Nina Setyawati, Eka Alam Sari
http://pelitaku.sabda.org/
Novel ringan karya penulis muda memenuhi deretan rak toko buku. Sambutan pasar luar biasa, sampai banyak buku dicetak ulang dalam waktu singkat. Otomatis royalti pun mengalir ke kantong pengarang. Benar-benar hobi yang pantas dilirik.
TeenLit alias teens literature makin akrab dengan kita. Paparan cerita ringan dengan dialog sehari-hari menjadi ciri yang mencolok. Meski kerap disebut buku cerita kelas dua, kalangan muda rebutan membacanya. Bahkan tak dimungkiri lagi buat penerbit, novel-novel ringan ini berada di jajaran terdepan penjualan buku.
Serial TeenLit yang dikeluarkan penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU) bisa menjadi contoh. Setiap judulnya diproduksi awal 10.000 eksemplar. Hebatnya dari jumlah sebanyak ini, ada novel yang baru dua minggu sudah habis dan harus cetak ulang sebanyak 15.000 kopi lagi. Sungguh fenomena besar bagi dunia baca Indonesia.
Dulu bacaan remaja semacam ini sempat populer berkat suksesnya Lupus dan serial Fear Street. Setelah itu popularitas bacaan semacam ini mulai menurun. Tapi, bukan berarti bacaan untuk remaja kosong. Menurut penerbit GPU, tanpa label TeenLit GPU lewat Meg Cabot dengan serial Princess Diary berhasil menjadi best seller selama berbulan-bulan sejak tahun 2002. Tak pelak lagi begitu buku ini laris, GPU segera memborong puluhan judul sejenis dari penerbit luar negeri. Seperti serial Mates, Dates karangan Cathy Hopkins yang judulnya lucu-lucu macam Bra Tiup, Kecupan Kosmis. Novel sejenis kemudian dirangkum dalam label TeenLit itu.
Tren baru
Cerita remaja dan ditulis oleh pengarang muda tampaknya sedang jadi tren. Ini diakui oleh Sitok Srengenge, yang novel Nothing but Love terbitan perusahaan penerbitannya, Kata Kita, dicetak ulang dalam tempo sebulan. Sitok Srengenge mengakui kalau buku Nothing but Love karya putrinya, Laire Siwi, termasuk yang paling laku. “Sejak kami berdiri Maret ini sudah menerbitkan enam judul. Yang paling laku itu cuma Laire sama Stephanie (pengarang cewek lain). Jadi, yang serius-serius enggak laku.”
Fenomena meledaknya pengarang muda pun semakin terbukti karena ada buku lain terbitan Kata Kita yang penjualannya macet padahal sudah diresensi dan didiskusikan di mana-mana. Kenapa, ya? “Mungkin karena imej. Orang sudah takut kalau ini cerita sastra,” ujar Sitok Srengenge. Ia juga mengakui pengaruh pengarang perempuan sangat besar. “Kita menerbitkan karya pengarang yang sudah memperoleh sekitar 30 penghargaan dan enam di antaranya juara pertama lomba cerpen, cover buku juga sudah ngepop, tapi penjualannya macet. Mungkin karena pengarangnya cowok, sudah tua, lulusan ITB, dianggapnya serius. Padahal, ceritanya ngepop dan cover-nya sudah dibikin ngepop juga.”
Sementara pihak GPU memang mencanangkan tema TeenLit ini, sejak kesuksesannya mengusung tema Chicklit di tahun 2003, yang bercerita tentang kehidupan wanita kosmopolitan. Waktu itu ide ChickLit muncul karena keinginan menerbitkan buku dengan tema, seperti di dunia mode. “Karena kita punya banyak cerita wanita kosmopolitan, disepakati tema ChikLit,” Istilahnya, sih, dari luar setelah suksesnya novel kayak Bridget Jones Diary itu. Tapi kita bikinkan slogan dan tag line, ’Being Single and Happy’,” ujar Listiana, senior editor GPU. Kesuksesan ini menggoda GPU untuk menerbitkan tema lain yang juga menarik. “Tahun 2004, kita menentukan temanya TeenLit. Terbitnya mulai Februari, tapi launching resmi April lalu. Saat itu kita sudah punya dua pengarang lokal yang masih remaja, yaitu Dyan dan Maria Ardelia,” imbuh Listiana. Mengekor kesuksesan TeenLit, penerbit lain berlomba mencari cerita ringan dari pengarang remaja. Bahkan ada yang dibubuhi tulisan di cover kalau ini Teenlit asli Indonesia.
Dengan penuturan jujur dan gaya bahasa khas remaja, novel-novel ini menawarkan kisah yang dekat sama kita, tokoh-tokoh yang terasa akrab di hati, serta jalan keluar yang menimbulkan inspirasi dan wawasan baru. Paling enggak, kita merasa tidak sendirian melewati masalah identitas diri, perubahan fisik dan mental, hubungan dengan ortu, persahabatan, ketertarikan pada lawan jenis, kehilangan orang yang dicintai, masalah sekolah, kecemasan, dan kepercayaan diri yang kerap melanda di usia kita.
“Soalnya baca TeenLit itu enggak bikin pusing kepala, ceritanya remaja banget. Nulis-nya kayak kita ngomong sama teman,” komentar Dian, siswi kelas tiga SMU Marsudirini, Bekasi, tentang kegemarannya sama buku yang satu ini.
Tema remaja pun semakin pas karena si penulis juga berusia sepantar kita dan benar- benar mengerti dunia remaja. Apalagi mereka juga sering dapat masukan dari teman- temannya. Terutama para penulis muda yang mengedarkan karyanya ke sesama teman sebelum diterbitkan ke masyarakat luas. Agatha, teman sekolah Maria Ardelia, pengarang Me versus High Heels!, berkomentar tentang novel temannya itu, “Ceritanya, tuh, bener-bener kayak beneran deh. Maksud gue kayak kehidupan kita-kita saja. Jayus lagi, kayak yang buat.”
Tapi, kayaknya memang ada satu kondisi yang kemudian merangsang penulis-penulis baru. Menurut Sitok Srengenge, awalnya bisa dirunut dari novel Saman karangan Ayu Utami, disusul Dewi Lestari dan lainnya. “Meski sebelum mereka sudah ada penulis yang tidak terlalu tua dan perempuan, tapi momennya baru merebak saat itu karena penjualan yang amat dahsyat. Setelah itu muncul penulis muda lain seperti Djenar dan Fira Basuki yang mendapat publisitas cukup baik. Saya kira ini ada pengaruhnya juga. Meramaikan penulis perempuan muda dan ngepop.”
Penulis novel Menggarami Burung Terbang ini juga berpendapat kalau kegairahan membaca di kalangan muda sedikit banyak dipengaruhi oleh film Ada Apa Dengan Cinta? tahun lalu. “Gara-gara buku Aku karangan Syumandjaya ditenteng-tenteng Dian Sastro di AADC? walau buku itu tidak ada ngepop-ngepopnya, tapi jadi banyak orang muda yang mungkin karena ingin mengidentifikasikan dirinya seperti tokoh di film itu,” jelas Sitok Srengenge panjang lebar. Jadi, banyak di antara kita yang merasa kuper kalau enggak baca buku Aku. Sekarang, buku Aku yang berbentuk skenario, bukan novel seperti sekarang, dicetak ulang berkali-kali. Akhirnya, bisa ditebak, konsumen langsung terpengaruh. Tren membeli buku di kalangan remaja juga membaik, tambah Sitok Srengenge.
Mudahnya mengarang
Lebih menarik lagi ternyata banyak di antaranya ditulis sama orang seumuran kita. Ada Laire Siwi yang masih kelas kelas satu SMU waktu menerbitkan novelnya, Maria Ardelia yang kini kelas tiga SMU St Theresia, dan Dyan yang baru saja lulus dari SMUN 6, Jakarta.
Yang dahsyat, buku mereka semua mengalami cetak ulang. Mulai dari 4.000 sampai 15.000 kopi. Dari tiap buku rata-rata mereka mendapat royalti 10 sampai 12 persen. Kalau rata-rata dijual seharga Rp 25.000 sampai Rp 30.000, itu berarti per buku bisa dapat Rp 2.500 sampai Rp 3.000. Kalikan dengan 10.000 eksemplar saja, uang yang mengalir ke kocek bisa antara Rp 25.000.000 sampai Rp 30.000.000. Belum lagi ada beberapa penerbit yang mau memberi uang kontrak sebesar 25 persen dari royalti buku yang dicetak awal. Biasanya cetakan awal itu sekitar 4.000 sampai 10.000 kopi. Kalau bukunya laris tanpa kerja lagi kita tetap dapat duit. Jadi, sambil sekolah dan bikin karangan, kita bisa jadi jutawan. Fantastis, kan!
Kebanyakan penulis remaja mengaku enggak menyangka hasil karyanya bisa berhasil. Biasanya mereka mengawali profesinya dari hobi nulis. Dyan yang menulis novel Dealova-nya saat masih SMP bahkan mulanya cuma iseng. Menurut cewek yang bercita-cita jadi psikolog ini, awalnya bikin cerita bukan untuk dipublikasikan. Memang sejak SD sudah senang menulis lalu teman-teman yang mendorong Dyan untuk enggak malu menawarkan ke penerbit. Pengarang muda yang sudah punya simpanan tiga novel ini bilang perjalanan nulis-nya dimulai dari diary. “Cuma kalau di diary, kan, itu cerita kita yang sebenarnya. Kalau aku di diary kebanyakan sial melulu. Jadinya pas dibikin cerita aku nulis saja yang bagus-bagus. Banyak-banyak berkhayal maunya gimana. He-he-he…,” tawanya renyah.
Awal iseng-iseng ini juga diiyakan sama Laire dan Maria Ardelia (Mardel). Semuanya sudah senang nulis sejak SD dan sama-sama dimulai dengan nulis diary, lalu dikembangkan jadi cerpen, terakhir baru dipanjangkan menjadi novel. “Paling enggak dari pengamatan sekitar, curhat teman,” ujar Laire, yang bisa ditelepon berjam-jam sama teman- temannya untuk dicurhati.
Cuma sering juga mereka mengalami kemacetan. Rasanya di otak sudah ada, tapi enggak tahu nuangin-nya gimana. “Kalau sudah enggak mood, aku biasanya berhenti dulu. Ditinggal tidur atau dengar musik,” tutur Mardel, yang orang rumahnya enggak ada yang tahu soal penerbitan bukunya sampai kontrak ditandatangani.
Monty Tiwa, pengarang novel Dunia Mereka, mengatakan, tiap penulis punya trik masing-masing menghadapi writer’s block alias kemandekan menulis. Ada yang menggunakan keindahan alam sebagai pemancing, atau melepas penat ke mal, dengar musik, nonton, untuk mengembalikan gairah menulis.
Tapi, gimana sih caranya supaya kita bisa mengarang tulisan yang oke? Laire, Marde, dan Dyan sepakat bilang pokoknya mulai nulis saja. Idenya bisa dari mana saja. Film, buku, cerita teman, cerita sendiri, tapi yang paling gampang yang dekat sama dunia kita. Soalnya bikin karakter tokohnya lebih mudah. Monty yang juga penulis skenario film Biarkan Bintang Menari mengibaratkan menulis apa yang ada di hati itu bagai anak kecil yang bermain bebas dan mengacaukan lantai atau kertas dengan mainannya. “Lalu barulah gunakan otak untuk edit bagian yang perlu dan tidak, layaknya orangtua merapikan mainan setelah anaknya puas bermain. Mulai saja nulis di mana saja, kapan saja. Biarkan tulisan bermain dengan sendirinya, seperti pertama kali belajar main sepeda. Seiring waktu sepeda itu akan makin lancar lajunya tanpa ada yang bisa menghentikan.” Weeits, patut dicatat, nih!
Icha Rahmanti yang mengarang Cintapuccino memberi tips begini, “Kalau soal topik gue pikir topik apa saja bisa jadi menarik. Tinggal gimana kita ngemas-nya saja, cari angle baru agar sesuatu yang biasa jadi lebih fresh.” Menurut cewek lulusan teknik arsitektur ITB ini, penulis sebaiknya menetapkan tujuan dulu. Misalnya, kita mau tulisan fiksi atau nonfiksi? Kalau sudah punya tujuan, kita jadi tahu, apakah tulisan sudah sesuai sama tujuan. “Tapi, menurut gue, nulis juga sebuah proses. Misalnya, hasil akhir enggak sesuai tujuan belum tentu tulisan itu jelek. Karena proses jadi practice make perfect,” jelas Icha panjang lebar.
Jadi, menulis itu mudah. Semua orang punya cerita, semua orang biasa bikin diary. Kita pun juga. Yang penting nulis, nulis, nulis, dan nulis lalu tawarkan ke penerbit. Yuk, mulai!
Diambil dari: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/06/muda/1191856.htm
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar