Asep Sambodja
http://kompas.co.id/
Pada 20 September 2008, saya mendapat email (dari milis Apresiasi Sastra), yang berisi pengumuman hasil seleksi tahap pertama (Longlist) Khatulistiwa Literary Award 2008 dari Panitia KLA 2008. Ada 10 nomine di bidang prosa dan 10 nomine di bidang puisi.
Kesepuluh nomine di bidang prosa adalah Danarto (Kacapiring), Junaedi Setiyono (Glonggong), Dyah Merta (Peri Kecil di Sungai Nipah), Ayu Utami (Bilangan Fu), Mohamad Sobary (Sang Musafir), Mashuri (Hubbu), Lan Fang (Lelakon), E.S. Ito (Rahasia Meede), Helvy Tiana Rosa (Bukavu), dan Arswendo Atmowiloto (Blakanis).
Sementara 10 nomine di bidang puisi adalah Saut Situmorang (Otobiografi), Oka Rusmini (Pandora), Afrizal Malna (Teman-temanku dari Atap Bahasa), Sutardji Calzoum Bachri (Atau Ngit Cari Agar), M. Aan Mansyur (Aku Hendak Pindah Rumah), Binhad Nurrohmat (Demonstran Sexy), Nirwan Dewanto (Jantung Lebah Ratu), Hasan Aspahani (Orgasmaya), Wendoko (Sajak-sajak Menjelang Tidur), dan trio Maulana Achmad, Inez Dikara, Dedy T. Riyadi (antologi puisi Sepasang Sepatu Sendiri dalam Hujan). Pemenang utama masing-masing genre yang akan menerima uang Rp 150 juta itu akan diumumkan di Atrium Plaza Senayan, Jakarta Selatan, pada 13 November 2008.
Pada keesokan harinya, 21 September 2008, saya mendapat email (dari milis Penyair), yang berupa press release yang berisi penolakan Saut Situmorang atas Khatulistiwa Literary Award. Yang menarik dari rilis itu adalah, pertama, Saut Situmorang memperlihatkan sikapnya yang tegas, apa yang dilakukannya sesuai dengan ucapannya. Artinya, manusia ini tidak mencla-mencle. Jelas dan tegas. Kedua, penolakan itu disertai alasan-alasan yang cukup kritis, bahkan cenderung tajam.
Sebelumnya, melalui short message service (SMS), Saut Situmorang juga mengkritik tajam Sutardji Calzoum Bachri yang menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award 2008 dan mengantongi uang Rp150 juta. Saya kira kenapa Saut Situmorang mengkritik Sutardji demikian keras cukup jelas alasannya, yakni penyandang dana Ahmad Bakrie Award adalah Aburizal Bakrie, pemilik PT Lapindo Brantas Inc., sebuah perusahaan yang kini menyengsarakan ribuan warga Sidoarjo, Jawa Timur, karena tiga desa dan 15 pabrik tertutup lumpur—yang kini dinamai Lumpur Lapindo.
Uang dan idealisme. Itulah persoalan utamanya. Apakah kita akan memilih uang dengan mengabaikan idealisme? Atau kita akan mempertahankan idealisme dengan risiko miskin karena tak punya uang? Setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih dua pilihan ekstrem itu. Tapi, dunia tidak hitam putih. Manusia bahkan memiliki kebebasan untuk tidak memilih pilihan itu, meskipun pilihannya hanya dua.
Ada enam sastrawan yang telah menerima Ahmad Bakrie Award sejak penghargaan itu diberikan pada 2003, yakni Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Rendra, Putu Wijaya, dan Sutardji Calzoum Bachri. Ketika kasus Lumpur Lapindo mencuat pada 2006, kegamangan antara menerima atau tidak menerima penghargaan berupa uang Rp 150 juta dari keluarga Bakrie itu mulai terjadi. Hal ini dirasakan Putu Wijaya dan juga Rendra, yang dalam pidato penganugerahannya tetap mengkritik tajam keluarga Bakrie agar bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo. Sementara Sutardji Calzoum Bachri, yang pada tahun yang sama juga menerima penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupa Bintang Budaya Parama, menerima penghargaan itu dengan alasan ia tidak bisa menolak apresiasi yang diberikan oleh orang lain atau oleh suatu institusi.
Saya bersimpati dan mungkin juga berempati kepada para sastrawan yang menerima penghargaan Ahmad Bakrie Award, karena sejauh ini nyaris tidak ada lembaga resmi yang memperhatikan nasib dan kehidupan sastrawan. Karya besar Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Rendra, Putu Wijaya, dan Sutardji Calzoum Bachri mungkin hanya menghiasi ruang perpustakaan semata. Mereka tidak diperhatikan nasibnya oleh Negara, meskipun jasa mereka dalam memperkaya kebudayaan Indonesia demikian besar. Ketika ada lembaga yang memberi penghargaan dengan jumlah materi yang besar, dalam hati saya bersyukur, masih ada yang memperhatikan karya dan nasib sastrawan.
Sutardji berpegang pada apresiasi. Ya, apresiasi. Sastrawan tidak bisa menolak apresiasi yang diberikan oleh pembaca, siapa pun pembaca itu. Apakah dicaci-maki atau diberi uang jutaan rupiah. Keduanya merupakan ujud dari apresiasi.
Tapi, dunia ini tidak akan menjadi indah kalau tidak ada orang seperti Romo Frans Magnis-Suseno. Siapa pun yang memiliki hati nurani, pasti akan memberi hormat yang luar biasa pada Romo Magnis. Saya pun menaruh hormat yang dalam pada Romo Magnis, yang sama tingginya dengan hormat saya pada Romo Y.B. Mangunwijaya, penulis Burung-burung Manyar yang membela masyarakat girli di Kali Code Yogyakarta dan masyarakat korban pembangunan Waduk Kedungombo.
Kepada Sutardji, saya berempati, karena saya sadar, bahwa nama besar tidak selamanya diikuti dengan kemakmuran. Memilih penyair, sastrawan, dramawan, atau seniman sebagai profesi merupakan pilihan gila, karena dilihat dari perspektif ekonomi sama sekali tidak produktif. Jasa sastrawan besar, tapi tidak diberi reward yang besar pula. Itulah yang saya katakan nasib. Kalau sekarang Sutardji dapat Rp150 juta, artinya nasib baik sedang berpihak kepada penyair. Mungkin dia bisa hidup 100 bulan lagi.
Kepada Romo Magnis, saya bersimpati, karena pelajaran yang Romo Magnis dan Romo Mangun berikan kepada saya itu sangat mahal harganya. Sama sekali tidak terukur dengan uang. Jauh lebih tinggi nilainya dari Rp 150 juta.
Saya sebenarnya juga bersimpati pada KLA (yang mulai hadir pada 2001). Apa dasarnya? Karena penghargaan yang diberikan lembaga yang dikomandoi Richard Oh ini memberikan penghargaan yang demikian cukup besar kepada sastrawan. Dari semula Rp30 juta sekarang melambung menjadi Rp 150 juta.
Dan saya pernah tiga kali menjadi juri tahap pertama KLA, yakni pada 2003, 2005, dan 2007. Dari tiga kali menjadi juri tahap pertama, baru sekali saya menggolkan “jagoan” saya, yakni pada 2005, ketika Seno Gumira Ajidarma mendapat penghargaan Rp 100 juta dari KLA berkat novel Kitab Omong Kosong. Pada 2007, saya sekali lagi menjagokan Seno melalui novel Kalatidha, namun tidak lolos ke tahap berikutnya. Tapi, ketika majalah Tempo melakukan survey tentang buku fiksi dan nonfiksi terbaik pada 2007, saya tetap pada keyakinan saya, bahwa novel Kalatidha merupakan novel terbaik pada 2007.
Kalau saya dipilih panitia KLA menjadi juri tahap pertama pada 2008 ini, saya akan memasukkan Otobiografi karya Saut Situmorang sebagai nomine pertama untuk kategori puisi, terlepas apakah buku itu ada di list yang diberikan panitia atau tidak. Setelah itu diikuti Nirwan Dewanto, Hasan Aspahani, Oka Rusmini, dan Afrizal Malna. Karena apa? Alasan utama saya karena puisi-puisi Saut Situmorang itu sangat bergizi. Sebenarnya pula saya ingin melihat “pertarungan” antara Saut ‘the drunker master’ Situmorang melawan Nirwan ‘the monkey king’ Dewanto seperti dalam film The Forbidden Kingdom di mata para juri tahap kedua dan ketiga. Mungkin tidak ada pemenangnya, karena keduanya sama-sama jago, sama-sama memiliki ilmu kanuragan tinggi, tapi beda gaya.
Sayangnya saya tidak menjadi juri tahap pertama lagi, ya, sudah, tidak apa-apa. Itu artinya saya juga tidak dapat honor Rp1 juta. Artinya lagi, itu bukan rezeki saya.
Terlepas dari itu, saya ingin memberi masukan, bahwa menilai novel maupun cerpen relatif mudah, karena novel yang ditulis sastrawan dalam satu tahun periode penilaian juri KLA, tidak akan muncul lagi pada tahun berikutnya. Demikian pula dengan kumpulan cerpen. Meskipun pengulangan munculnya cerpen yang sama dalam kumpulan cerpen di tahun berikutnya masih memungkinkan.
Nah, untuk menilai kumpulan puisi, ada pengecualian. Saya, misalnya, memiliki semua kumpulan puisi karya Saut Situmorang. Tapi, bisa jadi ada juri yang tidak memiliki buku Catatan Subversif atau Saut Kecil Bicara dengan Tuhan. Hal semacam ini bisa saja terjadi, apalagi kalau kumpulan puisi pertama dan kedua diterbitkan oleh penerbit indie dan tidak didistribusikan melalui jalur distribusi yang diatur dan didominasi oleh Toko Buku Gramedia. Contoh buku Saut memang masih bisa ditemui di Gramedia. Tapi, bagaimana dengan buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit indie dan kemudian puisi-puisi yang ada di buku itu diterbitkan ulang ke dalam buku kumpulan puisi yang lebih komplet dan diterbitkan Grasindo, misalnya?
Dengan kata lain, harus fleksibel dalam menilai buku kumpulan puisi. Untuk diketahui, sayalah yang mengusulkan atau menominasikan buku Warna Kita karya Oka Rusmini pada 2007 dengan alasan mutu sajaknya yang bagus. Saya pula yang memasukkan buku Guru Matahari Abdurrahman Faiz ke dalam longlist pada 2005 karena memang tidak ada kriteria usia penyair. Ketika saya menganggap puisi Abdurrahman Faiz bagus, ya, saya nilai bagus, tanpa melihat usianya. Toh, ada penyair tua (maaf tidak saya sebutkan namanya) yang puisinya kurang bagus.
Kepada Saut, saya salut. Di mata saya, Saut adalah penyair besar Indonesia. Tapi, izinkan saya tetap bersimpati pada KLA yang memberi penghargaan cukup besar kepada sastrawan. Biarkan KLA menggunakan sistem penilaiannya sendiri. Biarkan pula Pena Kencana menggunakan sistem penilaian seperti Indonesian Idol, yang menggunakan SMS. Biarkan pula Yayasan Ramon Magsaysay menggunakan kriteria dan sistem penilaiannya sendiri. Sehingga, ketika Pramoedya Ananta Toer mendapatkan penghargaan Magsaysay pada 1995, kita tidak usah menandatangani surat pernyataan penolakan pemberian hadiah Magsaysay kepada Pram, seperti yang dilakukan Taufik Ismail, Mochtar Lubis, dan kawan-kawannya itu. Saya setuju dengan KH A Mustofa Bisri yang menolak ajakan Taufik Ismail untuk menandatangani surat pernyataan penolakan pemberian penghargaan hadiah Magsaysay kepada Pramoedya Ananta Toer. Padahal saya tahu, Gus Mus adalah sahabat baik Taufik Ismail.
Sastra Indonesia, insyaallah, akan sehat walafiat. ***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar