Syaifuddin Gani
http://komunitassastra.wordpress.com/
Pintu Kesilaman
Sastra Kendari sudah lebih maju dari segi kuantitas, juga kualitas dibanding ketika pertama kali saya mengenalnya sejak tahun 1997 ketika tiba di Kendari. Selain soal karya, kemajuan itu juga sangat nyata pada orang atau penulis yang melahirkan karya itu. Dan mereka, para generasi terkini itu, berusia muda dan menampakkan semangat mencipta dengan penuh kegembiraan.
Saya tiba di Kendari tahun 1997 lalu masuk di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unhalu, dan kemudian tahun 1998 bergabung dengan Teater Sendiri (TS). Di sanggar inilah saya membaca antologi puisi Dengung karya para penyair Kendari saat itu, antara lain Achmad Zain, Ahid Hidayat, Munawar Jibran, L.M Saleh Hanan, Arrasyidi Budiman, La Ode Djagur Bolu, Edy Zul, dan Jusdiman. Di kemudian hari, hanya beberapa orang saja yang intens menulis dan mengikuti perkembangan puisi tanah air. Di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, saya membaca Majalah Semiotika yang di dalamnya terdapat puisi-puisi Saleh Hanan, Asidin La Hoga, dan Iwan Jibran.
Sastra Kendari di masa silam, adalah bagian dari upaya untuk meletakkan pondasi bagi kesusastraan Kendari selanjutnya. Bagi saya, hal itu patut disyukuri karena telah memperkenalkan bacaan awal yang terus mendorong untuk mencari bacaan lain. Akan tetapi, Dengung tidak mendengung sampai di luar Kendari.
Saya sendiri, kemudian berproses dalam bidang teater dan sastra di TS bersama banyak teman yang lain. Di sanggar ini, Kak Stone (Achmad Zain) adalah seorang motivator bagi kurang lebih dua puluh anggotanya. Posisi Kak Stone dalam pandangan saya bukan pada korektor atau kritikus bagi proses penulisan sastra bagi anggota-anggotanya, tetapi lebih sebagai mesin pendorong kreativitas yang tak lelah-lelah menyuruh bahkan memaksa menulis. Di dalam proses yang bertahun-tahun inilah, Kak Stone berhasil menanamkan budaya tulis di kalangan anggota TS. Tulisan-tulisan awal saya dalam proses ini, masih tersimpan sampai sekarang.
Salah satu kendala yang dihadapi saat itu adalah tiadanya hubungan dengan dunia luar dalam arti yang luas. Dunia luar yang saya maksud adalah persinggungan dengan penyair atau sastrawan Indonesia, media sastra (harian dan majalah sastra), komunikasi dengan pengamat sastra. Jadinya, sastra yang saya alami saat itu, hidup di dalam lingkungannya sendiri yang tidak lapang. Hal ini berakibat pada, kita tidak pernah tahu sejauh mana pencapaian estetik atas karya sastra yang diciptakan. Akan tetapi, di tengah situasi seperti ini, proses dan semangat menulis, intens dilakukan, tak terbendung.
Proses dan hasil penulisan yang dilakukan pun lebih banyak dibaca oleh teman-teman sendiri. Akan tetapi, pintu cakrawala itu sedikit demi sedikit terbuka dengan diadakannya Prosesi Seni Malam Jumat (Proselamat) yang berlangsung beberapa tahun. Di Proselamat, karya-karya yang ditulis di TS dan juga karya-karya penulis-penulis lain yang giat di komunitasnya juga, menampilkan karya di hadapan banyak orang. Proselamat, bagi saya adalah salah satu arena pemasyarakatan sekaligus penggemblengan karya di internal Kendari. Karena di momen inilah, beragam karya (sastra, teater, tari, musik) dipentaskan dan dikritisi. Kegiatan bulanan ini sudah berhenti.
Proses yang kami alami di TS itu dalam pengalaman saya, turut juga diikuti dan diapresiasi oleh Ahid Hidayat, yang sering menjadi teman dalam membahas karya yang kami tulis. Sementara itu, Irianto Ibrahim, yang segenarisi dengan Abd. Razak Abadi dan Dhidit Marsel, kemudian hari, lebih banyak aktif di kampus bersama para mahasiswa di dalam menggeluti sastra. Sehingga lahirlah beberapa perkumpulan sastra yang dibuatnya, misalnya Eksis. Pada akhirnya, membentuk Komunitas Arus sampai sekarang. Abd. Razak Abadi, selain menulis sastra, juga berteater bersama TAM dan Didit Marshel lebih memilih teater sebagai lahan kreatifnya.
Pintu Kekinian
Proses penulisan yang dilakukan di Kendari, di tengah-tengah ketertutupan dengan dunia luar itu, terkuak pintunya pada sekitar tahun 2000-an sampai sekarang. Karya-karya yang ditulis, cerpen atau puisi, diapresiasi dengan baik oleh sesama sastrawan di luar Kendari. Menulis cerpen dan puisi di tahun-tahun awal itu tidaklah sia-sia. Puisi dan cerpen mulai dimuat di berbagai majalah sastra dan harian yang memuat sastra hari Minggu.
Sastrawan muda yang karya-karyanya termuat itu seperti Sendri Yakti, Irianto Ibrahim, Iwan Konawe, Galih, Abd. Razak Abadi, dan La Ode Gusman Nasiru. Salah satu penyebab teraksesnya karya-karya mereka adalah karena tradisi membaca sastra mutakhir yang kuat, komunikasi dengan sastrawan luar Kendari, memanfaatkan media internet untuk membaca karya sastra mutakhir, serta mengikuti wacana, fenomena, isu, dan politik sastra Indonesia terkini. Selain itu, tentunya adalah karya-karya sastra mereka sudah layak untuk dipublikasikan.
Hubungan dengan dunia luar itu menjadi sangat terbuka dan akhirnya tidak ada pintu penutup dengan kamar-kamar sastra lain itu. Sastra Kendari dan sastra daerah lain menjadi sebuah rumah sastra, rumah sastra Indonesia. Pintu-pintu itu mulai terbuka dengan hadirnya rombongan sastrawan SBSB (Siswa Bertanya Sastrawan Berbicara) di beberapa sekolah di Sultra, yang diprogramkan oleh majalah Horison didukung Ford Foundation, tahun 2003. Lalu tahun-tahun berikutnya, banyak sastrawan ternama Indonesia hadir di Kendari, yang diundang oleh antara lain Kantor Bahasa Prov. Sultra, Prodi Bahasa dan Sastra Unhalu, dan kemudian singgah menemui komunitas sastra Kendari, antara lain di Komunitas Arus dan Teater Sendiri, yang lalu dimanfaatkan untuk diskusi intensif dan membuka jaringan. Hal ini, disadari atau tidak, turut membentuk dan menyokong majunya sastra Kendari.
Selain nama-nama yang saya sebut sebelumnya di atas, lahir pula penyair dengan usia lebih muda yang melakukan proses penulisan di berbagai komunitas, salah satunya adalah Komunitas Arus. Sanggar yang dibina oleh penyair Irianto Ibrahim ini, juga punya proses menulis di kalangan anggotanya, hingga melahirkan penulis-penulis berbakat. Di genre sastra pop, hadir Krisni Dinamita dengan novelnya Cintai Aku Sekali Lagi dan Arham Kendari dengan bukunya Jakarta Under Kompor dan Dumba-dumba Gleter.
Harian Kendari Pos pernah membuka rubrik Sastra & Budaya yang memuat selain sastrawan luar Kendari, juga dan terutama memuat karya sastra penulis Kendari, setiap hari Sabtu. Saya dan Ahid Hidayat, secara “tidak formal” menjadi penjaga rubriknya. Selain dari luar, banyak penulis Kendari, terutama yang berstatus mahasiwa mengirim karyanya. Hal ini memperlihatkan bahwa kepenulisan di kalangan mahasiwa itu sangat bagus dan perlu ditunjang oleh media. Akan tetapi, keberadaan kami di rubrik itu tidak berlangsung lama, dan rubrik itu masih eksis sampai sekarang, meskipun pemuatan karya sastra penulis Kendari tidak seintens dulu.
Penyair-penyair Kendari terkini, mempublibksikan karyanya tidak hanya melalui media-media cetak atau media on line yang dikelola pihak lain, tetapi juga sekaligus membuat blog pribadi, selain facebook, lalu menampangkan karya-karyanya di dalamnya, juga karya sastrawan lain. Dengan demikian, sastrawan Kendari terkini, selain mengikuti perkembangan sastra melalui buku, koran, dan majalah sastra, juga ikut serta terlibat di dalam media internet sebagai medium sastra mutakhir. Artinya, bagi pelaku sastra, baik itu sastrawan, pengamat, atau kritikus sastra, harus melibatkan diri dalam dialektika sastra mutakhir yang terjadi tidak hanya di “darat” tetapi juga di dunia maya. Jika tidak, maka kita akan segera tertinggal dengan cepat.
Sastra Kendari terkini, secara perlahan-lahan, telah menjadi bagian dari sastra Indonesia, meskipun keterlibatan, peranan, atau keberadaanya masih belum terlalu signifikan. Di berbagai antologi puisi bersama telah mencatatkan nama-nama penulis sastra Kendari, antara lain di buku Tanah Pilih (TSI I Jambi), Pedas Lada Pasir Kuarsa-Buku Puisi dan Jalan Menikung ke Bukit Timah-Buku Cerpen (TSI II Bangka Belitung), Percakapan Lingua Franca (TSI III Tanjungpinang), Penyair Menuju Bulan dan Wajah Deportan (Banjarbaru), Rumpun Kita (Malaysia), Bungahati Buat Diah Hadaning (Jakarta), Beranda Senja (Jambi), Penyair Perempuan Indonesia (Jakarta), dan lain-lain. Selain buku di luar Kendari di atas, terdapat pula buku/manuskrip puisi Kendari yang merupakan pondasi seperti Sendiri 1, Sendiri 2, Sendiri 3, Malam Bulan Puisi, Barzanji di Tengah Karang, Yang Tak Pernah Pergi, Tanah Merah Tanah Sorume, Perjalanan, Dari Cinta ke Jembatan Rindu, dan lain-lain.
Keberadaan tokoh-tokoh yang ikut mendorong iklim sastra Kendari adalah, Ahid Hidayat yang intens mengamati serta menulis makalah tentang sastra Kendari sejak pertama kali saya tiba di Kendari. Ahid Hidayat, dalam pengamatan saya, mencoba tekun mempraktikkan tradisi penulisan di Unhalu, meskipun langkahnya kadang dianggap kontroversial. Salah satu langkah nyata keberaksaraan yang dihasilkannya adalah buku puisi Pagi Mendaki Langit yang merupakan puisi mahasiswa mata kuliah Menulis Kreatif. Di sini, banyak karya mahasiswa yang bagus. Ada La Ode Balawa yang turut mengamati sastra Kendari dan terakhir mencoba ikut di dalam mendorong suasana penciptaan yang baik. Iwan Jibran yang sejak mahasiswia menulis puisi dan pernah meraih juara dalam lomba cipta puisi tingkat mahasiswa nasional, ikut memiliki andil di kalangan mahasiswa melalui UK Seni Unhalu. Asidin La Hoga adalah sosok yang sejak mahasiswa menulis puisi dan sampai sekarang memberikan motivasi pelaku-pelaku sastra untuk giat menulis.
Salah satu faset perkembangan sastra Kendari yang sangat berarti adalah diterbitkannya antologi puisi Irianto Ibrahim Buton, Ibu, dan Sekantong Luka oleh Frame Publishing, Yogyakarta. Antologi puisi tunggal ini kemudian diluncurkan dan dibedah di Yogyakarta, Tasikmalaya, dan PDS H.B Jassin, Jakarta, mendapat sambutan yang baik di kota-kota tersebut. Ini adalah sebuah pencapaian tersendiri bagi sastra Kendari yang memahat tradisi keberaksaraan dan turut memperkenalkan sastra Kendari ke masyarakat sastra Indonesia yang lebih luas.
Pintu Masa Depan
Sastra Kendari kini maju selangkah. Hopla! Teriak Chairil Anwar. Kita memang harus melompat agar maju dan bisa seiring dengan kota lain, meskipun berat. Sastra Kendari, tidak bisa tidak, harus dibangun dari tradisi tulis yang cukup kuat. Selain tradisi tulis, harus ditopang dengan tradisi membaca, tradisi diskusi atau sharing, tradisi berguru, dan tradisi bertualang. Jika tidak mengikuti perkembangan sastra Indonesia mutakhir, Kendari akan mundur dan terpuruk.
Kehadiran sastra Kendari, sebagaimana di daerah lain, adalah suatu kenyataan betapa Jakarta bukan lagi Pusat Sastra. Kota-kota yang tersebar di Indonesia membangun dirinya sendiri menjadi pusat yang baru. Kata Emha, setiap penyair membangun kursinya sendiri. Akan tetapi, membangun diri sendiri, butuh “kemandirian” dan kemauan kuat agar bisa dikenal sebagai Kota Sastra.
Seperti apakah sastra Kendari masa depan? Jawabnya sangat musykil. Akan tetapi bisa kita raba dengan menengok sastra masa lalu dan melihat sastra hari ini. Jawabnya bisa tiga: mundur, jalan di tempat, dan lebih maju! Tergantung pada “gantungannya”. Dan gantungan itu ada pada kita semua.
BTN Puri Tawang Alun 2
Rabu, 24 November 2010
Tulisan ini pernah dipaparkan pada diskusi Sastra Kendari: Masa Silam, Masa Kini, dan Masa Depan di Teater Sendiri, 28 November 2010, lalu dipublikasikan di Facebook Syaifuddin Gani, 2 Desember 2010.
Dijumput dari: http://komunitassastra.wordpress.com/2011/01/03/sastra-kendari/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 21 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar