Rabu, 02 Juni 2010

Bumi Kesunyian ”Arco Etrusco”

Ribut Wijoto
http://www.sinarharapan.co.id/

Puisi memang tidak bisa dikekang. Puisi ”Arco Etrusco” (antologi puisi Di Atas Umbria, 1999:7-8) dari Acep Zamzam Noor menunjukkan perilaku itu. Sebuah puisi tentang sunyi. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan terakhir (2001) mendefinisikan ”sunyi” sebagai tidak ada bunyi atau suara, tidak ada orang, dan tidak banyak transaksi. Sunyi, suatu kondisi dan situasi yang mirip dengan lengang, hening, senyap, dan sepi. Tetapi puisi Acep tampaknya melampaui artian kamus, melampaui pemahaman publik, dan memilih pemahaman yang amat pelik: sunyi bukan lagi lengang.

Dari mana asalnya sunyi? Ke mana sunyi bertempat tinggal? Bait pertama puisi ”Arco Etrusco”: Kesunyian kita, dibangun dari tumpukan batu dan terowongan-terowongan gelap, lengkung-lengkung tiang dan menara katedral. Kesunyian kita, berlumut pada tembok-tembok dan menjadi undak-undakan waktu yang terus menanjak. Puisi ”Arco Etrusco” telah melampaui konsensus istilah.

Sunyi dipahami bisa terjadi dari segala benda, beragam situasi, bahkan sunyi datang dari tempat-tempat asing. Benda apa pun yang terpegang tangan manusia, seperti kejutan dalam sulap, diubah menjelma sunyi. Tiada benda mampu luput dari identitas kesunyian.

Sunyi memasuki tubuh pergerakan waktu, demikian yang diisyaratkan puisi ”Arco Etrusco”. Sejak lampau, saat sekarang, dan waktu kelak; sunyi senantiasa menggelibat erat. Tidak saja mengikuti, sunyi justru menjadi alat penggerak waktu. Mesin waktu. Ke mana waktu berusaha melangkah, adakah waktu pernah berhenti, sunyi siap mengantarkan. Semisal manusia, sejak lahir hingga kematian, seluruh usianya senantiasa dilekati kesunyian, dihidupi kesunyian.

Penggambaran pola penciptaan situasi sunyi dalam puisi ”Arco Etrusco”, yang bersifat bebas dan tidak terduga, berkesesuaian dengan kinerja ”hyperteks” yang digagas oleh Roland Barthes. Hyperteks dihasilkan dari kompleksitas referensi dan pencitraan. Pengibaratan teks adalah mata rantai elektron yang bergerak bebas dalam lorong pengganda. Seperti sunyi, bahan penciptaan hyperteks bisa berupa bahan apa saja. Seperti sunyi, hyperteks mampu hadir dalam setiap pergerakan waktu.

Hyperteks merupakan representasi dari ketakberhinggaan. Lanjutan puisi ”Arco Etrusco”: Terbaca pada dinding angin, kebisuan mega, dan hujan yang tertahan di udara. Lalu kita menyaksikan semuanya. Gedung-gedung dibangun dan dirubuhkan, jalan-jalan melingkar seperti kata-kata, pohon-pohon meregang dan menyusut. Tapi matahari tetap membakar lubuk tanah dan mayat-mayat tegak dari kematiannya. Semuanya kesunyian kita. Semuanya adalah kesunyian. Sunyi semua. Absolutisitas ini dimungkinkan karena sunyi mengalami pertumbuhan dan percepatan-percepatan. Pada peristiwa apa pun, dan bergerak ke mana pun, manusia akan menemukan kesunyian telah tegar bertengger.

Akrobatik gambaran kesunyian puisi ”Arco Etrusco” menciptakan penafsiran yang amat terbuka. Karena semua adalah kesunyian, berarti semua hal dapat dipahami melalui pemahaman karakter kesunyian. Perluasan medan wacana. Sunyi menghubungkan wilayah-wilayah yang jauh, menghubungkan referensi yang berbeda-beda bahkan berlawanan. Hyperteks. Menurut Kimberly Amaral dalam Hypertext and Writing: An overview of the hypertext medium (1994), ”Tersedia informasi yang berlimpah-limpah di sekitar hyperteks”. Seseorang dilegalkan untuk masuk lewat segala lorong, dan setelah sampai di dalam sunyi, tersedia pilihan lorong yang jumlahnya lebih banyak lagi untuk melanjutkan perjalanan. Semuanya berposisi horisontal, sejajar, dan setara. Tidak ada keutamaan, tidak ada yang lebih penting. Semua penting. Semuanya kesunyian kita.

Sunyi dalam puisi ”Arco Etrusco”, tidak seperti kelengangan sunyi dalam pengertian kamus, dapat dianalogikan dalam kapasitas radio memanjakan pendengar. Sebuah radio menghubungkan pendengar dengan berbagai stasiun pemancar. Pendengar pun memperoleh aneka berita, informasi selebritas, informasi harga cabe, siaran pemerintah, dan pendengar diberi kesempatan berpartisipasi menentukan lagu. Semua ada di radio.

Semuanya kesunyian kita. Menurut Barthes (S/Z), ”Di dalam teks ideal ini ada banyak jaringan (rèseaux) dan ada banyak interaksi, yang tidak saling mengungguli. Ini sebuah galaksi penanda, dan bukannya struktur petanda. Kode siap memperluas cakrawala sejauh pencapaian mata, bahkan melampaui kesanggupan indera manusia.” Asal mula sunyi, tempat-tempat yang disinggahi, referensi yang disajikan, akrobatik ilustrasi, aneka peristiwa yang melatari, dan seluruh penampakan kesunyian dalam puisi ”Arco Etrusco” memang membentuk tamasya tanda. Sebuah galaksi penanda, mengandaikan adanya makna-makna, dan bukannya struktur petanda, kemustahilan makna paten disebabkan tajamnya sindikasi pertentangan dalam setiap materi teks. Makna hanya mungkin untuk diandaikan tetapi tidak mungkin untuk ditetapkan. Begitu banyak wujud kesunyian sehingga mustahil merangkum dalam satu kepastian konsep. Sunyi, tidak sesederhana di dalam kamus, tampil sebagai ketakberhinggaan.

Sunyi dalam puisi ”Arco Etrusco” tentu bukannya tanpa struktur sama sekali. Kata-kata dalam puisi, sekali lagi perlu ditekankan, membentuk jaringan. Tanda-tandanya ada dan bisa dikenali. Berumah pada pergerakan waktu dan berpijak pada kerutan-kerutan ruang. Kesan sunyi ini mungkin cocok dengan pemikiran Jacques Derrida tentang kesatuan konstan Albert Einstein. Pada sebuah simposium di John Hopkins University (1966) Derrida menjelaskan, ”Ia adalah suatu aturan permainan yang tidak menguasai permainan; ia adalah suatu peraturan permainan yang tidak mendominasi permainan”. Sunyi seperti halnya permainan, memiliki peraturan, hanya saja, sama seperti permainan-permainan yang lain tetap masih ada karakter main-main, penuh kejutan, menggoda, sublim, dan tanpa kebakuan. Tidak ada kepastian hukum dalam permainan.

Jaringan kesunyian yang berjubel ilustrasi dan mendekati pola permainan. Hyperteks, ini merupakan tantangan besar bagi strukturalisme. Para pembaca karya sastra yang strukturalis terbiasa mencari makna teks dan memastikan makna hasil pencarian ketetapan. Kerja pencarian makna yang dijalaninya terancam kesia-siaan. Menurut Leo Kleden dalam ”Teks, Cerita dan Transformasi Kreatif” (Kalam, 1997), strukturalisme memang memiliki ciri khusus, ”berpegang teguh pada postulat dasar bahwa arti karya wacana tidak bergantung pada maksud pembicara, pendengar atau realitas yang dibicarakan, melainkan pada struktur teks semata-mata”. Padahal pemaknaan kesunyian dalam puisi ”Arco Etrusco” bergantung kepada kepentingan pembaca. Makna dapat diperoleh sejauh batas horison harapan pembaca, yang tentu saja, arah dan intensitas setiap pembaca berbeda. Makna yang diperoleh pembaca, lebih tepat disebut ”seakan-akan makna”, pada perkara hyperteks, hanya berupa fragmentasi dari sekian ragam makna yang dimungkinkan oleh puisi. Masih banyak makna melingkup dalam kerahasiaan, bahkan melampaui kesanggupan indera manusia.

Bait terakhir puisi ”Arco Etrusco”: Disusun dari tumpukan batu dan kebisuan pintu-pintu, lorong-lorong perkampungan dan labirin tanpa ujung. Kesunyian kita, menghitam pada patung-patung dan menjadi kalimat-kalimat gelap, tapi senantiasa dibaca waktu, dengan matanya yang retak-retak. Kompleksitas sunyi semakin tampak dalam akhir puisi tersebut. Ada disebutkan juga, labirin tanpa ujung, sebuah niat untuk selalu menghindari perhentian gerak. Menghindari makna paten. Labirin. Sunyi yang amat riuh, gaduh, penuh pertautan metafor, sekaligus antarmetafor saling merapuhkan, saling berlawanan, sekadar untuk menuju pembebasan.

Mungkin semestinya, pada setiap diksi, frase, atau penggalan larik puisi ”Arco Etrusco” perlu diberi catatan kaki. Fungsinya menunjukkan keberkaitan puisi dengan segala referensi, dilema pemikiran yang diterjuni puisi, pertentangan antarilustrasi, dan penyesatannya terhadap realitas. Lebih dari itu, catatan kaki perlu untuk memaparkan bahwa segala yang dirujuk oleh puisi tidak selamanya memiliki pertautan di luar teks.

Catatan kaki terhadap puisi ”Arco Etrusco”, apabila dikonkretkan, tentu akan menghasilkan pasar raya teks naratif. Jaringan referensi yang tidak membentuk keutuhan referensi, seakan hanya kebetulan bertempat dalam satu teks. Kondisi yang mirip dengan seseorang yang secara serentak membunyikan 40 radio, merk radionya sama, dengan stasiun pemancar yang berbeda-beda. Bingar. Sulit dibayangkan ada orang mampu berkonsentrasi terhadap 40 fokus suara. Memakai logika terbalik, puisi mampu merekat beragam referensi dalam satu (hyper)teks. Keajaiban, penciptaan puisi tentu bukan suatu keajaiban, hanya saja potensi referensi puisi layak untuk dihormati, layak untuk dipelajari.***

Penulis adalah esais sastra, tinggal di Surabaya

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir