Iwan Gunadi
Lampung Post, 20 April 2011
SEPANJANG April setiap tahun, lebih-lebih 21 April, kita seperti tak bisa membetot R.A. Kartini dari memori kita dan tetap menempatkannya pada aras atau posisi yang sangat khusus sebagai perempuan pahlawan. Kita menghormati dan mengenangnya tak sebagaimana kita menghormati dan mengenang perempuan-perempuan pahlawan yang lain.
Padahal, ada banyak perempuan yang layak dikenang atau sekurangnya dijadikan inspirator, baik melalui gagasannya maupun perjuangan fisiknya.
Misalnya, selama era Kerajaan Mataram Kuno hingga era Kerajaan Majapahit, kita bisa mencatat sejumlah perempuan yang punya posisi penting dalam pengelolaan kerajaan. Selama 1641-1675, dari 73 anggota Majelis Mahkamah Rakyat (parlemen), 16-nya adalah perempuan. Selama abad ke-17 hingga awal abad ke-18, ada empat perempuan sultan (sultanah) dari 31 sultan yang pernah memimpin Kerajaan Aceh Darussalam.
Aceh, boleh jadi, memang kontributor terbesar perempuan-perempuan tangguh dan inspiratif bagi Nusantara sebelum dan semasa Kartini. Aceh telah memberikan contoh bagaimana kesetaraan gender dan kebangkitan perempuan digulirkan.
Berabad-abad sebelum Kartini, Aceh pernah melahirkan sejumlah perempuan pemimpin. Misalnya, Ratu Nihrasyiah Rawangsa Khadiyu memimpin Samudra Pasai selama 1400-1427; Keumalahayati memimpin armada laut Kerajaan Aceh era Sultan Alaiddin Riayatsyah Al Mukammil (1589-1604) dan menjadi perempuan Aceh pertama yang berpangkat laksamana (admiral); Leurah Ganti dan Muda Tjut Meurah Inseuen memimpin Resimen Pengawal Istana (Suke Kawai Istana) dengan pangkat laksamana pada masa kepemimpinan Sultan Riayat Alaudin Sjah V (1604-1607); serta empat sultanah menjadi pemimpin tertinggi Kerajaan Aceh selepas era Sultan Iskandar Muda: Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin (1641-1675), Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (1675-1678), Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah (1678-1688); dan Sri Ratu Kamalat Syah (1688-1699).
Keumalahayati adalah wanita Aceh pertama yang berpangkat laksamana (admiral), pangkat tertinggi pada armada laut Kerajaan Aceh yang dipimpin Sultan Alaiddin Riayatsyah Al Mukammil (1589-1604). Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar, pintar menulis puisi dan prosa, serta mampu membuat Kerajaan Aceh sangat maju, terutama di bidang ilmu pengetahuan. Meskipun masa kepemimpinannya hanya tiga tahun, Ratu Nurul Alam Naqiatuddin menyumbang satu hal penting, yakni perubahan Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh dan Adat Meukuta Alam. Kendati kekuasaannya dirongrong para penganut paham wujudiyah yang tak menginginkan kepemimpinan perempuan, Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah mampu membuat utusan Raja Syarif Barakat dari Mekkah kagum melihat kemakmuran Banda Aceh sebagai kota internasional. Rongrongan para penganut paham wujudiyah mencapai klimaks ketika berhasil melengserkan Sri Ratu Kamalat Syah pada 1 Oktober 1699.
Sejak saat itu, era kepemimpinan sultanah berakhir di Kerajaan Aceh. Meskipun demikian, kemudian, perempuan yang memasuki ranah publik tak pernah sirna sama sekali. Ketika setiap istri merasa wajib meneruskan perjuangan suaminya jika sang suami mati berperang, ranah publik Aceh tak pernah benar-benar kosong dari peran perempuan.
Yang paling populer tentulah perjuangan Cut Nyak Dien yang bergerilya di rimba Aceh sepeninggal ayahnya hingga selepas suami keduanya, Teuku Umar, gugur di medan pertempuran. Rekan seperjuangan Cut Nyak Dien, Teungku Fakinah atau Teungku Faki, berjuang melawan penjajah dalam dimensi yang lebih luas: panglima perang, ulama besar, dan tokoh pendidikan. Di Pasai, Cut Nyak Meutia memimpin perang sambil mengasuh dan menyiapkan putranya yang masih berumur sebelas tahun meneruskan perjuangannya melawan Belanda. Cutpo Fatimah, teman seperjuangannya, bersama suaminya, Teungku Dibarat, juga melanjutkan perjuangannya.
Pocut Baren memimpin perang gerilya serta menjadi uleebalang daerah Gome dan memiliki banyak pengikut yang membantunya dalam pertempuran melawan Belanda. Bersama anak-anaknya—Tuanku Muhammad, Tuanku Budiman, dan Tuanku Nurdin— Pocut Meurah Intan atau Pocut Biheu berperang melawan Belanda di hutan belukar hingga tertawan setelah terluka parah pada 1904.
Di Sumatera, selain Aceh, Sumatera Barat menyorongkan sejumlah nama perempuan pejuang yang layak dikenang. Sekurangnya, ada tiga perempuan yang sangat patut dicatat. Satu, Siti Manggopoh dari Agam yang melawan kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting). Dia pernah mengalami konflik batin ketika akan menyerbu benteng Belanda: tetap di rumah untuk menyusui anaknya atau ke luar rumah untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda. Akhirnya, dia memilih yang terakhir.
Dua, Rohana Koedoes yang mengembangkan pendidikan untuk kaum perempuan dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia pada 1911 dan Rohana School pada 1916 serta menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat mengungsi ke Medan. Tiga, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, orator ulung yang sering mengecam secara tajam kekejaman dan ketidakadilan Belanda, aktivis organisasi yang berpandangan luas dan berkemauan keras, serta anggota parlemen dan Dewan Pertimbangan Agung.
Dari Sulawesi, kita mengenal Siti Aisyah We Tenriolle asal Sulawesi Selatan dan Maria Josephine Catherine Maramis dari Sulawesi Utara. Selain dikenal sebagai ahli dalam pemerintahan, Aisyah pernah menyusun sendiri ikhtisar epos terpanjang di dunia, La-Galigo, yang tebalnya lebih dari 7.000 halaman folio. Melalui opini-opininya di surat kabar, Maria Maramis menunjukkan pentingnya peran ibu dalam keluarga, lalu mewujudkan gagasannya dengan mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya pada 8 Juli 1917.
Dari Maluku, Martha Christina Tiahahu sudah mengangkat senjata melawan Belanda sejak berumur 17 tahun pada perang Pattimura pada 1817. Dia juga menyemangati kaum Hawa di daerahnya untuk ikut membantu kaum Adam bertempur melawan Belanda.
Sebagaimana Aceh, Jawa juga menawarkan banyak perempuan yang layak diteladani. Tapi, tidak sebagaimana kebanyakan perempuan Aceh yang terjun langsung ke medan perang, perempuan Jawa lebih banyak berjuang di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Nyai Hajjah Siti Walidah Ahmad Dahlan dari Yogyakarta aktif mendampingi suaminya, K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, mengembangkan organisasi keagamaan tersebut. Dia juga kemudian memimpin Aisyiah, sayap keperempuanan Muhammadiyah, yang didirikan pada 1918. Dewi Sartika merintis pendidikan untuk kaum perempuan dengan membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia Belanda pada 16 Januari 1904.
Dari era kerajaan, masyarakat Jawa juga mengenal Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi yang heroik dan lebih dikenal sebagai Nyi Ageng Serang. Pramodhawardhani, penguasa kelima Kerajaan Medang (Mataram Kuno), menunjukkan pentingnya kerja sama perempuan dan lelaki dengan mengendalikan Kerajaan Medang bersama suaminya, Mpu Manuku (Rakai Pikatan), meski keduanya berbeda agama.
Praktek kepemimpinan bersama juga ditunjukkan Prabu Sri Suhita yang mengendalikan Kerajaan Majapahit selama 1427-1447 bersama suaminya, Parameswara Ratnapangkaja. Kusumawardhani juga turut mendampingi suaminya, Wikramawardhana, dalam memangku pemerintahan Majapahit.
Di bawah kepemimpinan Tribhuwana Wijayatunggadewi yang didampingi suaminya, Kertawardhana dan dibantu Patih Gajah Mada, pada 1334, wilayah Majapahit bertambah luas. Terakhir, kita tentu tak layak melupakan perempuan kharismatis seperti Ratu Sima atau Ratu Simo. Semula, perempuan yang sangat cantik ini merupakan tokoh di belakang layar keberhasilan Kartikeyasinga memimpin Kerajaan Kalingga. Tapi, setelah suaminya tersebut mangkat pada 674, dia maju ke depan menggantikan suaminya. Di bawah kepemimpinan Ratu Sima, Kalingga menjadi kerajaan makmur dan tertib hukum. Tak seorang pun berani melanggar hak dan kewajiban masing-masing karena hukum ditegakkan secara konsisten dan tanpa pandang bulu.
Iwan Gunadi, Peminat sosial budaya
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/04/perempuan-perempuan-sebelum-kartini.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar