Syarif Hidayatullah
http://www.lampungpost.com/
Kaukah itu yang datang di malam hari atau itu hanya angin belaka? Entahlah, yang jelas perempuan itu selalu menanti Jibril lantaran tahajud terus mengalir di tubuhnya dan malam selalu membisikinya tentang arti kehidupan.
Sejenak ia renungi angin gurun, mencoba menaksir apakah ada kehidupan yang lebih indah tanpa ada cobaan? Siluet api bergerak, membenturkannya kembali untuk mengingat Jibril, adakah kau yang datang malam hari?
Belum sempat air matanya menitik menjelma bongkahan kesedihan. Perempuan itu tergerak seketika setelah mendengar geliat anaknya di atas kasur. Dilihatnya anak itu seperti malaikat yang terbaring. Akankah kau menjadi malaikat, anakku? Ia mengecup kening anaknya. Anaknya kembali terdiam.
Di kamar yang kecil itu, kembali ia rebahkan tubuhnya. Kerut kening di wajahnya semakin membias. Wajahnya menampakan luka yang semakin mendalam. Ia raba punggungnya perih. Bekas luka terkena air panas itu masih belum kering juga. Jam berdetak semakin cepat. Tengah malam sudah ia lewatkan. Pagi benar ia harus segera bangun atau luka di tubuhnya akan bertambah lagi. Ia berusaha memejamkan matanya. Namun semakin keras ia paksakan dirinya untuk tidur, matanya semakin kehilangan rasa kantuk. Ia semakin khawatir. Ia tidak mau kejadian itu menimpanya lagi. Kejadian yang membuatnya dimarahi habis-habisan oleh Hazayeb yang tidak lain adalah mertuanya sendiri.
Hazayeb terperanjak kaget ketika melihatnya pingsan. Bukan karena ia merasa kasihan, bukan pula karena iba, melainkan ia begitu dongkol. Tamunya yang datang malah bersimbah air teh yang seharusnya dijamukan.
"Fatimah, apa yang kau lakukan?!" hardiknya kasar. Fatimah yang terjatuh karena kelelahan hanya memandangnya samar. Mikail melihatnya di kejauhan. Sejenak ia terhenti untuk memainkan kafayeh yang diberikan Fatimah. Anaknya itu menghampiri ibunya. Menatap Hazayeb dengan tatapan penuh amarah.
"Apa yang Kakek lakukan. Kenapa Kakek selalu memperlakukan ibu dengan kasar?!" Anak berumur 12 tahun itu menatap kakeknya dengan wajah yang garang.
"Jangan sebut aku Kakek! Ingat, kau dan ibumu hanya pembantu!" Jawabnya dengan nada angkuh.
"Tapi ayah adalah anakmu?!" kembali Mikail menentang.
"Dasar anak kurang ajar."
Satu pukulan keras menghantam pipi Mikail. Mikail jatuh linglung di samping ibunya. Ibunya mendekapnya penuh kasih sayang, sambil kemudian bangun dan pergi dengan tertatih-tatih.
Perempuan itu memeluk erat tubuh Mikail, malaikat kecilnya. Sejenak malam menjadi hening, kemudian perasaan itu kembali datang. Kaukah itu yang datang di malam hari atau itu hanya angin belaka?
"Fatimah, ambilkan aku segelas kopi!" Belum selesai ia menghangatkan air panas, Hazayeb kembali memanggilnya dengan teriakan yang terdengar mirip seperti auman serigala.
Sambil membawa segelas kopi hangat, Fatimah menghampiri Hazayeb yang berada di ruang tamu. Di atas meja ada selembar surat, Hazayeb segera mengambil surat itu setelah menyadari Fatimah sedang berusaha membaca surat itu.
"Apa yang kau lihat?" tanya Hazayeb kasar.
Fatimah segera meninggalkan Hazayeb sendirian. Namun sebelum jauh ia meninggalkan, terdengar jerit marah-marah dari kamar mandi. Ternyata itu istrinya Hazayeb, Shafra. Dengan tubuhnya yang tambun ia memaki-maki Fatimah.
"Ada apa istriku?" tanya Hazayeb.
"Biasa, Fatimah," ujarnya ketus. Fatimah menunduk.
"Sudah kubilang! Setiap aku mandi kau harus menyiapkan air hangat untukku!"
Kembali hal sepele dipermasalahkan. Dulu hanya karena perempuan itu pergi tanpa izin, perempuan itu dimarahi habis-habisan. Padahal, perempuan itu keluar semata-mata untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang telah menipis. Namun, penjelasannya itu tak diterima mereka sama sekali. Mereka malah terus mencaci makinya tanpa ampun dan tidak jarang ocehan mereka itu diikuti oleh pukulan-pukulan yang cukup keras.
Fatimah tidak bisa berontak, ia hanya bisa menunduk dan bersabar. Karena itulah yang selama ini diperintahkan Jibril. Ya Allah, sampai kapan kau menakdirkanku untuk hidup bersama dua orang tua ini. Kapan Jibril kau kirim untukku? Kapan ia akan datang untuk membawaku terbang? Terbang hingga menuju arsy-Mu! Gelisah hati Fatimah kembali membahana di relung jiwanya.
Namun, hanya omelan dua orang suami-istri yang didengarnya. Di luar angin semakin gaduh meramalkan cuaca. Tapi tak sebegitu gaduh hatinya.
Malam kembali melajang, bintang berkedip sesaat sebelum akhirnya kembali terang. Suara radio terdengar serak-serak basah mengilhami malam. Radio bercerita tentang meledaknya perang antara tentara intifada di Al-Quds terjajah dan Negehev, diikuti dengan kabar mundurnya pasukan Israel. Hatinya membahana. Akankah kau mengetuk pintu malam ini, lalu mencium keningku?
Malam kembali tak berbicara. Tidak pula memberinya kepastian esok matahari akan terbit sempurna. Kini tahajud kembali menenggelamkan dirinya dalam ayat-ayat Tuhan. Sederet tangis menjelma gerimis.
***
Dari ruang dapur, perempuan itu sudah bisa menebak bahwa ada tamu di depan. Namun, kenapa Hazayeb tidak pula memanggilnya? Perempuan itu menjadi begitu penasaran. Air panas yang sedang bergemuruh segera ia tuangkan ke dalam bak kamar mandi. Kali ini, Shafra tidak akan mengomel lagi padaku, ujarnya dalam hati.
Perempuan itu bergegas menuju ruang tamu. Beberapa orang berbaju tentara sedang berdiri di depan pintu. Wajah mereka ditutupi oleh kafayeh. Ya Allah! Kejutan apa yang kau kirim kepadaku? Pasti kau mengirim Jibril kepadaku! Pasti! Fatimah membatin.
Namun tak pula ia menemukan mata khas Jibril, mata yang selalu menggodanya ketika ia pulang dari masjid. Mata yang membuatnya memutuskan untuk menjadi bidadari di sisinya. Mata yang selalu memberikan dirinya secercah cahaya.
Masih teringat di otaknya ketika ia dan suaminya membangun rumah bersama. Ketika itu Mikail tersenyum bahagia walaupun umurnya masih menginjak 8 tahun. Mikail berteriak begitu senang, semua tersenyum memandangnya. Perempuan itu tersenyum sedikit mengenang hal tersebut.
Namun senyumnya tiba-tiba pudar, ketika ia mengingat pada suatu malam suaminya datang dengan membawa ayah dan ibunya, entah apa yang membuat mereka mau berkunjung pada keluarganya yang selama ini tidak pernah mereka restui.
Semula perempuan itu begitu senang menyambut mereka, karena itu berarti pernikahan mereka telah direstui. Suaminya menjelaskan bahwa rumah yang selama ini dijadikan tempat tinggal oleh mereka di Al-Quds terjajah telah digusur secara paksa oleh tentara Israel. Hal itu semata-mata dilakukan oleh tentara Israel demi menjalankan program Cleaning Etnic. Padahal, itulah satu-satunya kekayaan mereka. Hal inilah yang membuatnya bertambah yakin. Mertuanya pasti akan benar-benar menerimanya sebagai menantu.
Sebetulnya ia tidak pernah mengira hal ini benar-benar terjadi pada dirinya. Setelah suaminya memutuskan untuk bergabung dengan tentara intifadah di daerah tempat rumah mereka selama ini tinggal. Ini pasti bujukan kedua orang tuanya, mereka masih tidak rela harta mereka dirampas. Salah satu alasan yang membuatnya yakin adalah karena selama ini suaminya tidak pernah mengikuti perang.
Beberapa hari setelah kepergian suaminya, keadaan sedikit demi sedikit berubah. Kedua orang tuanya memperlakukannya seperti pembantu. Bahkan, ketika ia sakit karena kelelahan mereka masih memaksa dirinya untuk bekerja. Beberapa kali ia melihat Mikail dipukul lantaran membela dirinya. Ternyata, anggapan yang selama ini diyakininya salah. Hazayeb dan Shafra tidak pernah menerima dirinya sebagai menantu walaupun diri mereka kini tidak mempunyai apa-apa, kecuali harta anaknya.
Perempuan itu tersadar dari alam khayalnya ketika anaknya Mikail datang lalu memeluknya. Ia kembali mencari mata Jibril dari balik kafayeh yang menutupi tentara khas Palestina.
"Jibril tidak pernah berbohong," kata seorang yang kafayeh-nya mulai dibuka.
"Ya, kau seperti bidadari. Tidak salah lagi, kau seperti bidadari," ujar yang lain yang juga mulai membuka kafayeh-nya.
Ketiga orang tamu itu masih berdiri di sana, wajah mereka tampak begitu lelah. Pasti bermil-mil telah mereka lewati. Perempuan itu tersipu sedikit lantaran pujian yang selama ini tidak pernah ia terima.
"Kau juga Nak, kau mirip seperti Jibril," kini seorang telah memegang dagu Mikail. Mikail tersenyum.
"Apakah ayah seperti saya?" tanya Mikail pada perempuan yang terus mencari bayangan mata suaminya. Hazayeb tampak diam membisu di depan pintu.
"Ya tentu," jawab salah seorang dari mereka. "Kau akan menjadi malaikat sepertinya!"
"Di mana ayah sekarang?" tiba-tiba Mikail bertanya. Pertanyaan yang sebetulnya membenak sedari tadi di dada perempuan itu.
Tiga orang itu tiba-tiba memasang muka sedih. Perempuan itu dapat membaca, pasti ada yang tidak beres dengan suaminya.
"Kenapa? Ada apa dengan suamiku?"
Mereka bisu. Mikail bertanya-tanya dengan matanya yang berkilau.
"Di mana suamiku?" tanya perempuan itu dengan suara yang terdengar sangat panik.
Mereka masih bisu. Tak ada kata yang harus diucapkan, kecuali wajah yang menunduk untuk ikut membelasungkawa.
"Maaf, kami hanya bisa memberikan ini," suara seseorang memecahkan keadaan.
Sebuah surat yang sama persis dengan surat yang sering ia lihat disembunyikan oleh Hazayeb ketika ia ingin mengetahuinya. Perempuan itu meraba surat itu. Sebelum pergi, ketiga orang itu berbicara bahwasanya mungkin ini surat terakhir darinya. Jibril selalu membuat surat seperti itu untuk istrinya. Sejenak perempuan itu memandang Hazayeb, Hazayeb tampak diam membisu seakan ingin terus menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Perempuan itu kembali masuk ke dalam kamarnya yang kecil. Mikail berjalan di sampingnya.
"Apakah itu dari ayah?"
Perempuan itu tidak menjawab. Hanya kesunyian yang dapat memahami jawabnya.
Ia buka surat itu. Sebuah foto kumal berisi dirinya, Mikail serta Jibril yang berdiri di depan rumah yang baru saja dibangun. Ia menitikan air mata. Kembali ia mengambil secarik kertas dari dalam surat itu. Beberapa baris puisi menggaris di atasnya. Tulisan khas Jibril, yang tak pernah ia lupakan.
Kelak surga akan mempertemukan kita/Seperti ziarah lautan menuju benua
Tapi tidak sekarang, tidak pula esok/Karena sekarang dan esok hanyalah kekekalan yang fana.
Air matanya makin menderas. Mikail memeluknya hangat, air matanya pun berlinang. Terdengar teriakan Shafra menggelegar di kamar mandi, diikuti teriakan kemarahan Hazayeb yang melihat istrinya melepuh. Tapi tak ia hiraukan. Sebab tiada hal yang lebih perih selain penantian, penantian menunggu Jibril.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar