Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/
Apa yang membuat Gunawan Maryanto (Penulis dari teater Garasi Yogyakarta) dan Henri Nurcahyo (Esais Surabaya) kesemsem dengan penampilan Teater Tirto Agung? Selama terselenggaranya Dana Hiba Teater Kompetitif 2-6 Januari 2011 di gedung PSBR yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jombang, dua pegiat seni di atas didapuk menjadi juri. Tentu minim untuk disangkal soal keakuratannya dalam menilai sebuah akting pementasan. Saya yakin. Gunawan Maryanto dan Henri Nurcahyo adalah orang yang tengik di bidang perteateran. Tentu sudah mendaur matang dari berbagai cara pandang sebelum memutuskan siapa yang menang dalam kempetisi awal tahun 2011 lalu.
Pada kategori mahasiswa dan umum, yang ditentukan dalam satu paket kemenangan, dewan juri menetapkan teater yang berjuluk Padepokan Tirto Agung sebagai juara satu. Berbeda dengan peteater lain dalam kompetisi lalu, Padepokan Tirto Agung (PTA) yang dipimpin Eko Kriwil, menyuguhkan konsep akulturasi antara teater modern dengan teater tradisi (dalam hal ini ludruk). Sepintas, seolah menonton ludruk. Husiknya pun berbada.Menurut Heru, pengendali musik dalam PTA, sengaja mengaransemen musik yang berbeda dengan musik melo sinetron.
PTA didirikan pada 7 Juni 2007 oleh tiga aktor beken Eko, Haris dan Rudi. Kegigihan mereka telah membuahkan hasil dengan memboyong 2 kali berturut turut festival teater se-kecamatan Mojoagung sebagai juara I. Selain itu, untuk mematangkan komunitasnya, Eko Kriwil mencari terobosan dengan bergabung Lawak Srimulat dan sering tayang di JTV Surabaya.
Dalam usia tiga tahun lebih, komunitas ini sudah menunjukkan ketangguhannya. Mereka tidak pesimis. Termasuk yang mendukung kekuatan PTA sebagai bayi sesar yang lahir dari ketidakbersenyawaan dengan konsep perteateran yang digabungi sebelumnya adalah menejemen program komuntasnya kedepan. PTA ini membagi rutinitas kegiatannya menjadi 4 devisi, yakni musik, tari, teater dan kepenulisan. Mereka berprinsip bahwa hal kecil yang termenejemen, akan mengalahkan hal besar yang tanpa dimenejemen.
PTA yang terjadwal pentas tanggal 5 Januari jam 15:30, mengangkat lakon’ Sabdo Dadi’. Sutradara Haris Sutikno sengaja menghadirkan nuansa tradisi. Sehingga selama pementasan yang berdurasi 96 menit itu, full dengan bahasa nJombangan.
Panggung mulai jadi sorotan mata pengunjung setelah rekanita Yuni Anitasari menghentakkan kakinya sembari menyabetkan liak liuk selendang merah, dengan dandanan ala lelaki ksatria, sedang memainkan tari remo. Berikutnya penonton dibuat garr.. gerr.. oleh dagelan Cak Eko dan Cak Ganda.
Adalah adegan yang tak bisa dipisah dalam kehidupan masyarakat Jawa Timur. Yakni menjalani hidup dengan diselingi lelucon. Asumsinya agar tidak terlalu sepaneng, tegang dan stress dalam mengatasi peroblematika hidup yang teramat gigantik ini. Tradisi lelucon di Jawa Timur sudah berkembang sejak tahun 760 M. Dimana raja Gajayana Kanyuruhan (Malang) adalah seorang seniman yang meninggalkan teori lelucon dengan membangun candi Badhut (S. Wojowasito 1984). Tradisi guyonan / ludrukan itu langgeng terus dan sempat terekam dalam penelitiannya Saripan Hadi Hutomo yang menemukan rumus kata
‘Javananch Nederduiticch Woordenboek’karya Genke dan T. Roorda (1847), ludrukan atau guyonan artinya Grappermaker. Begitu juga WJS. Poerwadarminta dalam bukunya BPE Sastra (1930).
Lakon Sabdo Dadi yang ditulis Tulus Asmoro mengisahkan hukum keseimbangan metablisme alam. Dimana perbuatan baik dan buruk pasti ditagih akibatnya (becik ketitik, olo ketoro, Gusti Alloh gak turu).
Berawal dari kisah asmara bersyarat antara tokoh yang bernama Thok Thok Ugel yang dicintai Dewi anak seorang Adipati yang sekaligus juragan Ugel. Selama menjadi porang (pekerja tetap untuk menangani sawah) Adipati, ketulusan Ugel membuat Dewi kesemsem. Mungkin juga karena sering bertemu maka tumbuhlah benih benih cinta (tresno jalaran soko gelibet). Akhirnya sang Adipati tidak menyetujui cinta mereka berdua berlanjut ke pelaminan. Adipati pun memainkan politiknya untuk menyingkirkan Ugel. Adipati bersedia merestui dengan syarat, Ugel membawa intan sebesar telur buaya.
Menyaksikan ibunya dimarai, diejek, diludahi Adipati, Ugel merasa terpanggil untuk menunjukkan bagwa ada kekuatan besar dari segala kekuatan, yakni kekuatan Tuhan. Sedangkan orang yang diutus Tuhan untuk melahirkan, merawat, serta melangsungkan kehidupan seseorang adalah sang ibu, yang dijuluki pangeran katon (Tuhan yang tampak). Ugel pun meminta ibunya merestui dirinya. Supaya, hajat Ugel yang berat terkabulkan. Betapa terhenyak Henri Nurcahyo dan Gunawan Maryanto, apalagi para penonton, begitu menyaksikan seorang aktris yang didapuk sebagai ibunya Ugel, melakukan ritual dahsyat yang zaman sekarang tak mungkin dijumpai lagi, yakni melangkahi (nyawani) Ugel hingga tiga kali. “ Tak sembadani urepmu nak, sak tibo tibomu jek blahi selamet. Asale teko gua garbanku, balek nang sua garbanku.” Seketika itu tubuh Ugel menjadi berkapasitas kuantum. Denyut jantungnya beradhesi dengan gelombang energi alam semesta. Karena manusia yang menjadi makri kosmos, maka tunduklah rotasi seluruh planet kepada Ugel.
Ugel lalu pergi ke pantai mencari intan yang diinginkan Adipati. Setelah keteguhannya memuncak di tepi pantai, Ugel pun menyabda lautan agar mengering. Seketika lautan pun mengering. Namun yang menjadi permasalahan baru ialah bagaimana kelangsungan habitat laut. Demi menyelamatkan semuanya, ahirnya Danyang (hantu) laut menuruti apa yang diinginkan Ugel, yakni lautan memberikan intannya kepada Ugel.
Sesungguhnya tidak ada kesaktian atau kekuatan apa pun bagi Ugel. Hanya sepeleh. Pada posisi kuantum (nol), berbarengan dengan energi yang memusat, saat itulah Alloh memperkenankan do’a Ugel. Cerita Ugel ini persis yang dialami Nabi Musa. Ketika dalam posisi terjepit, seketika idzrib bi ashokal bahr (pukulkan tongkatmu ke lautan), saat itulah momentum perkenan Alloh terjadi. Dan hal itu tidak akan bisa diulang pada sedetik berikutnya. Hanya moment itu.
Setelah memperoleh intan, Ugel pun mengajak ibunya melamar Dewi. Namun kenyataan kadang tak sejalan dengan apa yang diharapkan. Sesudah intan ditangan Adipat yang waktu itu diperankan Aris, na’as bagi Ugel dan ibunya. Ia malah dituding mencuri intan sang Adipati. Ugel dan ibunya diusir secara hina. Saat itulah Ugel merasa kesabaran ada batasnya. Cacing saja diinjak berkeliat kok! Apalagi manusia yang setiap hemoglobin aliran darahnya diurus serius oleh tuhan dalam tata kosmos keseimbanganNya.
Ugel kembali ke pantai. Namun tidak meminta lautan memberi intan lagi. Tetapi meminta laut memberinya gelombang tsunami yang menenggelamkan keluarga Adipati. Yang dalam pementasan sore itu, digambarkan dengan piastik selebar panggung yang digulung seperti gelombang.
Membaca tulisn rekan Hadi Sutarno yang dimuat Radar Mojokerto 16 Januari 2011, kurator seni dari teater Mentari Undar ini lebih menyerahkan nasib Ugel dan Dewi kepada penonton. Namun lebih jauh, naskah ini merupakan sarkastik terhadap bencana nasional yang tak kunjung redah. Adipati adalah simbol penguasa yang menjelang pemilu meminta rakyat membawa suara untuknya, namun setelah menjadi penguasa, hak rakyat diambil alih. Yakni hak untuk menjadi juragan yang diwakili suaranya. Sedang penguasa adalah buruhnya rakyat, jongosnya rakyat yang telah mewakilkan suaranya kepada penguasa.
Menyaksikan PTA dengan lakon Sabdo Dadi, penonton seperti dibawa kebelantara nusantara. Dimana potret kehidupan beserta pernik pernik angkaramurkanya adalah gambaran sebuah negeri yang indah dan kaya termasuk beragam juga jenis jenis kedzolimannya.
Prahara yang mendera nasional bukanlah gejala spontanitas. Melainkan jauh sebelum penguasa, pemilik modal dan jabatan berserakah, alam sudah mempersiapkan lempengan bumi yang sewaktu waktu bisa bergerak.bersama do’a rakyat yang teraniaya. Dalam lakon sebuah pertunjukan, kisah gampang diahiri oleh sutradaranya. Tetapi dalam lakon keindonesiaan, siapa yang akan menghentikan?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar