Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/
Membakar semangat mengukuhkan jiwa, itulah lukisan saya selepas membaca karya Gugun el-Guyanie bertitel Islam Mazhab Cinta. Kerisauan ini terobati setelah memandangi kerusakan alam Nusantara atas ulah jemari anak-anaknya. Buku yang diterbitkan Kutub Wacana, februari 2008, dieditori Muhsin Kalida. MA., dipengantari HM. Nasruddin Anshory Ch. Saya menemukan nalar produktif yang segar, refleksif penuh perhitungan yang didasari kekayaan bathiniah. Sesudah penulisnya mengkaji berbagai pengetahuan para pakar yang disambangi, lewat warisan-warisannya berupa buku-buku, kitab lama.
Dia tak sekadar mencoba, tapi merefleksikan gejala alam; apakah bencana, kasuistik benturan ideologi, serta pernik-pertikaian tradisi dengan gerak perubahan. Buku itu menjanjikan bakal adanya perubahan yang berkembang. Usaha kesungguhan dari seorang yang mendiami bumi bergejolak, carut-marut yang sering kita lupa mencintainya (: Indonesia).
Saya mendapati perkembangan terbaru dari bulir-bulir pemikiran para cendekia bumi putra tempo dulu, yang diolah sebencah tanah kian subur nan bening oleh Gugun el-Guyanie. Ini tak sekadar mementingkan kekayaan intelektual, tetapi juga membongkar akar kemiskinan yang menjerat masyarakat. Tidak semata mengembangkan kepiawian dari bumi terjajah gemerlap jaman menggoda setiap mata-mata kelaparan, kehausan pamor. Tapi lebih mengedepankan kesadaran umat, berfikiran positif akan gejala jaman yang melindasi orang-orang tersisikan.
Karena berangkat keterbatasan terolah, khasanah yang tampil merupakan buah-buah matang bergelantungan, pada pohon berakar menghujam di tanah tradisional. Inilah kembang harum siap dipetik bagi pengantin peradaban. Ketika ditelaah, luar biasa daya kekuatan jiwanya. Seorang cendekia takkan purna jikalau hanya berkutat pengolahan nalar saja, sedang dia suguhkan berasal hasil praktek dirinya, dalam mengembangkan pribadi kepada sesama.
Kewajaran tampil kala menyadari keterbatasan itu bukan penghalang, tapi tantangan harus dilalui. Barang siapa mampu menjebolnya, maka hikmah kobaran rindu perdamaian teratasi, minimal kangen kasih sesama. Andai di kedalaman kalimahnya ditemukan sekelumit ego. Itu dapat difahami kepemudaan-nya terang gemilang. Tidak-lah pantas membetot tanpa menilik selidik bagian dalam penuh makna darinya. Dari tangan pemudalah bangsa akan sampai. Kala senantiasa mengolah materi-matari kejiwaan dalam mengembang pemikiran kepada khalayak.
Dia salah satu intelektual Kutub Yogya. Pada barisannya kita mengimpikan Indonesia kelak ditumbuhi para pakar muslim tak lupa umat. Sebab tidak keranjingan jabatan oleh atmosfir yang terangkum dalam lingkungannya alam kebersamaan. Karena pesantren itu bentukan tradisi paling kuat menyebarkan keilmuan. Menjadikan persaudaraan tanpa tinggi rendah, ketika wawasan berdialog memantabkan pribadi demi masyarakat luas, bumi jagad ayu serentetan kepulauan cantik sekalung putri pertiwi.
Saya tak gegebah melihat para santri almarhum KH Zaenal Arifin Thoha yang masih di masa kini. Masa orang-orang sudah terlanjur ugal-ugalan bermotif gengsi serta arogansi kekayaan. Dengan riangnya para santri menaiki keterbatasan (naik sepeda ontel) untuk kuliah ke UIN Yogya atas jaraknya 5kiloan dan ini setiap hari. Menelusuri perbedaan, warna-warni tambil menyeberangi pandangan. Tidakkah yang mengamati jauh faham merasai dirinya daripada berkelebat cepat, ada sesuatu terjatuh namun tak terketahui. Isi buku ini dapat diilustrasikan mengambili paku-paku di tengah jalan, batu-batu pemikiran dijumput, ditaruh di pojok laluan, guna tak mengganggu pandangan makna jalan lurus.
Ini tirakat terbesar, desir fikir saya. Ketika pelajar yang lain kembangkan proyek demi masa depan, namun di lingkungan Hasyim Asyari masih menikmati pergulatan jiwa dalam berbagai pengetahuan, yang diwarisi perpustakaan oleh Gus Zainal. Atau inikah kemapanan jiwa yang telah menanggulangi kemiskinan raga? Senada kalimah hikmah para ulama terdahulu: “Ilmu takkan hadir kecuali melewati keterbatasan. Serta kepayahan menuntut ilmu, jauh berharga daripara lautan mutiara. Yang kegigihannya dinaungi para malaikat bersayap hikmah.”
Kembali pada nalar kalbu el-Guyanie mengenai Islam Mazhab Cinta, saya fikir dia tak berlebihan melabelkan bukunya berstempal tersebut. Setidaknya saya manghormati keindahan analisanya yang dipadu irama-ramai sejarah. Menguliti masa lampau lewat kacamata obyektif dalam menghadirkan gambaran kekinian. Saya sebut karya penggalian, pengerukan dalam. Demi hadirnya sumber mata air kesadaran pembaca, di samping bagi dirinya yang muda. Ketika bahan sejarah berserak dari berbagai sumber telah dimamah-kunyah, hadirlah keluasaan. Ialah kurang penting, apakah baru belajar melawan, tersebab makna kesadaran itu sama. Dia tak dalam keadaan tergopoh ketika menghadirkan buku itu. Pun tidak kelelahan dalam melagukan irama jiwa nalarnya yang telah terbukti media massa.
Sering saya malu pada cerdik cendeki, ketika menengok usia saya belum menghasilkan apa-apa. Sementara sosoknya telah memantabkan pribadi (lahiriah-nalarnya, bathiniah-jiwanya). Berangkat dari niatan mulia, memurnikah khasanah keilmuan di bumi putra. Olehnya saya tak segan berguru padanya setiap datang ke Yogya. Gemetar rasanya saat jiwa ini diajak bertukar bentur pengalaman di atas perjalanan berorganisasi, pengelanaan para pencapai ilmu. Semua telah dimiliki sedari gesekan bersama sudaranya yang lain di LKKY.
Kecenderungan dia pada volume pemikiran Nurcholis Madjid, Fazlur Rahman pun para ulama tempo dulu. Tidak membuat mati nalarnya atau menyepitkan gerak runcing penanya. Malah saya mengamati kian indah sesampan digoyang ombak tidak tenggelam. Sebab sudah kuasai teknik bathin wacana yang didengungkannya. Serta tidak segan melucuti pemikir yang kurang obyektif menurutnya. Andai anak-anak manusia di tanah air ini semua pemberani, tentu nalar kebangsaan tidak tertindas mesin perusak, dari sejarah menyimpang atas segelintir keinginan di belahan bumi bernama hasrat menguasai.
Pembaca IMC tentu tak menyangka, kalau penulisnya sedang menyelesaikan S1, tepatnya saat tulisan ini saya buat, dia tengah dalam pengujian skripsi. Ketidaktersangkaan itu wajar, karena sering kita melihat para pengajar, banyak membangun gugusan gagasan berupa buku, namun kalimahnya gagap. Seperti mentalnya direbus ketakutan malu berlebih. Padahal itu tak beralasan, andai menempatkan jiwanya -yang berpsoses. Ada terbelit berkata kesibukan serta jenis mementahkan ragawinya bersuntuk menggeluti keilmuan. Yang nyatanya sebagai kran mahasiswa. Malulah jika murid lebih piawai mengayunkan pedang yang diwarisi dari gurunya, yang tidak kuasa memegang dari empu sebelumnya. Dan seringkali khalayak mengatakan; “Itulah kesahajaan para guru.” Oh begitu garangnya mitos itu melucuti jiwa-jiwa pengajar, menjadi tumpul lunglai lumpuh total.
Padahal lewat kekaguman dapat pula belajar pada yang muda. Bukan sebaliknya mematikan rasa pribadi menutup diri, atas dasar merasa mencapai dakian tinggi. Mari berhenti sejenak, tidakkah cara pendakian awal menghantarkan pengalaman lanjut? Tentu kala membuka kaca mata, terpampang dakiannya di berbagai tebing pengalaman. Dan menemukan pengetahuan tidak serupa. Sementara yang hanya melihat ketinggalan kereta. Tidakkah harus bepergian? Menghantarkan sesama menuju pemahaman lebih membumikan keilmuan? Tidak sebatas memakan roti, minum teh pagi hari suguhan mereka. Padahal kita mengetahui, beras hasil bumi kita lebih kaya gizi, dibandingkan roti dari pulau jauh belahan lain yang kita kira baik.
Sayangnya, negara belum menjangkau menyatukan para cendekia, guna mencipta jaring demi menanggulangi keterkejutan masa depan. (Oh, dimanakah ujud ICMI?) Sampai kini, bangsa ini terus digilas, dilintas, dilibas faham kapitalisme serakah, liberalisme mengangkangi nalar fitroh dengan ketawa. Benar sejarah keilmuan Islam berangkat dari kebebasan bernalar, mencari ilmu ke sebrang. Tapi bukan berarti yang telah berilmu sihir mengamalkan dengan menguasai yang lain. Seyogyanya digunakan demi menyembuhkan yang kesurupan. Di sini tidak menuduh pihak lain, sebab tidak memiliki berkas bukti, namun kehawatiran sebaiknya dirasai. Agar tak terperosok meninggalkan yang terpegang dari kehadiran kesadaran semula.
Serupa yang dinaikkah Gugun, seharusnya pemerintah tidak curiga prodak militan pesantren. Dengan alasan yang tersirat adanya bom di Bali misalnya. Tidakkah perjuangan kemerdekaan di negara ini, tak lepas dari semangat gerilya para santri dan kyai dalam merangsek melawan penjajah? Hutang kita telah banyak pada kaum santri dan kaum abangan. Tapi kerapkali kita memberinya tumpeng kecurigaan. Air susu dibalas tuba, kitab kuning dibalas turunnya ninja, dengan mengira kyai dukun santet semua. Malanglah negara yang tak menghargai pahlawan, lupa diri serakah jaman edan, bal gedual aspal diuntal.
Tema-tema yang ditawarkan IMC perkara sekitar. Merekam sejarah dijadikan kamus sosial atas soal dijabarkan jawaban kekinian serta nantinya, sebab kerap berulang oleh kebiasaan cara pandang. Dan Gugun memberikan khasana pembedahan cukup segar, jikalau kita tidak berpandangan sebelah mata. Meski yang dikemukakan ada perihal lama, tetap bisa diambil sarinya atas jarak jembatan merenungi permasalahan di depan dengan kalbu kasih sayang. Adanya tema kurang menarik, tetapi karena penyajiannya menawan sehingga tidak sadarlah merampungkannya. Diri ini diajak terlibat mengarungi kedalamannya nan nyaman dibuatnya.
El-Guyani merupakan salah satu tentara Allah dari Kutub yang memiliki faham madzab cinta. Pasukan intelektual dari pesantren Hasyim Asyari-nya almarhum Gus Zainal. Di sampingnya ada Muhammadun, Rusdy, Mufid, Syaiful Anam, Mukhlis, Yunus &ll. Kita tunggu saja buku-buku mereka yang tentu memberi hasana kasih sesama. Yang berangkat dari keterbatasan, bahu-membahu berdasarkan cintanya pada agama serta negara. Setiap saya ke jogja bertemu mereka, seringkali mendesirkan kalimah; tentunya tahun-tahun mendatang, mereka menjadi pioner-pioner pembaharu Islam di bumi Nusantara, bumi sholawat Ceng Ho, para pemberani berkendara kalbu keimanan. Saya merinding cemburu terkagum dibuatnya. Salam hormat bagi mereka semua.
Senin 3 Maret 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar