Rabu, 10 Maret 2010

Horor Timor Timur

Judul: Pembantaian Timor Timur, Horor Masyarakat Internasional
Penulis: Joseph Nevins
Penerbit: Galang Press, Jakarta
Cetakan: Pertama, Juli 2008
Tebal: xxiii+375 halaman
Peresensi: Muhammadun A.S
http://m.suaramerdeka.com/

TIMOR TIMUR telah resmi menjadi menjadi negara merdeka sejak 20 Mei 2002, ketika Pemerintah Peralihan PBB di Timor Timur menyerahkan pemerintahan kepada pemimpin politik negara itu yang dipilih secara demokratis. Kemerdekaan yang diraih Timor Timur ternyata menyisakan ragam potret buram politik yang tak kunjung usai sampai sekarang. Berbagai tragedi kemanusiaan masih terus bergetayangan di tengah gejolak politik lokal, regional, dan internasional. Timor Timur masih menjadi “negara muda” yang stabilitas politik dan ekonominya masih sangat rentan konflik kepentingan. Terlebih bila dikaitkan dengan tragedi masa lalu yang penuh darah dan pembantaian.

Buku ini mencoba menelusuri wajah buram politik yang terjadi di Timor Timur. Dengan gaya bahasa tutur dan telusur, penulis menyajikan gejolak politik Timor Timur sepanjang 1999. Pada 1999 inilah Timor Timur dipertaruhkan dalam peta gejolak politik global. Rakyat Timor Timur menentukan nasibnya pada referendum, 30 Agustus 1999. Pada 4 September 1999, hasil referendum diumumkan, dan rakyat Timor Timur menikmati alam kekebasan, merdeka dari jerat kuasa Indonesia.

Alam kebebasan yang dinikmati ternyata adalah sebuah “titik nol” kehidupan. Masa lalu yang dilalui, yang dipenuhi dengan darah dan pembantaian, akhirnya jatuh kepada kebebasan yang juga hampir sama: ketidakadilan masih terus bergelora. Berdasarkan Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Timor Timur yang dibentuk oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) melaporkan adanya persekongkolan yang menjadi dasar bagi aksi kekerasan yang kemudian terjadi secara sistematis dan terencana. Antara lain adalah gelontoran dana yang yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemda dan alokasi anggaran rutin pembangunan daerah dan dana pengamanan jartingan sosial (JPS) untuk membiayai pembentukan dan perekrutan anggota pamswakarsa.

Tindakan Kejahatan

Bukan hanya itu TNI terbukti juga memasok berbagai persenjataan kepada para milisi. Mulai dari jenis SKS, M-16, Mauser/G-34, granat, pistol, termasuk sejumpah senapan rakitan. Sepanjang September hingga Oktober 1999, di berbagai wilayah di Timor Timur terjadi berbagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. KPP HAM Timor Timur melaporkan terjadi berbagai tindakan pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, pembumihangusan dan pembunuhan, pemindahan dan pengungsian paksa, serta perusakan dan penghilang barang bukti.

Sejumlah kasus yang paling menonjol adalah pembantaian di gereja Liquica, pembunuhan warga Kailako di Bobonaro, penghadangan rombongan Manuel Gama, eksekusi penduduk sipil di Bobonaro, penyerangan rumah Manuel Carrascalao. Juga kerusuhan di Dili, penyerangan diosis Dili, penyerangan rumah Uskup Belo, pembakaran rumah penduduk di Maliana, penyerangan kompleks gereja di Suai, dan pembunuhan di Polres Maliana. Termasuk pembunuhan wartawan Belanda Sander Thoenes serta pembunuhan rombongan rohaniawan di Lospalos (halaman xxii).

Penulis memotret berbagai tragedi kemanusiaan tersebut secara langsung dan empirik. Penulis berada di tengah kekacauan dan amuk massa pada 1999. Penulis melihat sendiri sebuah tragedi pembantaian dan pembunuhan secara tragis dan mengenaskan. Bagi penulis, semua tragedi menjadi sebuah pertanyaan dan gugatan reflektif ihwal karut-marut kemanusiaan yang terus terjadi di berbagai belahan dunia. Buku ini, bagi penulis, minimal menjadi sebuah media bergumam, media mengkritik, dan media evaluasi di tengah berbagai tragedi mengenaskan dunia yang terus terjadi tanpa henti. Penulis sadar bahwa tragedi yang terjadi di Timor Timur tak bisa dipotret seutuhnya, secara sempurna, tetapi penulis melihat bahwa tragedi itu harus disuarakan. Biar tragedi itu menjadi keprihatinan masyarakat dunia.

Kenapa harus disuarakan? Karena tragedi pembantaian ternyata telah lahir puluhan tahun sebelumnya. Di bawah hegemoni Indonesia, Timor Timur menjadi daerah yang termarginalkan, jauh dari pusat peradaban, dan selalu dikibarkan sebagai daerah tertinggal berbasis kemiskinan. Masa yang marginal tersebut ketika diberontak, ternyata akan bertemu tembok kuasa Orde Baru yang sangat kuat. Terjadilah pembungkaman, bahkan kalau perlu pembunuhan bagi aktivis dan politisi lokal yang akan berani menggugat kekuasaan Indonesia. Militer Indonesia kemudian bertindak dengan penuh sewenang-wenang dalam memperlakukan masyarakat Timor Timur.

Boneka Kekuasaan

Masa yang senyap tersebut ternyata juga ditambah dengan aroma masa depan yang menyakitkan. Kembali menjadi bangsa sendiri, Timor Timur masih dihegemoni oleh PBB lewat UNAMET yang menjadikan Timor Timur sebagai boneka kekuasaan yang terkatung-katung. Sementara rakyat Timor Timur yang serakah dengan kekuasaan baru yang akan diterima, ternyata justru saling berebut kuasa di pemerintahan. Praktis, rakyat Timor Timur hanya menikmati kesengsarakan yang terus diciptakan manusia tiran yang serakah dan haus kekuasaan.

Penulis melihat kondisi tersebut sebagai “keadilan di titik nol”. Artinya, masa lalu ternyata meletakkan dasar ketidakadilan yang sangat kuat. Masa lalu justru menjadi teladan meruntuhkan saudara sendiri. Masa lalu justru menjadi kekayaan baru dalam menyusun strategi merebut kekuasaan. Sementara masa depan yang sedang datang hanyalah ilusi kebenaran tanpa keadilan yang berarti. Artinya, walaupun menikmati kebebasan, ternyata ketidakadilan tidak ditegakkan. Semua sibuk berebut pengaruh.

Ya, kejahatan kemanusiaan dan tragedi keruntuhan hak asasi manusia (HAM) di Timor Timur menjadi sebuah contoh buruk dalam sejarah kelam sebuah peradaban manusia. Walaupun baru-baru ini Indonesia dan Timor Timur mencoba mengakhiri berbagai tragedi HAM lewat kesepakatan bersama, tetapi fakta empirik yang telah terjadi akan tetap menyisakan trauma sejarah yang kelam dan menyesakkan. Manusia memang suka menjatuhkan saudara sendiri. Kedamaian dan keadilan seolah menjadi mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan. Itulah yang dirasakan penulis buku ini. Tragis!

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir