuatu yang fardhu sebagai anggur cinta kepada Tuhan. Saat itu Sutardji memang masih diterjang gelombang gelisah yang meguasai jiwanya. Lalu dalam sajak Mari, Sutardji berusaha mengungkapkan ekspresi perubahan jiwa dengan daya yang amat keras.
Ia melukiskan botol merupakan suatu penampungan berbagai perasaan. /……mari pecahkan botol-botol/ ambil lukanya/ jadikan bunga/ mari pecahkan tik-tok jam/ ambil jarumnya/ jadikan diam/ (Mari). Sajak-sajak Sutardji, ungkap D Zawawi Imron, nilai religiusnya sangat kuat meski belum jelas sosok keislamannya, kalau tampak masih terlalu implisit. Tapi karena sejak semula Sutardji lahir sebagai muslim (sekalipun menyukai bir) maka Tuhan yang disebutnya ialah Tuhan dalam konsep tauhid.
Bahkan perkembangan terakhir dari kepenyairan Sutardji ialah kutukannya terhadap alkohol yang diinsyafi sebagai kesalahan: /…..Maka pagi ini/ Kukenankan ziarah la ilaaha illallah/ Aku pakai sepatu sirathal mustaqim/ Aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat ied/ Aku bawa masjid dalam diriku/ Kuhamparkan di lapangan/ Kutegakkan sholat/ Dan kurayakan kelahiran kembali di sana/.
Berbeda dengan Taufiq Ismail yang sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan keluarga sakinah yang islami, dia sudah mulai menulis sajak di antaranya berbunyi: /jika ada orang yang harus kau agungkan/ ialah hanya rosul Tuhan/ jika ada kesempatan memilih mati/ ialah syahid di jalan Ilahi. Taufiq Ismail mengatakan, standar estetika sastra sufistik ialah mengingatkan orang kepada Pencipta alam semesta.
Karya-sarya sastra yang hanya mengingat dunia, terlena, atau mabuk kepayang, tidak memenuhi syarat sastra sufistik. Standar kedua adalah bahasa, pemilihan kata dan hal-hal konvensional lainnya. Salah satu sajak Taufiq yang mencerminkan itu:
/ada sejadah panjang/ dari kaki buaian/ sampai ke tepi kuburan/ (Sejadah Panjang). Kendati ditulis dengan berbagai ekspresi dan bentuk pengucapan, mengutip Tjahjono Widarmanto (Pikiran Rakyat 6/9/2008)., sastra sufistik memiliki karakteristik kecenderungan estetika yang sama. Kecenderungan estetika sastra sufi itu di antaranya adalah ekspresi kerinduan kepada Allah. Para penyair selalu tertarik pada wilayah sunyi. Sunyi akibat merasa jauh dari kekasih hatinya, yaitu Allah.
Ketertarikan pada dunia sunyi yang penuh jeritan rindu kepada Tuhannya itu, bisa diamati begitu dominan pada puisi-puisi Amir Hamzah, Acep Zam-Zam Noor, dan Jamal D. Rahman. Untuk menggambarkan kerinduan, pencarian, dan kecintaan (mahabbah) pada Tuhannya itu, para penyair sufi sering menggunakan simbol burung (pada puisi-puisi Jamal D.Rahman), kekasih (digunakan Amir Hamzah, Emha Ainun Nadjib, Acep Zam-Zam Noor), gadis atau dara, api, dsb.
Dan muara gelombang sunyi itu bagi para penyair sufi ini adalah berakhir pada kepasrahan. Kepasrahan ini menyiratkan betapa para penyair sufi ini mengakui kehinaan dan kekerdilan dirinya sebagai makhluk yang tak berdaya di hadapan Tuhannya. Pengakuan ini jelas tergambar dalam ekspresi Jamal D Rahman:
/mengetuk pintu demi pintu. jam berdetak/ di lantai. dinding pun terjaga. dan ombak bangkit/ dari jendela. aku tersungkur lewat pintu-pintu itu,/ angin mengusung zikirku dari alif ke alif, dan asmamu/ mengerang di padang-padang sembahyang/ (Di Padang Sembahyang).
Karakteristik estetika sufi yang lain adalah ekspresi khas sufi tentang penyatuan hamba dengan Tuhannya. Dalam tasawuf dikenal dengan istilah wihdatul wujud, suatu konsep kesatuan dalam kegandaan serta kegandaan dalam kesatuan. Tuhan tidaklah dihayati sebagai Dia yang berada di sana namun juga hadir bersama manusia. Tuhan memang tak terjangkau tapi bisa didekati sebab Dia juga Mahadekat.
Sebagai penutup, penulis minta maaf sebab tidak dapat mengulas semua karya-karya yang bernafaskan sufistik seperti Khotbah di Atas Bukit karangan Kuntowijoyo, Anak Laut Anak Angin karya Abdul Hadi WM, 99 untuk Tuhanku tulisan Emha Ainun Nadjib dan lain-lain. Namun yang penting dicatat bahwa sufisme turut mewarnai karya-karya sastra Indonesia.
*) Penulis adalah penyair, analis pada Laboratorium Bahasa Arab UMM.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar