Senin, 11 September 2017

Populasi Aksara, Pameran Kaligrafi, dan Tulisan Arab Melayu

Khalil Zuhdy Lawna
http://riaupos.co

Kata "populasi" yang artinya "penghuni suatu tempat" menyiratkan pengertian bahwa penghuni tersebut bermukim dan berkembang. Begitulah halnya dengan aksara yang dipakai oleh masyarakat kita sekarang yakni aksara Latin. Jauh sebelum aksara Latin menjadi sarana informasi aksara Arab Melayu mendominasi dalam masyarakat. Tulisan ini disebut juga tulisan Jawi di mana huruf Arab diadopsi, lalu bahasa yang yang digunakan adalah bahasa Melayu dengan penambahan tanda huruf untuk bunyi yang tidak terdapat pada vokal Arab seperti nga, nya, ga, pa dan ca.

Dalam catatan sejarah, semua kerajaan dan institusi-institusi di Riau menggunakan tulisan Arab Melayu. Kita bisa menoleh ke belakang pada masa Melayu di Penyengat jaya-jayanya, atau Kerajaan Siak Sri Indrapura, tulisan Arab Melayu sangat akrab dan apa pun yang ditulis menggunakan tulisan ini baik untuk surat-menyurat, dokumen, pamflet-pamflet, batu nisan dan lain sebagainya. Hal ini baru menyangkut kebutuhan primer, sangat ekslusif untuk kebutuhan sekunder, jarang ditemukan sebagai properti interior namun sebagai tulisan sampul buku cukup untuk memberi tanda zaman di mana kaligrafi Arab Melayu memiliki keindahan dan pencitraan luar biasa.

Populasi Aksara Arab Melayu dan Eksplorasi Seni

Seni menulis halus Arab yang populer dengan khat atau kaligrafi sudah dikenal semenjak kedatangan Islam di Indonesia. Bukti kaligrafi paling tua terdapat pada nisan-nisan kuno. Sedangkan bukti yang lebih mutakhir diperoleh dari sumber-sumber media seperti kitab, mushaf Alquran tua atau naskah perjanjian (Qoulul-Haq). Aksara Arab pada angkatan ini digunakan pula untuk naskah-naskah berbahasa Melayu atau Indonesia yang disebut Pegon, huruf Jawi atau huruf Melayu.

Seiring perkembangan budaya penjelajahan kreativitas tulis-menulis juga berkembang. Beriringan pula dengan berkembangnya seni, corak seni, jenis seni, aliran dan tujuan terciptanya karya seni, karena seni senantiasa mengangkat realitas ke dalam dunia kenyataan baru. Kenyataan itu telah masuk ke dalam pikiran, imajinasi, maupun intuisi.

Bagaimana aksara bisa berada pada  alam nyata tentunya melalui kreativitas, tidak menutup kemungkinan pula bahwa kaligrafi Arab dapat dijadikan sebagai lambang sakral, karena setiap gubahan memiliki unsur filosofis. Seniman muslim telah merancang kaligrafi, sebut saja tokohnya Ibnu Muqlah dan Ibnu Albawwab. Mereka melatarbelakangi kesempurnaan enam tulisan besar yang disebut Al-Qolam Assittah dengan wahyu Alquran dan Hadits, menurut mereka tanpa dua mata air itu tidak akan ada seni Islam. Suatu karya seni dapat dikategorikan sebagai seni bukan semata-mata diciptakan seorang muslim namun berlandaskan wahyu.

Menempati kedudukannya sebagai alat ungkap dan dekorasi, kaligrafi berfungsi menjadi ekspresi kesenian. Akan tetapi mengingat keberadaannya sebagai aksara yang memiliki makna secara lugas maka di antara keseluruhan manifestasi seni rupa, kaligrafi masih perlu mendapatkan tempat lebih khusus sebagaimana jelasnya suatu lukisan, patung atau relief nonkaligrafis berbicara meskipun masih sekadar membatasi pada ungkapan abstrak dan keindahan semata.

Karya seni lahir dari jiwa seorang seniman, melalui pengolahan media yaitu mengerjaan bahan, alat, dan teknik tertentu. Tak disangsikan karya seni sering kali menampilkan hal-hal yang khas dan unik dari suatu pribadi. Tapi jiwa seorang seniman, dari mana karya lahir, tumbuh, dan memperoleh bentuknya adalah seumpama acuan yang padanya telah bekerja kekuatan-kekuatan sejarah.

Ubaidillah Ibnu Abbas menyebutkan, kaligrafi adalah suara tangan, duta akal, penasehat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, suara yang menyimpan rahasia dan khazanah berbagai masalah kehidupan. Dia ibarat ruh di dalam tubuh.

Kaligrafi dan Pameran

Sebelum Pameran Kaligrafi yang mengambil tema "Populasi Aksara" dibuka pada 21 Desember 2016, sempena malam Anugerah Sagang di Gedung Graha Pena Riau, sebaiknya kita menapaki sedikit ingatan ke belakang, akan begitu pentingnya tumpuan dan lompatan untuk hari ini.

Suatu masa yang menarik adalah munculnya seniman seni rupa dalam  masyarakat yang memulai melirik karya kaligrafi lalu menciptakan karya kaligrafi pula. Masa ini disebut masa pendobrakan kesadaran, yang membuat masyarakat, khususnya kalangan muda, memberikan perhatian lebih beringas terhadap kaligrafi. Mereka berangkat menuju publik di antaranya AD Pirous, Amri Yahya, dan Amang Rahman. Kemudian dilanjutkan oleh angkatan di bawahnya yaitu Syaiful Adnan, Hatta Hambali, Abay D Subarna dll. Beberapa orang di antara mereka berangkat dari rumusan kaligrafi standar terutama jenis Farisi. Mereka hadir dengan mempopulerkan apa yang kemudian diistilahkan dengan lukisan kaligrafi atau kaligrafi lukis untuk membedakan dengan kaligrafi murni.

Dari pandangan dunia seni yang luas keberadaan mereka dianggap positif, namun dipandang sinis oleh sebagian penulis kaligrafi karena dianggap memperkosa kewajaran kaligrafi baku. Di sini terdapat dua kutub pandangan kaligrafi di mana akhirnya menyatu padu dalam kancah musabaqoh. MTQ cabang kaligrafi yang berjalan puluhan tahun mengedepankan kategori tulisan naskhi atau tulisan formal untuk naskah, berkembang menjadi beberapa jenis kaligrafi selanjutnya namun masih dalam wilayah formal dan standar.

Pada cabang lainnya adalah karya yang mengandalkan zukhruf, yakni ornamen yang fungsinya sama dengan kaligrafi secara visual, kaligrafi yang dibubuhkan tetap formal dan baku. Begitu juga pada cabang dekorasi yang misi utamanya adalah ruang interior, sampai di sini masih tetap kaligrafi standar dan konvensional.

Ada yang lebih menarik pada perkembangan akhir-akhir ini yakni cabang kaligrafi kontemporer. Dalam cabang ini wacana seni rupa dengan objek kaligrafi dapat merespon antusias ekspresi yang menggelora dalam diri seniman kaligrafi, karena sebagian mereka pernah bertanya: kalau lukisan kaligrafi tidak memiliki publik maka menetap jadi seniman bebas itu lebih baik.

Riau pelan-pelan telah membangun dunia kaligrafi, paling tidak mengembang hidupkan seni yang sudah ada. Baik berupa tulisan maupun dekor interior. Jika kita ternganga oleh keindahan kaligrafi masjid yang hampir ada pada masjid di Riau, terutama di Pekanbaru, itu  berarti telah berhasil menarik perhatian kita terhadap kaligrafi dan zukhruf-nya. Beberapa pengembang seni ini masih eksis, sebut saja Ahmad Syafruddin, Muktamar, Yudi Oktabari, termasuk saya sendiri. Semuanya berkat jasa kaligrafer dan penulis kaligrafi yakni  D Sirajuddin AR. Dia tak henti-hentinya mengayomi perupa kaligrafi baik di Pesantren Lemka (Lembaga Kaligrafi) Sukabumi mau pun institusi Lemka yang diasuhnya di Jakarta.

Berbeda dengan kaligrafi interior, pameran lukisan kaligrafi jarang kita dengar dan lihat langsung. Dunia pameran adalan dunia pengungkapan, ekspresi, ide-ide, dan mengurai pernak-pernik. Pameran lukisan tidak selalu mengedepankan hiasan sebagai pajangan. Ada seni sebagai hiasan namun ada yang lain yang lebih penting  yakni perwujudan eksplorasi alam spiritual manusia sebagai penanda budaya dan penanda zaman. Maka, oleh sebab itu berkarya harus dilakukan, pameran mesti dilaksanakan.

Riau pernah melestarikan kaligrafi Melayu yang ditempatkan pada pamflet dan nama-nama instansi hingga nama jalan, eksis sampai hari ini, yang merupakan ide para seniman dan budayawan Riau. Setidaknya  aksi nyata dari gagasan itu telah memberi kesan spontan bahwa kita berada di daerah Melayu yang dulunya pemakai aksara Melayu. Dengan kesan kemelayuan itu kuat kemungkinan khazanah lebih terbangun oleh citra positif, meskipun jarang terlihat tapi tak betul-betul hilang, mengisyaratkan tak hilangnya Melayu di bumi, dan alhamdulillah di sekolah-sekolah pun tulisan Arab Melayu diajarkan sebagai mata pelajaran muatan lokal.***

*) Khalil Zuhdy Lawna, praktisi seni rupa (kaligrafi, lukis interior, dan eksterior). Alumni ISI Yogyakarta Jurusan Seni Lukis, Fakultas Seni Rupa dan Desain.
http://riaupos.co/3190-spesial-populasi-aksara,-pameran-kaligrafi,-dan-tulisan-arab-melayu.html

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir