Jumat, 10 September 2010

Sentuhan Sufisme dalam Sastra Indonesia

Ahmad Fatoni*
http://www.pelita.or.id/

Sastra sufi atau sastra yang bercorak sufistik mulai mengemuka dalam sejarah sastra Indonesia sejak 1970-an. Hangatnya perbincangan tentang lahirnya sastra jenis ini, kala itu, tidak lepas dari kegigihan salah seorang penggiat dan pembelanya, penyair Abdul Hadi WM, yang pada 1980-an berhasil memopulerkan gaya sastra sufistik melalui berbagai bentuk tulisan.

Menurut Abdul Hadi (1985), beberapa tokoh utama sastra sufistik 1970-an, di antaranya para prosais seperti Danarto, Kuntowijoyo, M. Fudoli Zaini, dan juga para penyair seperti Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.

Mereka ini selain menciptakan karya-karya dengan ciri-ciri sufistik, juga memelajari ajaran-ajaran tasawuf dan kesusastraannya secara serius serta getol menerjemahkan karya-karya para penyair sufi. Kecenderungan sufistik para sastrawan 1970-an kemudian berlanjut hingga 1980-an pada penyair-penyair seperti D Zawawi Imron, Afrizal Malna, Heru Emka, dan Emha Ainun Nadjib.

Karya sastra sufistik, masih menurut Abdul Hadi, sebenarnya telah dirintis oleh Amir Hamzah si Raja Penyair Pujangga Baru pada 1930-an. Karya-karya Amir Hamzah dalam Buah Rindu dan Nyanyi Sunyi merupakan dokumen pencarian dan perjalanan ruhani Amir hamzah menuju Yang Satu. Dalam perjalanan mengarungi perjalanan ruhani itulah sang penyair menemukan dirinya yang sejati. Munculnya karya-karya sastra yang mencari akar ke tasawuf, tampak menarik untuk dicermati.

Sebagaimana kita maklumi, tasawuf yang ekstrem dapat memicu pendapat yang kontradiktif antara satu dengan yang lain. Maka tidak mengherankan jika kehadiran karya-karya yang bertolak dari sufisme di negeri ini selalu menyisakan polemik.

Dalam tulisan ini tentu saya tidak ingin terlibat dalam pro dan kontra, tetapi lebih melihat peran sastra sufistik sebagai karya yang dapat menohok kesadaran manusia di hadapan Tuhannya. Seperti dikatakan Danarto bahwa pengarang atau penyair mencipta bukan karena adanya pantun atau syair, namun karena kesadaran akan pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan.

Sejalan dengan Danarto, Taufik Ismail menegaskan, bentuk sastra apa pun yang digunakan tidaklah penting, melainkan bobot karya itu sendirilah yang paling penting. Dengan demikian, keindahan estetis tidak lebih merupakan akibat dari kesadaran religius, sebab pada dasarnya, kesadaran religius secara kodrati telah memiliki kualitas estetis.

Dalam hal ini pula penyair Iqbal pernah berujar, keindahan itu jangan dicari di luar diri sebab ia berada dalam diri. Seorang sastrawan yang berpegang teguh atas prinsip ini menemukan keindahan bukan karena mencari, tapi merupakan hasil pergulatan batinnya dalam mengakrabi Tuhan dan ciptaan-Nya. Penghayatan terhadap nilai-nilai Ketuhanan secara intens akan sangat penting untuk membentuk karakter pribadi yang mulia, terutama ketika dekadensi moral mengoyak-ngoyak peradaban manusia.

Berangkat dari kesadaran ini para sastrawan membutuhkan Tuhan yang bisa diajak dialog dengan penuh kekhusyukan. Akan tetapi, tidak setiap sastrawan bisa langsung menggeluti sastra sufistik dari awal. Chairil Anwar, contohnya. Dia mengawali kepenyairannya dengan sikap seperti binatang jalang lalu akhirnya menyerah kepada Tuhan:

Tuhanku/ di pintuMu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling/ (Doa). Sedangkan Sutardji Calzoum Bachri memulai bersajak dengan memanggil Tuhan dengan cara yang agak liar: /rasa yang dalam/ datang Kau padaku/ aku telah mengecup luka/ aku telah membelai aduhai/ aku telah harap-harap/ aku telah mencium aum/ aku telah dipukau au/ aku telah merasa celah lobang pintu/ aku telah tinggalkan puri pura-puraMu/.

Dimensi sufistik Sutardji juga tampak dalam petikan sajak berikut: /Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu perawan hati tak jatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan seribu beringin ingin tak teduh. Dengan siapa aku mengeluh?/. Berondongan kata dalam sajak ini hendak menegaskan bahwa jalan takdir yang ditempuh manusia tidak akan terelak.

Keunikan Sutardji ialah ketika ia membacakan sajak-sajaknya sambil minum bir. Mabuk baginya sesuatu yang fardhu sebagai anggur cinta kepada Tuhan. Saat itu Sutardji memang masih diterjang gelombang gelisah yang meguasai jiwanya. Lalu dalam sajak Mari, Sutardji berusaha mengungkapkan ekspresi perubahan jiwa dengan daya yang amat keras.

Ia melukiskan botol merupakan suatu penampungan berbagai perasaan. /……mari pecahkan botol-botol/ ambil lukanya/ jadikan bunga/ mari pecahkan tik-tok jam/ ambil jarumnya/ jadikan diam/ (Mari). Sajak-sajak Sutardji, ungkap D Zawawi Imron, nilai religiusnya sangat kuat meski belum jelas sosok keislamannya, kalau tampak masih terlalu implisit. Tapi karena sejak semula Sutardji lahir sebagai muslim (sekalipun menyukai bir) maka Tuhan yang disebutnya ialah Tuhan dalam konsep tauhid.

Bahkan perkembangan terakhir dari kepenyairan Sutardji ialah kutukannya terhadap alkohol yang diinsyafi sebagai kesalahan: /…..Maka pagi ini/ Kukenankan ziarah la ilaaha illallah/ Aku pakai sepatu sirathal mustaqim/ Aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat ied/ Aku bawa masjid dalam diriku/ Kuhamparkan di lapangan/ Kutegakkan sholat/ Dan kurayakan kelahiran kembali di sana/.

Berbeda dengan Taufiq Ismail yang sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan keluarga sakinah yang islami, dia sudah mulai menulis sajak di antaranya berbunyi: /jika ada orang yang harus kau agungkan/ ialah hanya rosul Tuhan/ jika ada kesempatan memilih mati/ ialah syahid di jalan Ilahi. Taufiq Ismail mengatakan, standar estetika sastra sufistik ialah mengingatkan orang kepada Pencipta alam semesta.

Karya-sarya sastra yang hanya mengingat dunia, terlena, atau mabuk kepayang, tidak memenuhi syarat sastra sufistik. Standar kedua adalah bahasa, pemilihan kata dan hal-hal konvensional lainnya. Salah satu sajak Taufiq yang mencerminkan itu:

/ada sejadah panjang/ dari kaki buaian/ sampai ke tepi kuburan/ (Sejadah Panjang). Kendati ditulis dengan berbagai ekspresi dan bentuk pengucapan, mengutip Tjahjono Widarmanto (Pikiran Rakyat 6/9/2008)., sastra sufistik memiliki karakteristik kecenderungan estetika yang sama. Kecenderungan estetika sastra sufi itu di antaranya adalah ekspresi kerinduan kepada Allah. Para penyair selalu tertarik pada wilayah sunyi. Sunyi akibat merasa jauh dari kekasih hatinya, yaitu Allah.

Ketertarikan pada dunia sunyi yang penuh jeritan rindu kepada Tuhannya itu, bisa diamati begitu dominan pada puisi-puisi Amir Hamzah, Acep Zam-Zam Noor, dan Jamal D. Rahman. Untuk menggambarkan kerinduan, pencarian, dan kecintaan (mahabbah) pada Tuhannya itu, para penyair sufi sering menggunakan simbol burung (pada puisi-puisi Jamal D.Rahman), kekasih (digunakan Amir Hamzah, Emha Ainun Nadjib, Acep Zam-Zam Noor), gadis atau dara, api, dsb.

Dan muara gelombang sunyi itu bagi para penyair sufi ini adalah berakhir pada kepasrahan. Kepasrahan ini menyiratkan betapa para penyair sufi ini mengakui kehinaan dan kekerdilan dirinya sebagai makhluk yang tak berdaya di hadapan Tuhannya. Pengakuan ini jelas tergambar dalam ekspresi Jamal D Rahman:

/mengetuk pintu demi pintu. jam berdetak/ di lantai. dinding pun terjaga. dan ombak bangkit/ dari jendela. aku tersungkur lewat pintu-pintu itu,/ angin mengusung zikirku dari alif ke alif, dan asmamu/ mengerang di padang-padang sembahyang/ (Di Padang Sembahyang).

Karakteristik estetika sufi yang lain adalah ekspresi khas sufi tentang penyatuan hamba dengan Tuhannya. Dalam tasawuf dikenal dengan istilah wihdatul wujud, suatu konsep kesatuan dalam kegandaan serta kegandaan dalam kesatuan. Tuhan tidaklah dihayati sebagai Dia yang berada di sana namun juga hadir bersama manusia. Tuhan memang tak terjangkau tapi bisa didekati sebab Dia juga Mahadekat.

Sebagai penutup, penulis minta maaf sebab tidak dapat mengulas semua karya-karya yang bernafaskan sufistik seperti Khotbah di Atas Bukit karangan Kuntowijoyo, Anak Laut Anak Angin karya Abdul Hadi WM, 99 untuk Tuhanku tulisan Emha Ainun Nadjib dan lain-lain. Namun yang penting dicatat bahwa sufisme turut mewarnai karya-karya sastra Indonesia.

*) Penulis adalah penyair, analis pada Laboratorium Bahasa Arab UMM.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir