Jumat, 21 Mei 2010

PIKIRAN SALAH YANG DIPERTAHANKAN

Judul Buku : Delusi
Pengarang : Supaat I. Lathief
Jenis Buku : Novel
Prolog : Maman S Mahayana
Epilog : Herry Lamongan
Penerbit : PUstaka puJAngga, Lamongan, Januari 2010
Tebal Buku : 224 hlm; 12 x 19 cm
Peresensi : Imamuddin SA.

Mitos, kepercayaan, keyakinan dan keimanan merupakan satu hal yang utuh. Dapat diibaratkan dengan segelas teh atau susu. Membangun paradigma yang sulit terpisahkan. Dalam sebuah mitologi, orang yang percaya akan adanya roh halus, ia secara tidak lansung telah meyakini akan keberadaannya. Apabila ia telah yakin, keimanan pun tumbuh dalam hati kecilnya meski itu hanya seberat biji dzarrah.

Membaca Delusi, kita akan diajak menyelam jauh lebih dalam tentang perjalanan mitos yang berkembang di masyarakat Jawa. Pikiran kita seolah dibangkitkat kembali akan fenomena budaya Jawa klasik yang dalam modernitas ini lahan-perlahan mulai terkikis oleh budaya-budaya baru. Kita diajak kembali menengok akar budaya bangsa. Selain itu kita akan dihidangkan dengan eksistensi penyebaran agama Islam sebagai pewarna dalam tradisi kejawen. Tidak menolak, tetapi larut seperti gula ke dalam air. Dengan ajaran agama Islam, tradisi kejawen menjadi lebih manis jika dirasakan oleh kebanyakan masyarakat.

Kisah dalam Delusi mengambil Desa Woh sebagai setting utamanya. Desa tersebut merupakan suatu desa yang masyarakatnya masih menunjukkan intensitas tinggi terhadap kepercayaan dengan danyang. Yaitu makhluk halus penguasa desa yang memiliki kekuatan supranatural yang dipercaya sebagai pemberi rezeki, pelindung, pemberi keberuntungan dan mala petaka. Taraf berfikir masyarakat desa tersebut rata-rata masih terbelakang. Tidak aneh jika kehidupan masyarakat tampak primitif, buta aksara, tuna pengetahuan, bahkan gagap religius.

Melalui tokoh Madun, kisah ini dikembangkan. Meskipun itu ada cukup banyak tokoh di dalamnya, seperti Pri, Qin, Masyarakat, Karmin (Bapak Madun), Pasinem (Ibu Madun), Pak San (seorang guru), Ki Wasesa, Karti, Sarmili, Kasmin, Karmin, Bu Nis, Pak Kasan, Pak Darmo. Madunlah yang menjadi pembuka konflik mitos dalam Delusi ini. Cerita ini bermula ketika Madun sedang diajak ayahnya pergi ke sawah. Ia memakan sesajen untuk para danyang yang ditempatkan di sawah. Padahal dalam mitos masyarakat, setelah sesajen disajikan, tidak seorang pun yang diperbolehkan menyentuhnya, apalagi sampai berani memakannya. Jika hal itu dilakukan oleh seseorang, maka ada indikasi danyang akan marah dan orang tersebut akan terkena mala petaka, bahkan seluruh masyarakat pun akan terkena mala petaka juga.

Setelah memakan sesajen itu, Madun tiba-tiba jatuh sakit. Sakitnya, sakit perut. Ibunya merasa bingun dengan sakitnya Madun. Ia ke sana-ke mari membelikan obat untuknya tetapi semua obat di warung habis. Katanya sudah dibeli warga yang anaknya juga mengalami sakit perut. Saat itu Bapak Madun, sempat bercerita kepada istrinya tentang ulah Madun yang memakan sesajen di sawah. Saat mendengar cerita itu, Ibu Madun sedikit kaget. Ia lantas berfikiran bahwa sakit Madun akibat tulah danyang sebab sesajenya telah dimakan anaknya. Selain itu, akibat ulah Madun anak-anak yang lain juga terkena getahnya. Mereka mengalami sakit seperti yang dialami Madun. Pada dasarnya Bapak dan Ibu Madun tidak percaya dengan tahayul tentang danyang-danyang dan sesajen. Tapi pada akirnya mereka ikut arus masyarakat karena takut dengan masyarakat yang lain yang mempercayai dengan tahayul itu. Ibu Madun lalu bertanya kepada suaminya, apakah ada orang yang tahu tentang ulah Madun yang memakan sajen itu. Suaminya pun menjawab bahwa tidak ada orang yang tahu kecuali dia sendiri dan Pri yang telah diberitahu oleh Madun. Tapi ia menyarankan agar tidak hawar kepada Pri. Sebab Pri telah didoktrinnya bahwa Madun telah membohonginya. Dan Pri pun mempercayainya.

Tak lama kemudian timbul desas-desus tentang wabah penyakit yang menyerang anak-anak Desa Woh. Warga beranggapan bahwa penyakit tersebut akibat balak dari danyang desa. Hati Bapak dan Ibu Madun semakin was-was mendengar ungkapan itu. Mereka takut bahwa warga telah tahu tentang ulah Madun yang memakan sesajen para danyang. Tapi tidak, warga beranggapan lain. Mereka berfikir kalau wabah itu dipicu oleh sikap dan ulah anak-anak yang kerap bermain di kali dengan seenaknya saja. Anak-anak kerap merigis dan membuat mainan kali sesuka hati mereka. Bagi mereka, sebab itulah anak-anak banyak yang sakit. Dan kali harus segera diberi sajen yang lebih banyak.

Hampir seluruh orang mengiyakan dan menyiapkan sajen untuk kali tempat mandi Madun, Pri, dan Kawan-kawannya. Mereka menyiapkan sesajen dan akan melakukan upacara di kali malam hari secara bersama-sama. Tak ketinggalan juga dengan Bapak dan Ibu Madun. Biarpun mereka berdua sudah tak percaya lagi dengan balak dan danyang, namun mereka takut akan keirian warga yang akan menimbulkan masalah. Jadi ibu Madun menyiapkan sesajen sederhana. Bapak pun mengikuti upacara di kali dan menaruh sesajen di sana bersama warga yang lain.

Suasana seperti itu masih kental dilakukan oleh masyarakat Desa Woh. Ritual untuk para danyang dan sesajen-sesajen kerap dilakukan ketika ada setiap permasalahan yang timbul di desa itu. Mereka masi merasa bahwa permasalahan-permasalahan yang menimpa warga desa adalah balak dari danyang akibat dari perilaku yang menyimpang oleh masyarakat atau anak-anak. Selain itu ritual untuk para danyang dengan sesajen-sesajen itu dilakukan ketika warga desa banyak memperoleh keberuntungan yang melimpah ruah dari hasil pertanianya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, dengan masuknya ajaran agama Islam di desa itu, praktik ritual untuk para danyang sedikit bergeser persepsi dan pelaksanaannya. Sesajen kini tidak lagi dibiarkan membusuk dan sia-sia tak termakan. Ritual itu selanjutnya bergeser menjadi upacara doa-doa yang dilanjutkan dengan memakan seluruh sesajen yang ada oleh warga yang hadir. Fenomena itu terasa diakhir ceritanya. Diakhir cerita, para warga mengadakan syukuran atas kondisi desa yang gema ripa lohjinawe. Masyarakatnya tentram dan damai. Selain itu, di desa tersebut kemudian didirikan sebuah masjid sebagai tempat ritual keagamaan ajaran agama Islam yang lahan-perlahan mulai dipeluk oleh setiap warga.

Novel Delusi ini dibangun dari beberapa sub judul. Ada dia belas sub judul di dalamnya. Kedua belas sub judul itu adalah: Tingkah Sumbang, Simpang Keindahan, Tengah Kumamang, Tepian Langkah, Padang Rimba, Runtuhan Senyum, Lukisan Kedamaian, Lukisan Fatamorgana, Tarian Termanis, Pekat Kepalsuan, Samar Keutuhan, dan terakhir ditutup dengan Perayaan Delusi. Secara keseluruhan, novel ini enak untuk diapresiasi oleh pembaca. Di dalamnya terdapat nilai-nilai katarsis yang layak direnungkan. Tentang nilai-nilai budaya Jawa dan tentang waham atau tahayul yang kemudian tercerajkan oleh iman Islami. Alur yang dibangunnya begitu juntrung. Bahasanya sederhana dan komunikatif sehingga tak melelahkan saat dilakukan proses apresiatif.

Akan tetapi, novel ini tampaknya kurang memberi keleluasaan penikmat untuk berimajinasi lebih jauh. Kisahan novel ini tersaji sangat hitam putih. Bahkan untuk proses percintaan antara Karmin dan Pasinem hingga menjadi suami istri pada kehidupan masyarakat tahun 70-an terlalu sederhana. Tidak ada kesan yang menggigit dalam perjalanan ke pelaminan. Padahal mereka notabenenya adalah berasal dari desa yang kultur masyarakatnya berbeda jauh, baik dari pendidikan, agama, kebudayaan, dan lain-lain. Selain itu suasana batin Karmin dan Pasinem hampir tidak tersentuh. Dari setting antara Desa Woh dan Desa Legi terasa berat sebelah. Padahal desa ini bersebelahan. Kedua desa itu memiliki kultur masyarakat yang berbeda jauh. Seolah-olah Desa Woh berada di bawah permukaan bumi. Desa Legi jauh lebih maju dan warna-warni, tak sebanding dengan Desa Woh yang berantakan lahir-batin. Meskipun begitu, pembaca akan menemukan sesuatu yang lain dan lebih dari novel ini. Sebab novel ini berusaha menggali, mengungkapkam, dan menawarkan persoalan etnisitas yang dikemas dalam kisah nostalgia: tentang potret anak desa, sistem kepercayaan, dan segala aspek yang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat pedesaan di Jawa. Di dalamnya, pembaca akan berjumpa dengan sesuatu yang eksotik dan menawan. Selanjutnya, selamat menikmati dan mengapresiasi.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir