Selasa, 02 Desember 2008

Lorca dan Magi Puisi

Angela
http://www.korantempo.com/

Karya Lorca memadukan unsur tradisional dan tema kontroversial.

Sekali waktu, Joko Pinurbo, penyair sederhana yang disayangi banyak orang, pernah berkata tentang puisi. "Kerja bermalam-malam membangunkan alam bawah sadar, mencatat kehidupan sekeliling, memain-mainkan kata, memadukan paradoks dan ironi dengan usaha keras luar biasa". Dan setelah itu menyihir pembacanya.

Pinurbo sedang bicara tentang puisinya sendiri. Tapi bermain-main dengan perangkat kata yang dikumpulkan dari alam bawah sadar serta paradoks dan ironi luar biasa itu juga sudah lebih dulu melambungkan nama Federico Garcia Lorca.

Kekuatan Lorca terletak pada kemampuannya menjadikan puisi sebagai alat untuk memukul pembacanya, mengajarkan sesuatu, menuntun orang untuk kembali ke suatu tempat. Jauh-jauh hari, Lorca memang mengakui kemampuannya "membangunkan unsur mistik dalam puisinya". Lorca menyebutnya duende. Roh suci orang-orang gipsi. Semacam roh penjaga yang mengendap dalam puisinya. Kadang-kadang ia membangunkannya lewat kata-kata yang dahsyat, tidak jarang pula hanya berwujud dalam kalimat-kalimat sederhana.

Kemampuan Lorca itu lahir dari kesukaannya pada Flamenco, seni musik rakyat Spanyol. Flamenco berawal dari tradisi gipsi, Deep Song. Orang Spanyol menyebutnya cante jondo. Irama inilah yang tampak pada banyak karyanya. Rima yang berulang-ulang, yang tidak muncul pada kebanyakan puisi pada pengujung tahun 1920-an dan awal 1930-an. Tidak heran jika saat berdiam di New York, ia dikenal sebagai penyair Andalusia, seniman gipsi yang berdendang lewat puisinya.

Puisinya yang berjudul City That Does Not Sleep (1929)--yang berkisah tentang New York--dengan jelas menguarkan gaya berdendang:

Careful! Be careful! Be Careful!
The Men who still have marks of the claw and the thunderstorm

Pengaruh itu juga tampak pada banyak naskah drama yang ia bikin. Selain Gypsy Ballad yang sudah banyak dikenal publik, ia juga memasukkan elemen tradisional Andalusia pada Thus Five Years Pass, The Public (yang secara gamblang menggambarkan kehidupan homoseksual), dan Donna Rosita.

Tidak hanya dalam karya, ketertarikannya pada tradisi gipsi itu tampak pula pada kepeduliannya pada aktivitas yang berhubungan dengan itu. Salah satu kuliah terkenalnya yang disampaikan di Argentina--tiga tahun sebelum meregang maut--berjudul Theory and Play of the Duende. Dalam kuliah itu ia mengekplorasi kaitan duende dan puisi.

Ketertarikannya pada unsur tradisional berkembang lebih luas saat ia bermukim di New York. Di kota itu ia menggali unsur surealisme dan spiritual budaya Afrika-Amerika. Ia mengeksplorasi jazz, musik Latin, yang diakuinya sendiri banyak berkaitan dengan budaya nenek moyangnya. Tidak heran jika membaca puisi Lorca orang tidak ubahnya memelototi sebentang lansekap yang kaya detail dan ornamen.

Meski napas tradisional sangat menguasai karya-karya Lorca, tema yang ia tampilkan sesungguhnya amat beragam. Saat menjalin pertemanan dengan seniman Salvador Dali dan sineas Luis Buñuel, aroma surealis menguar dengan jelas. Kali yang lain ia asyik dengan puisi cinta yang suram dan penantian akan maut yang mencekam. Duo puisi Gaciela of the Memory of Love dan Gaciela of Distracted Love adalah puisi cinta sekaligus maut yang menggambarkan kemuraman hidup Lorca.

Tema-tema yang kontroversial, seperti kehidupan percintaan sejenis, gugatan atas nilai-nilai sosial, juga mendominasi karya-karya puisi dan naskah panggungnya. Ini pula yang mendatangkan nasib buruk pada karyanya, bahkan setelah bertahun-tahun ia menjemput maut. Banyak naskah yang terpaksa disensor dan tidak beredar di kalangan luas karena dianggap tidak layak dibaca. Ini diperburuk pula dengan banyaknya naskah yang raib dan terbakar pada tahun kematiannya.

Ada sebuah naskah drama yang ia beri judul Oda a Walt Whitman, yang mengendap belasan tahun dan hanya bisa ditampilkan di tengah kalangan terbatas. Penggalan soneta Sonetos Amor Oscuro yang memuat kehidupan homoseksual Lorca bahkan tidak bisa dibaca hingga awal 1980-an.

Teks-teks berkonotasi seksual yang sangat pekat kabarnya sempat pula dicerabut dari bagian Poet in New York yang diterbitkan pada awal 1930-an. Puisi Habla la santísima Virgen bahkan tidak ditemukan lagi hingga sekarang. Kabarnya, teks pada puisi itu memuat hubungan seks dan agama.

Ada pula yang tidak kalah nyentrik dari sisi alur ceritanya. Sebuah naskah drama yang dibikin di ujung usianya, Lorca bahkan membikin tokoh utamanya mati digebuki penonton. Tidak aneh, bahkan saat ia masih memimpin teater keliling La Barraca, banyak naskah yang tidak bisa dimainkan di atas panggung.

Meski sensor pemerintah Spanyol lenyap setelah kekuasaan Jenderal Franco berakhir pada 1975, sensor institusi keagamaan tetap berlaku jauh setelah itu. Sebagian besar tidak terlalu nyaman dengan eksplorasi tema seks yang begitu gamblang, sebagian tidak siap menyerap pikiran-pikiran baru milik Lorca.

Meski penolakan dan penyumpalan naskahnya terjadi bertahun-tahun lamanya, Lorca tidak kehilangan pengikut. Sejarah mencatat ia menjadi satu-satunya penyair Spanyol paling berpengaruh pada rentang masa yang sangat panjang.

Lorca tidak bisa memberi kesaksian pada pengaruh karyanya itu. Namun puluhan tahun setelah kematiannya, banyak penyair yang mengikuti jejaknya. Vicente Aleixandre, Pablo Neruda, Francisco Ayala, Luis Cernuda, Cipriano Rivas Cherif, Rafael Martínez Nadal, Giner de los Ríos, Guillermo de Torre, Manuel Altolaguirre, José Bergamín, dan Manuel Benítez Inglott, menjadi rangkaian panjang pemuja Lorca.

Di Indonesia, orang tidak bisa tidak harus mengakui citraan Lorca mengalir dalam darah Rendra. Sebagaimana Lorca, Rendra juga bisa membikin puisi menjadi sebuah pertunjukan spektakular. Serupa Lorca pula, Rendra menunjukkan balada sebagai kekuatan puisi tak terbantahkan.

Karena terlampau identik itu pula, tidak heran jika banyak yang menduga Rendra sudah tidak sanggup lepas dari bayang-bayang Lorca. Mendiang Subagio Sastrowardoyo yang penyair dan kritikus sastra menyebut Rendra terlampau kuyup terbenam dalam pengaruh Lorca. Ia menunjukkan "dakwaan" itu dalam studi komparatif karya keduanya. Subagio juga membeberkan studi komparatif itu dalam bukunya Sosok Pribadi dalam Sajak (1980). Subagio melihat banyak citraan pada balada Rendra yang memikat itu sebagai alih bahasa dari citra-citra sajak Lorca.

Rendra, dalam banyak kesempatan, mengakui ia membaca puisi-puisi Lorca. Namun untuk menyebutnya menjiplak, "Itu yang harus dibuktikan," katanya.

Selain Rendra, yang tampak terpesona pada karya Lorca adalah mendiang Ramadhan KH dan Asrul Sani. Sebagai dramawan, Asrul banyak menyadur dan menerjemahkan karya Lorca, di samping ssejumlah karya lainnya.

Sementara ketertarikan Ramadhan menemukan jalannya setelah ia berkunjung k Spanyol. Pada 1952, Ramadhan KH mendapat undangan dari Sticusa (Yayasan Kerjasama Kebudayaan) untuk berkunjung ke Belanda bersamaan waktunya dengan Asrul Sani. Untuk beberapa lama dia bekerja sebagai penerjemah di Kantor Pusat Sticusa, dan sebagai hasilnya dia bisa tinggal beberapa lama di El Salir, Spanyol, untuk memperdalam bahasa Spanyol karena dia jatuh hati kepada sastra Spanyol.

Karya-karya Frederico Garcia Lorca termasuk yang gemar dilahap Ramadhan, untuk kemudian dia terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan begitu, keindahan Lorca--di tengah kontroversinya yang tidak berkesudahan--menyebar dan menemukan penggemarnya di zamannya masing-masing.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir