Remy Sylado
facebook.com/RemySylado23761
DENNY JA yang bersyahwat besar untuk dibilang dirinya ‘penyair’, tapi dengan puisi kelas kriya atau kerajinan-tangan – berhubung puisinya tidak puitis dan esainya tidak desertatif – berkata dengan congkak bahwa kesalahan saya adalah kesalahan logika, maka dia menuntut saya untuk merespon pernyatannya itu.
Kesalahan logika? Eh alah, anake sopo iki? Entah di mana anak ini belajar logika. Dia mengalirkan frustrasinya secara terbuka: mengira bahwa logika sebagai ilmu itu hanya satu jurus. Dia tidak tahu, bahwa logika yang dirumus Aristoteles melalui kumpulan tulisan dalam ‘Organon’, telah berkembang menjadi jamak, artinya bukan hanya tunggal, yaitu bahwa dalil-dalil dalam logika sebagai ilmu mengandung lebih dari dua makna antara yang pasti dan takpasti, dan semuanya valid. Logika jamak, plural, majemuk bukan satu jurus itu diingatkan oleh filsuf Polandia Jan Lukasiewics. Bukunya ‘On three-valued logic’, versi Inggris dalam Borkowski ‘Selected works by Jan Lukasiewics’, 1970.
Pandangan tentang logika majemuk itu sendiri berbeda-beda khazanah dan itu menyangkut komposisi faalnya di kasad substansi. Lebih jauh logika yang dimaksud ini dikawal dengan sistem-sistem teknik ke wilayah keilmiahan pada prayojana umum di satu pihak dan prayojana khusus di lain pihak, menjadi simpai konkret bangunannya, namun bersifat sementara kesahihannya. Penelitian ini dilakukan oleh filsuf kontemporer Rusia Sergey Yablonsky. Bukunya yang sering dibahas adalah ‘Introduction to discrete mathematics’, 1989.
Menyangkut ‘three-valued logic’, adalah D.A. Bocvar melalui eksperimen-eksperimen pengkajian analisis sisi mekanika quantum dalam ‘On a three-valued logical calculus and its application to the analysis of contradictions’, telah mengurai pelbagai paradoks logika yang asasnya berhakikat plural antara pasti dan tidak.
Orang yang belajar logika, niscaya mudeng bahwa sebagai ilmu, logika memiliki sugesti berprogres. Dari sistem Lukasiewics berkembang ‘logika modalitas’. Di situ tampil Clarence I. Lewis yang mengacu peri ‘logika modal’ sebagai alternatif atas ‘logika nonmodal’ pada Bertrand Russel. Ladang logika yang lain, dan berbeda-beda, misalnya ‘logika induktif’ pada John Stuart Mill, berlainan dengan ‘logika deduktif’ pada Bacovan Verulam, dan beda pula dengan ‘logika matematika’ pada Gottlob Frege. Tapi, jangan lupa awal penalaran logika yang berpangkal pada Aristoteles itu, diperkenalkan oleh Willem van Ockham, yang notabene menjadi model ideal guru-guru Belanda di Indonesia dalam pengajaran soal ilmu berpikir pasca-Politik Etis Van Deventer. Darinya orang Indonesia sekarang membeo kata-kata guru Belanda soal takrif logika.
Padahal di abad pertama Masehi, perkara Logos yang dalamnya Aristoteles merupakan Bapa Metafisika, sudah digurui oleh seorang nelayan dari Galilea, Yehohanan ben Zabdi – dieja secara Yunani: Ioannes Zebedaios – bahwa sesuai dengan nas yang maktub dalam filologinya ‘Kata Ioannen’ “En archi en ho Logos...” – lanjutannya sudah saya sertakan dalam tulisan kemarin – dikunci sekarang dengan nas “Kai ho Logos sarx egeneto kai eskenosen en eimin.” Justru dari nas kunci ini, karuan membuka ladang diskusi baru yang kelak berkembang lagi menjadi widya teologi apologetika yang tetap aktual sampai hari ini.
Bicara soal logika harusnya dimulai dari Aristoteles lewat ‘Organon’ tersebut. Kalau Denny JA mau sedikit rendah hati untuk belajar dari awal, saya punya ‘Organon’ yang asli dalam bahasa dan aksara Yunani. Jika tidak bisa membaca huruf dan bahasa Yunani, saya siap mengajarnya. Sebab, betapapun pintu ilmu pengetahuan sudah terbuka lebar, tapi bicara soal genesis filsafat, maka memang elok mempelajari kebudayaan Yunani dan Hellenisme dengan mempelajari aksara dan bahasanya. Ini untuk menghindar peluang kesalahkaprahan literasi.
Denny JA masih mengejek saya, mengatakan saya melakukan ‘false generalization’, ‘logical fallacy’, ‘faulty generalization’. Saya kuatir Denny JA salah baca buku. Ini seperti tukang kacang di pesawat yang berdebat tentang estetika, lantas mengaku banyak membaca buku, tapi salah baca buku: bukan buku filsafat keindahan yang kaidahnya berubah di sepanjang masa, tapi ia membaca buku pedoman tentang “bagaimana cara beternak bebek” yang di semua masa, bebek tetap bebek. Akibatnya ia hanya pandai meleter seperti bebek. Sori bro, saya ingin bilang Denny JA meleter seperti bebek. Sebentar lagi kita akan melihat bagaimana ia menelanjangi diri sebagai tupai yang tergelincir.
Soal ‘faulty generalization’, baiknya baca buku D.H. Fischer yang bagus ini, ‘Historious Fallacies: Toward a Logic of Historical Thoughts’, dan bacalah dengan moral bersih. Kalau sudah, tilik mukabalahnya dalam buku Douglas Walton ‘Rethinking the Fallacy of Hasty Generalization’. Tapi, jangan lupa kritik Alex Slack yang mengacu istilah ‘secundum quid fallacy’, yaitu kesalahan dalam alih kesimpulan. Jika mundur lebih ke belakang, Sam Richardson memakai istilah ‘faulty morals’. Lalu, dengan sangat kena melihat soktau Denny JA, dengan memakai acuan Buford L. Nichols, yang menyimpulkan, bahwa dasarnya ‘faulty morals’ itu akibat prejudis memandang diri paling benar dan orang lain semua salah, membangun kepribadian di bawah jisim yang diselaputi korup dan manipulasi karena hati yang cemar menunggangi akalnya. Lebih asasi, keadaan ini diistilahkan oleh Jean Cauvin sebagai ‘radix cordix’, bahwa akal dirusak oleh hati yang keras, sombong, soktau, suka merendah-rendahkan orang.
Mau lihat bagaimana Denny JA melakukan manipulasi dan korup? Dalam tulisannya yang menyerang saya, 2 Juni 2018, di alinea ke-12 dia berkata, “ Dalam tulisan yang kedua, yang merespon tulisan saya, Remy tak membahas...” Lalu di alinea ke-30, dia berkata, “Dalam tulisan Remy yang kedua, kesalahan itu masih diulangi.”
Masya Allah! Si Denny JA ini punya masalah dengan kejujuran. Terbukti, dia korup, gandrung manipulasi, kulina ngibul. Bagaimana bisa dia bilang saya sudah menulis dua kali? Wong saya baru menulis satu kali, dan itu adalah tangkisan atas tulisan yang songong mencela-cela saya. Di sinilah buktinya dia menjadi tupai: sepandai-pandai tupai melompat, tetap saja tupai itu bajing, diimbuh akhiran /an/ menjadi bajingan, tergelincir dengan gampang. Dengannya maka runtuhlah istana Si Denny Boy yang mengaku pandai bermetodologi riset dan berpikir tertib. Lha, ini lho bukti nyata, di kepalanya bermukim kecurangan, sehingga berhitung saja dikelirukan. Makanya, kalau ada yang masih percaya pada tukang ngibul ini, dan memujinya karena dikasih uang, mereka itu semua yang dalam istilah logika di gugus filsafat Karl Barth disebut sebagai “solidaritas dalam kebersalahan” kayak Yahudi-Yahudi pukimaknya itu.
Walau sudah hilang rasa percaya saya pada tukang ngibul, toh saya merasa terpanggil untuk menanggapi ejekannya. Yang pertama di alinea ke-13. Tulisnya, “Remy malah menghabiskan banyak kata menunjukkan aneka penghargaan yang ia terima. Tak pula saya tahu apa relevansinya.” Relevansinya? Begini, Adinda. Saya bermaksud menyadarkan manusia, bukan beruk, bahwa yang memberi penghargaan kepada seseorang atas karyanya adalah orang lain di bawah lembaga tertentu, karena apresiasi atas capaiannya, dan bukan dari dirinya kepada dirinya. Agaknya hanya bangsa beruk-kera-yakis yang tidak paham tamadun cantik ini. Dengan menunjuk ‘aneka penghargaan’ itu, maka saya sedang menginsyafkan Denny JA, bahwa penghargaan yang benar adalah bukan dari dirinya kepada dirinya dengan memposisikan dirinya itu sebagai tokoh berpengaruh di antara 33 nama. Itulah yang kemarin saya sebut onani.
Sekadar catatan panambih, kata onani berasal dari bahasa Prancis ‘onanisme’, mewakili kelakuan tukang rancap bernama Onan, dikisahkan dalam filologi Ibrani yang sudah diterjemahkan di Prancis dengan pengantar doktor teologi Louis Segond, tentang lakilaki yang bangkit syahwat hendak menyetubuhi istri kakaknya tapi memuncratkan spermanya di luar vagina. (Onan sachant que cette postérité ne serait pas à lui, se souillait à terre lorsqu’il allait vers la femme de son frère, à fin de ne pas donner de postérité à son frère).
Di alinea ke-26 Si Denny menulis tentang Charles Dickens: “Karyanya acap dimasukkan ke dalam list 100 karya terbesar dalam sejarah. Tentu saja dalam list tidak ada karya Remy Sylado.” Memang tidak ada. Tapi demi Tuhan saya sukacita. Yang membuat saya dukacita adalah dalam 33 penyair berpengaruh, nama saya masuk dalam list. Di acara sastra di TIM 2015 saya sudah menyatakan di depan publik, bahwa saya ingin nama saya dikeluarkan dari buku itu. Dan sekarang, setelah konangan bahwa buku itu merupakan kolusi Denny JA, maka sumpah disambar geledeg, saya jijik berada di dalam buku itu, disejajarkan dengan tukang ngibul dan tukang onani. Ini ibarat: sudah jatuh dihimpit tangga masih digigit monyet pula.
Jelas siasatnya, bahwa untuk membuktikan dirinya berpengaruh, ada rayuan uang pemikat supaya orang mau menulis ‘puisi esai’. Terkumpul 250 ‘penyair’, 40+34 buku dari 34 propinsi. Dikiranya penyair itu sama dengan domba-domba yang memerlukan gembala. Padahal penyair itu seperti harimau, siap berjalan sendiri, tidak bergerombol. Berpikir bahwa penyair bisa dibingkai dengan uang lewat pemeo “senasib sepenanggungan” & “sama rata sama rasa” itu adalah politik PKI yang jelas-jelas mengingkari kerahmanan & kerahiman Tuhan. Ingat, generasi kedua manusia, putra-putra Adam & Hawa, bertikai, dan Qabil membunuh Habil, karena bakat, kodrat, dan takdir masing-masing didesain Tuhan secara berbeda-beda.
Gampangnya menyimak hukum alam itu adalah melihat peta sastra Amerika kiwari. Di sana sastrawannya pating klumpruk. Rezekinya berbeda-beda. Misalnya John Locke melalui novel dalam e-book “Saving Rachel” terjual lebih satu juta eks. Penyusulnya Stieg Larsson asal Swedia dengan “The girl with the dragon tattoo” terjual jutaan dolar. Lalu Nora Roberts dijuluki pada 2018 ini sebagai “Number One Best Selling New York Author” karena ia menulis sampai 238 judul.
Dari situ kita melihat bahwa yang menarik dari kehidupan ini adalah ketaksamaan-ketaksamaan dalam bakat, kodrat, takdir, nasib. Perbedaan adalah anugerah Tuhan. Jangan mengambil inisiatif untuk mengubahnya. Jangan sampai manusia berubah jadi iblis.
Nah, gitu, Adinda. Makanya tak usah terlalu bernafsu menyalah-nyalahkan orang yang mengkritik kau. Tak usah pula kau pikir dirimu sarjana maka dengan sendirinya kau intelektual. Sekarang ini betapa banyak sarjana yang kehilangan rasa malu, sebaliknya ketambahan hobi mengelus-elus kemaluannya. Ronggowarsito pada abad ke-19 dengan bagus dalam puisi macapatnya “Serat Kalatidha” – mudah-mudahan kau bisa bahasa Jawa, kalau tidak, saya pun siap mengajari kau bahasa kebudayaan paling dibya di Nusantara ini, sekaligus mewuruk cara membuat resitatif dalam skala pelog terhadap tembang ini – mengatakan betapa sarjana terbingungkan oleh temptasi duniawi: Mangkya darajating praja / Kawuryan wus sunyaruri / Rurah pangrehing ukara / Karana tanpa palupi / Atilar silastuti / Sujana sarjana kelu / Kalulun kala tidha / Tidhem tandhaning dumadi / Ardayengrat dene karoban rubeda. Kau di situ, Adinda. Maka bercerminlah. Kritik kepadamu itu mustahak, sebab kritik dapat membangun kearifan. Terimalah kritik orang-orang, supaya orang-orang hormat kepadamu. Sekarang ini orang-orang enggan hormat kepadamu, sebab kau ini, sudah keliru tapi malah ngotot & ngeyel, menegakkan benang basah, berbelit-belit memanjang-manjangkan jarak kesombongan karena kau pikir punya uang banyak. Sikap begitu dalam ungkapan Jawanya “dowo-dowo ulo: soyo dowo soyo mbulet”. Untuk itu serapahnya orang di Surabaya tempattinggalnya Budi Darma: “jancuk kon!” Serapahnya orang di Semarang kampunghalamannya Nh. Dini: “telembokne!” Serapahnya orang di Solo kampunghalamannya Arswendo Atmowiloto: “panjenengan lak boten purun kula arani segawon to?”
Sekian. Tabik. 8 Juni 2018
https://www.facebook.com/RemySylado23761/posts/1561980193910968
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar