Sabtu, 18 Desember 2010

10 Nopember dan Kekuatan Lokalitas

Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

1. Sinopsis 10 November

Kesan yang hilang dari peringatan 10 Nopember ialah tidak dijadikannya pemikiran utama bahwa pertempuran sekitar tanggal 10 Nopember 1945 murni didukung kekuatan santri dari ponpes seJawa Timur. Kesan yang justru menebal seolah bahwa pertempuran yang melahirkan hari pahlawan itu murni perjuangan Arek Surobayo (kota).

Selang 2 bulan setelah proklamasi, pasukan Inggris datang dengan pasukan Ghurka-nya berjumlah 6000 orang pada 25 Oktober 1945 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Malaby, dengan tujuan merebut kembali daerah jajahan Jepang di kawasan Asia. Bersamaan pada itu, pemimpin Indonesia pusat (Jakarta) sedang memberlakukan genjatan senjata dengan pihak Sekutu.

Ketidakjelasan pemimpin pusat (Sukarno) pascagenjatan senjata, sedang di sisi lain pasukan Sekutu sudah bersandar di pelabuhan Tanjung Perak, membuat mosi bagi seluruh pejuang Jawa Timur.

Keadaan demkian kemudian direspon KH. Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar NU dengan mengumpulkan ulama seJawa-Madura untuk melangsungkan rapat raksasa 22 Oktober 1945. Dari pertemuan ulama tersebut tercetuslah Resolusi Jihat: Yaitu setiap kiai seJawa Timur dimohon menggalang, memobilisasi santrinya untuk berjihat melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Tertunjuk dalam rapat KH. Wahid Hasyim mengorganisir wilayah Surabaya. KH. Abdullah Siddiq wilayah Besuki, KH. Bisri Syamsuri barisan para kiai, KH. Muhammad, Kiai Halim dan Siddiq memimpin wilayah Jember. Kiai As’ad dan Kiai Sukri membawahi wilayah Kediri. Sementara ponpes Tebuireng Jombang sebagai pusat perjuangan yang dihadiri Jenderal Sudirman, Kolonel Sungkono, Mustopo, Bung Tomo dll.

Situasi Surabaya memanas sejak tanggal 28 Oktober, dikarenakan pasukan Inggris menangkap sekitar 30 kendaraan rakyat sipil dan beberapa mobil yang kedapatan membawa senjata. Puncak kemarahan warga Surabaya bermula sejak bendera Belanda berkibar lagi di Hotel Yamato yang dianggap tidak menghormati pemerintah setempat. Pemicu pertempuran terbuka mulai tanggal 30 Oktober setelah AWS Mallaby terbunuh. Herannya, tanggal 31 Oktober Sukarno berpidato di corong radio menginstruksikan genjatan senjata. Hingga sampai tanggal 9 November Jenderal Manserg mengultimatum Surabaya agar menyerahkan senjata sebelum jam 06.00 sekalian bertanggung jawab atas terbunuhnya AWS Malaby.

Menyikapi Ultimatum pihak Sekutu tersebut, para pemimpin pejuang Jawa Timur segera menelpon Jakarta, meminta ketegasan pusat. Namun pusat melimpahkan bahwa urusan itu kewenangan Surabaya. Maka pada jam 23.00, Gubernur Jawa Timur / Suryo mengumumkan perihal penolakan terhadap ultimatum Sekutu lewat radio yang menginstruksikan segenap rakyat Surabaya dimohon bertempur melawan sekutu sampai titik darah penghabisan.

Pukul 06.00 tanggal 10 November pasukan Sekutu mulai menyerang di sekitaran Tanjung Perak. Maka pukul 09.00 Komando Petempuran Indonesia (KPI) segera melakukan perlawanan di jalan Gresik, Kebalen, Kalimas Timur, Jembatan Merah, Sawah Pulo, Nyamplungan, Benteng Miring, Pegirikan, Sidotopo, Stasiun Prins Hendrik dan Kenjeran. Sedang komando perlawanan diserukan Bung Tomo tepat pukul 09.30 di corong radio pemberontakan di jalan Mawar. Itulah saat Bung Tomo membangkitkan militansi TKR, Pelajar, Polisi, Hisbullah / Sabilillah dengan seruan “ Allohu Akbar! Merdeka! Atau Mati!”

Hisbullah dalam kota (Surabaya) bernaung di Markas Oelama Djawa Timur (MODT) jalan Kepanjen yang dipimpin KH. Abdun Nafik Akhyar, KH. Thohir Bakri, selaku kordinator Hisbullah Surabaya Tengah dipimpin Husaini Tiawai dan Muh Muhajir, bermarkas di Madrasah NU Kawatan, Hisbullah Surabaya Barat dipimpin Damiri Ihksan dan A. Hamid Has bermarkas di Kembang Kuning, Hisbullah Surabaya Timur dipimpin Mustakim Hakim, Abdul Manan dan Akhyat bermarkas di Sidopaksan.

Awa pertempuran di Surabaya tersebut, menurut laporan Inggris, korban tewas pihak Indonesia 6.315 orang dan pihak Inggris 4.000 orang. Sedang total pertempuran selama 24 hari menewaskan korban seluruhnya 20.000 orang.

2. Selilit 10 November

Menurut Emha, tidak ada bahasa kusus yang mengartikan makna ‘selilit’. Ia setara kotoran kecil atau gudal di sela gigi, yang keberadaannya mengganggu kenyamanan. Selilit pada teks bagian kedua ini sengaja saya hadirkan sebagai pelebaran wacana eksiklopedi dari teks pertama. Sebab ilmu haruslah tetap dibongkar walaupun pahit.

Gereget KH. Hasyim Asy’ari dan para pemimpin pejuang Jawa Timur mengambil inisiatif memobolisasi santri, sebagai reaksi lamban presiden Sukarno dalam memutuskan persoalan pendudukan Indonesia kembali oleh Sekutu. Kenapa Sukarno Lamban dan tidak tegas? Hal yang sama juga dilakukan Sukarno saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Herosima dan Nagasaki Jepang dibom Sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Sementara, proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 (tiga hari kemudian). Selang waktu 3 hari adalah hal yang ‘lama’ketika suatu negara dalam keadaan vocum. Apalagi Indonesia yang memang sangat merindukan terbebas dari penjajah. Kesengsaraan ditindih penjajahan Belanda selama 350 tahun dan 3 setengah tahun pengekangan Jepang, semestinya Indonesia geragap segera bangkit ketika jatah waktu merdeka telah tiba. Secara memang yang diidamkan, dikoarkan selama perjuangan. Namun tidak demikian halnya dengan Indonesia. Sukarno dan seluruh friksi aliran politik yang berintrik-ria seperti tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan secepetnya. Hal ini dapat dilihat dari teks proklamasi yang terkesan ditulis mendadak dan kurang sempurna, serta pembacaan proklamasi dengan nada kalem. Padahal Sukarno yang dijuluki ‘singa podium’itu selalu berpidato lantang di mana mana. Pertanyaannya adalah: Apakah mereka sungguh sungguh ingin mendirikan negara? Kelemahan niat awal tersebut berakibat melemahkan keadaan Indonesia hingga sekarang. Pemerintah tidak sungguh sungguh komitmen menjadikan Indonesia sebagai suatu negara. Rekaman pembacaan teks proklamasi yang selama ini kita dengar adalah hasil rekaman ulang, dan bukan rekaman langsung dari jalan Pegangsaan Timur pada 17 Agustus 1945 lalu.

Tidak hanya Sukarno yang tidak serius menjadikan negara Indonesia. Lebih parah lagi pada masa Suharto. Sukarno dan Bung Tomo dianggap sebagai imperialis dalam kekuasaanya.

Tahun 1981 Bung Tomo menunaikan ibadah haji dengan kloter penerbangan 50 A yang berjumlah 250 jamaah. Keberangkatan kloter Bung Tomo ini dijebak halus oleh penyelenggara haji Jakarta. Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis yang ditunjuk Depag Jakarta, ternyata kemampuannya menampung jamaah tidak sesuai dengan keterangan Depag. Bung Tomo dan 250 anggotanya telunta karena rumah Syeikh Abdurrahman Fuad Bugis sempit dan hanya ada 2 kamar kosong. Kerena kelelahan bertanazzul (mencari tempat lain) demi anggotanya, ahirnya Bung Tomo jatuh sakit. Dan tepat di Arafah tanggal 7 Oktober 1981 Bung Tomo menghembuskan nafas terahirnya di negeri jauh dari tanah air yang telah dibelanya. Inilah bukti ketidakbecusan pemerintah Indonesia memberlakukan para pahlawan.

Hal yang sama juga terjadi pada KH Yusuf Karim Tebuireng, KH. Musta’in Romli Rejoso, sabutase penabrakan terhadap rombongan Gus Dur yang berakibat melumpuhkan Ibu Shinta Nuriah Wahid dll. Mereka dijabung halus dengan dalih diberangkatkan beribadah haji, namun diincar kematiannya.

Hingga sekarang pemerintah Indonesia selalu menafikan peran para santri dalam menjadikan Indonesia. Umat Islam seperti dikebiri hak kepemilkannya terhadap negara yang telah mereka bela. Muslim dimarginalkan dari posisi penting segala bidang dengan dalih anti terorisme.

Jika hendak adil, ketahuilah! Indonesia bukanlah Jakarta. Dan keberhasilan 10 Nopember bukanlah perjuangan Arek Suroboyo semata. Melainkan kekuatan lokal yang berduyun duyun ke satu titik kekuatan militansi untuk mengorbankan dirinya demi Indonesia. Tanpa para kiai, tanpa santri, Indonesia hanya kisah dalam cita cita sebagai suatu negara.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir