S.W. Teofani
http://www.lampungpost.com/
KENAPA kau pergi, Guru. Bukankah pengetahuanmu belum genap kucecap. Ke mana engkau menjejakkan tapak. Tak ada tilasmu untuk kutuju, selain segenggam kenang atas seluruh kehilangan. Tak kau berikan tanda pun sasmita untuk sebuah perpisahan purna. Sepertinya engkau lupa telah mengasuhku sejak mengada.
Senja lengas itu kau biarkan seorang saja aku menggembala. Tak ada kekhawatiran selain ketakzimanku pada seluruhmu. Sungguh tak biasa kau biarkan aku sendiri menghalau ribuan domba itu, sedang srigala mengaum dari seribu penjuru.
Guru, tanganku tak sekukuh hastamu. Yang lempang mengarak langkah waktu. Jemariku tak sebanding telunjukmu, teguh mengarah peradaban debu. Lalu apa yang kau sisakan hingga tega meninggalkanku di padang tanpa rumput dengan beliung menderu.
Duh Guru, andai kutahu musabab kau meninggalkanku, kan kuluruhkan setiap denyar luka yang menyilaukanmu. Tapi tak kutemukan musabab pun maksud lesapmu. Tak ada yang kau pesankan selain kepergian itu.
Malam setelah gaibmu, kau bertandang antara nyata dan maya. Mengusap bahuku dengan kasih yang melebihi cinta. Aku tak sanggup menatapmu barang setegak benang. Kurasai jiwa itu merengkuh rindu. Tapi tak sanggup kugapai jubah putih, juga kakimu. Agar kusujudkan seluruh cemas yang kau sangsangkan di tengah siang.
Terlalu sarat kata ingin kusampaikan, tapi tak sedenting pun terucap.
Apakah kau masih menatapku, Guru. Aku sesengguk lurus dengan telapakmu, tanpa kutahu, apakah ujung kaki itu berpijak atau berjarak. Tapi kutahu, jiwamu merengkuh ibaku. Aku menjadi bayi yang merindu puting ibu. Menyecap setiap hikmah yang kau sematkan di padang waktu.
Tidakkah engkau rindu, Guru. Saat kau ajari aku manahan dahaga, meski kita kecukupan tirta. Lalu kau tunjuki aku dahaga sesungguhnya, yang tak tunai cawan anggur pun jernih telaga. Bukan sekadar air di tempayan rasa, melainkan laku suwungdi dasar sukma. Kau yakinkan aku ada kecukupan dalam kelaparan, ada kesegaran pada dahaga. Kau hidupkan kematian jiwa yang termanja benda-benda. Setiap tapakmu membekas pada jejak waktu yang disusun keping-keping pristiwa.
Lupakah engkau pada semua, Guru?
Saat kau usap penat beban di pundak batinku. Kau yakinkan bahwa hidup seringan cahaya yang dititipkan surya. Kau yakinkan pula tentang mahacahaya di balik seluruh benderang surya, juga jiwa. Aku diam, merasai keagungan jiwamu. Aku lenyap pada pengetahuan batinmu yang melebihi ketakziman biksu.
Adakah aku berbuat salah atas petuah pun titahmu? Kau kujunjung agung melebihi sesiapa yang pernah kusapa. Tak sesiluet pun kuberniat menitikkan kecewa pada hayatmu. Aku mencari pada setiap langit hari yang bermantel sunyi. Tidakkah kau merindukan cengkerama sukma kita yang melebihi kemansyukan sejoli?
Guru, tanpamu, bukan dahan-dahan hidupku yang patah, aku bagai tercerabut dari bumi. Seluruhku layu, diam, beku, melebihi kebisuan dini.
Denganmu aku sedamai bulir pisang yang tersemat pada tandan, terjaga pelepah, daun, dan batang. Aku tak mengkhawatirkan kawanan kera yang mengincarku. Tapi tanpamu, aku tak lebih seulir pisang pada tandan busuk di batang lanas. Kelelawar pun tak ragu mengabisi seluruhku. Duh, Guru, kau dengarkah semua dawai keluhku.
Saat kucoba mendongak, aku siaga pada kesadaran purna. Semua hanya mimpi yang tiba untuk mempertegas lenyapmu. Luruh hatiku semakin saja, tanpa tonggak pun harap penyangga.
Hari ini aku merasai gundah hati Rumi saat ditinggal Guru Samsyi. Kudekap gulana Musa kala Khidir pergi. Tapi aku manusia biasa, Guru. Tak ada gelar ulul azmi yang layak menjadi alasan untukku tegar kehilanganmu. Pun aku bukan guru sufi yang punya berlapis keimanan demi memagar hati. Aku tak mampu mengubah kehilanganku menjadi kasidah cinta juga masnawi.
Tahukah engkau Guru, setiap tilasmu menjadi makna bagiku. Taburan kebajikan yang kau ajarkan dalam diam, berubah ngiangyang menuntun laku. Kepergianmu menyisakan tanya pun duka yang melebihi kedalaman samudera.
***
ADAKAH kau tahu yang disebut guru, duhai Sahabatku? Tidakkah kita mengada dari mula takdir yang sama. Jika aku lebih tahu darimu, tak lebih karena terlahir sebelummu. Karena kucecap pekerti saat kau masih menyusu. Maka kutinggalkan dirimu duhai jiwa yang bercahaya melebihi seluruh pelita. Jika aku tetap bersamamu, siapa yang akan melihat terangmu yang tertutup pantulan hadirku. Tak mungkin ada dua matahari di semesta raya. Pasti satu akan menyelinap pada bayang yang lainnya. Maka kau akan menyala melebihi terangnya bagaskara tanpaku.
Usah kau tengok jalan kecil itu. Memang pernah kita lalui, tapi bukan untuk kita genapi. Dia hanya lintasan. Umpama lorong gelap menuju Tuhan. Maka tiada sesal pun utang yang kita titipkan pada jejaknya.
***
SEDASAWARSA tak cukup untuk mengubur kenang. Sepeninggalmu aku menyudahi petualangan. Terlalu banyak jalan yang tak kita hitung, begitu luas takdir tak terbendung. Manusia hanya bisa diam, menginsyafi kesementaraan atas rencana-rencana kehidupan. Maka aku mencoba tegak tanpamu. Menyisir sepi di batu-batu. Satu-satu kukumpulkan, kutumpuk menjadi bangunan. Kini aku berdiam, menyudahi segala pengembaraan. Entah karena duka atau lelah doa. Karena banyak rencana di luar rencana kita. Hatiku membaca banyak kemungkinan, tapi aku memilih tak mengungkapkan, biarlah rahasia menjadi hak-Nya untuk bersembunyi.
Bening itu darah, tak menentes pun mengental, yang menjadi sanksi kepergian.
Diam pada ketakziman ketentuan. Dan ketentuan hari ini berima dari keputusan masa lalu: keteguhanmu untuk meninggalkanku. Maka kukais apa-apa yang tersisa dari luka. Kukumpulkan yang terserak dari lara. Manjadilah ia kekuatan yang melampai apa-apa yang kita duga.
Sepeninggalmu Guru, kucoba merawat setiap yang kau sampaikan. Kuedarkan lagi pada orang-orang yang berkunjung pun menetap di kastilku. Semakin waktu, satu-satu manusia membunuh kesendirianku. Menjadi wasilah pekerti yang kau wariskan kepadaku. Kepada mereka kusampaikan, darimulah segala pengetahuan itu. Maka ikhlaskan semaua untuk kusebarkan, Guru.
Aku semakin mendapati jalanku, jalan yang lempang dengan kesendirian. Mungkin aku lelah mengharap hadirmu. Hingga kuhidupkan apa-apa yang pernah kau nyalakan di jiwa pun pikirku. Maka tak aka lagi kesendirian yang sesungguhnya, Guru. Kau menjelma pada jiwa-jiwa yang hadir menemaniku. Atau dengan malu aku mengaku kau mengejawantah pada diriku yang menyampaikan risalah pada jiwa-jiwa itu. Entahlah, tapi aku tak lagi sepi pun karenamu. Jika tak kau tunjuki aku jalan-jalan itu, bagaimana aku akan menyampaikan dua jalan yang harus kita pilih untuk sampai pada Sang Maha. Kini jiwa-jiwa itu merindumu meski tak pernah bersitatap dengan wujudmu. Para jiwa telah menerima apa-apa yang pernah kau pantulkan pada jiwaku. Maka, gema kehilanganku menjadi gaung di gua jiwa mereka.
***
“BOLEHKAH aku menimba pengetahuan padamu, Guru?”
“Apa yang akan kau ketahui? Aku belum pantas disebut guru, aku hanya membunuh sepi karena kerinduan pada guruku.”
“Adakah kemasyuranmu akan pengetahuan dan kazuhudan kau tukar dengan frasa membunuh sepi?”
“Itulah yang senyatanya. Kau tahu, Tamuku, mataku buta karena air mata. Sepanjang malam, selama epuluh tahun, aku nyanyikan kehilangan atas manusia agung yang kusebut guru. Kecerdasannya mendekati Khidir, kezuhudannya sebanding sufi.”
“Di manakah ia?”
“Aku tak tahu. Dia lenyap begitu rupa. Aku telah mencari di setiap penjuru yang kutahu, tapi sia-sia. Akhirnya aku diam, di sini, menyanyikan namanya pun seluruhnya pada orang-orang yang bertanya.”
“Adakah yang bertanya tentang halnya?”
“Jiwa-jiwa yang merindu kebaikan akan memburu orang-orang terpilih. Maka gurulah yang menjadi pilihan nilai kebaikan. Kebaikan dan guruku menyatu menjadi nyanyian yang tak kuhentikan sebelum manusia pencari pengetahuan lelap.”
“Apakah kau mengharapkan pertemuan dengan gurumu?”
“Aku telah mengikhlaskannya, pun kehendaknya untuk meninggalkanku. Aku hanya percaya, dia lakukan itu bukan tanpa rencana.”
“Jika kau bertemu dengannya, adakah utang yang akan kau lunaskan?”
“Kami pernah berjanji untuk mengafani siapa yang lebih dulu menghadap Illahi.”
“Kau ingat itu, dan aku datang menagih janji. Aku akan damai jika ajal tiba kau yang mengafani.”
“Guruuuu……”
***
AKU tersungkur, dengan perasaan tak terukur. Meski mataku tak menatapnya, batinku melebur seluruhnya. Kurasakan dia memelukku, hingga aku tak merasakan apa pun.
Lamat-lamat kudengar tangis kehilangan. Tak ada yang lebih damai dari kepergian yang dihantarkan orang terkasih. Dia mengafaniku.
Lampung, Februari-Maret 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Kamis, 15 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar