Subhan SD
http://www.kompas.com/
Penderitaan panjang pasca-tragedi politik tahun 1965 tak membuat semangat hidup Awal Uzhara padam. Walaupun 32 tahun hidup tanpa status kewarganegaraan (stateless), sineas yang dikirim belajar ke Moskwa di zaman Soekarno ini tetap menyalakan api kesenian Indonesia di Rusia.
Saya ingin kesenian Indonesia terus dikenal oleh masyarakat Rusia, kata lelaki yang kini mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Institut Negara-negara Asia dan Afrika (ISAA), Universitas Moskwa (MGU), ini saat ditemui di Moskwa beberapa waktu lalu. Kini dunia telah berubah. Konflik ideologi yang memunculkan Perang Dingin dan membelah dunia menjadi Blok Barat dan Blok Timur tinggal catatan sejarah.
Namun, pergolakan politik dan pertarungan ideologi pada dekade 1960-an itu telah membuat pria kelahiran Kayutanam, Sumatera Barat, 77 tahun silam itu sadar bahwa mimpinya menjadi sutradara besar Indonesia terpaksa dikubur dalam-dalam. Walaupun gagal menorehkan sejarah perfilman nasional seperti rekannya, Syumandjaya, Awal Uzhara tak lantas kehilangan semangat untuk terus memperkenalkan kesenian Tanah Air-nya.
Usia boleh senja, tetapi Awal tetap setia mengajari anak-anak muda Rusia dengan berbagai seni tradisi Indonesia, tanah kelahiran yang pernah menolaknya berpuluh- puluh tahun silam. Ia terus mengajari kawula muda Rusia dengan sastra Indonesia, tari-tarian tradisional, gamelan, hingga seni bela diri macam pencak silat.
Bahkan, pria yang setiap bepergian selalu ditemani tongkat ini masih energik membaca sajak di berbagai kesempatan, termasuk di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Moskwa, sebagaimana dilakukannya pada peringatan Hari Proklamasi, bulan Agustus lalu. Di satu sisi, ia tak ingin kehilangan jati dirinya sebagai orang Indonesia. Di sisi lain, ia menginginkan nama Indonesia terus akrab di benak orang Rusia.
”Yang paling penting adalah menanamkan rasa cinta (mahasiswa Rusia) terhadap Indonesia. Soal nantinya setelah tamat mau menekuni atau tidak, itu terserah mereka. Oleh karena itu, saya juga mengajak mahasiswa Rusia untuk datang ke KBRI (untuk lebih mengenal Indonesia),” kata Awal, yang berpuluh-puluh tahun ditolak datang ke KBRI Moskwa di Jalan Novokuznetskaya Ulitsa itu.
Walaupun sebagai orang Indonesia tak mendapatkan tempat yang layak di masa lampau, Awal tetap membawa bendera Indonesia dalam kegiatan berkeseniannya. Nyaris setiap tahun bisa dipastikan ia terlibat dalam acara-acara seperti malam bahasa dan budaya Indonesia di Moskwa atau kota-kota lain di Rusia. Ia mengarahkan para mahasiswa Rusia yang belajar tentang Indonesia agar mampu memahami sekaligus melakoni kesenian Indonesia.
Sejak era 1970-an saat ia dilanda kesulitan hidup terbuang di negeri orang, ia masih bisa berkarya. Beberapa drama pernah dipentaskannya dalam acara-acara seperti malam budaya, antara lain lakon Kopral Tohir karya Trisnoyuwono, sendratari Bebasari karya Rustam Effendi, sandiwara Mangir Wanabaya dan Putri Pembayun berdasarkan naskah Pramoedya Ananta Toer. ”Semuanya (pemain) yang tampil adalah orang Rusia. Dengan kesenian seperti drama atau sajak, orang Rusia justru lebih mudah untuk menangkap bahasa dan mengenal Indonesia,” kata lulusan INS Kayutanam itu.
Beasiswa di Moskwa
Awal Uzhara tak pernah membayangkan, sejarah kelam Indonesia berarti sejarah kelam hidupnya. Pertarungan politik dan ideologi yang membuncah pada tahun 1965, menjadi penanda perputaran jarum hidupnya sejauh 180 derajat. Harapannya untuk menjadi sutradara besar jebolan Moskwa sirna dalam sekejap. Peristiwa politik itu tak hanya membuatnya gagal membangun kehidupan di Tanah Air, tetapi juga merupakan awal kehidupannya yang getir.
Impiannya menjadi bagian dari perfilman Indonesia sesungguhnya terbuka lebar. Pada tahun 1958—di zaman Soekarno berjaya—tiga sineas muda anggota Parfi mendapat beasiswa dari Pemerintah Uni Soviet sebagai mahasiswa ikatan dinas untuk belajar film dan penyutradaraan di Moskwa.
Mereka adalah Syumandjaya, Awal Uzhara, dan Zoebair L Syuman, dan Awal belajar di Institut Sinematografi se-Uni Soviet (Bagian Penyutradaraan) di Institut VGIK, yang merupakan salah satu sekolah film tertua di dunia (Didirikan tahun 1919 oleh sutradara Vladimir Gardin). Adapun Zoebair belajar di Akademi Seni Teater Rusia (GITIS) yang juga merupakan sekolah teater terbesar dan tertua di Rusia (dibangun tahun 1878).
Mereka rata-rata adalah sineas muda berbakat. Awal sendiri adalah asisten sutradara dan telah melahirkan sejumlah film pendek. Filmnya yang cukup populer adalah Hari Libur (1957) yang dibintangi Bing Slamet. Akan tetapi, peristiwa tahun 1965 membuyarkan impiannya menjadi sineas Indonesia masa depan. Awal—lulus 1965—tak seberuntung Syuman yang pulang tahun 1964, sebelum peristiwa itu meletus.
Tahun 1966, di saat ketegangan mulai memuncak, Awal kembali ke Indonesia. ”Saya tidak takut pulang karena merasa tidak bersalah,” kata pria kelahiran 17 November 1931 itu. Dia mengaku bukan bagian Lekra yang onderbouw PKI. Barangkali satu-satunya yang membuat cap negatif terhadap dirinya adalah ikut menandatangani sokongan kepada Presiden Soekarno sesaat setelah peristiwa 1965 meletus. Tak ayal, begitu mendarat di Tanah Air, ia harus menjalani interogasi dan lapor diri yang melelahkan.
Dalam situasi gejolak kala itu, ia ingin mempraktikkan ilmu yang diperolehnya di Moskwa. Dia mendatangi Sumandjaya yang kala itu menjabat Kepala Direktorat Perfilman Kementerian Penerangan RI, tetapi ia harus menerima kenyataan karena di tempat itu tak ada lowongan. Begitu juga saat ia melamar ke Pusat Produksi Film Negara (PPFN), ia pun pasrah. ”Waktu itu barangkali memang tidak ada lowongan,” katanya mencoba melihat dengan kacamata positif.
Ingin mudik
Tahun 1967, ia kembali Moskwa karena anaknya hasil pernikahannya dengan perempuan Rusia pada tahun 1964 sakit keras. Seperti di Jakarta, hidup di Moskwa hanyalah memindahkan problem hidupnya di lain tempat. Begitu tiba di Moskwa, paspornya dicabut. Sejak itu Awal—sebagaimana orang-orang senasib dengannya—hidup tanpa kewarganegaraan (stateless) selama 32 tahun.
Dalam kondisi seperti itu, ia berupaya bertahan. Ia kembali ke kampusnya menekuni film dokumenter sekaligus terus menyalakan api berkeseniannya. Untunglah, berbagai kemudahan di kampus membuat dirinya larut dalam pekerjaan. Tatkala ada acara kesenian rakyat Indonesia di Museum Kesenian Rakyat Timur tahun 1972, Awal ikut ambil bagian. Ia menyertakan film-film pendek yang bertutur tentang sisi kebaikan dan kejahatan hidup manusia.
”Kisahnya saya susun sendiri, filmnya saya edit sendiri, lalu juga saya isi musik sendiri dengan musik Bali,” kenang Awal. Ia juga sempat membuat film Tapol saat solidaritas tapol sedunia digelar di Moskwa tahun 1975. Film itu kemudian diputar pada Festival Film Moskwa tahun 1977. Tak hanya di Rusia, beberapa film pendeknya juga diputar di Jerman.
Ketika Uni Soviet bubar akhir 1980-an itu, Awal mulai merasakan perubahan. Status stateless-nya akhirnya berakhir. Pada 1999, Pemerintah Rusia memberikan kewarganegaraan kepadanya. Maka, ketika pulang ke Tanah Air pada tahun 2001, ia menggenggam paspor Federasi Rusia.
Namun, itu tak lantas membuatnya tenang. Bagi orang Minang ini, pulang dari perantauan adalah impian besar: rindu kampung, keluarga, sanak saudara, adat tradisi, lagu- lagu Indonesia. Persoalannya, jika pulang kampung, hak pensiunnya hilang. Pilihannya bak makan buah simalakama. Untunglah, Duta Besar RI untuk Rusia Hamid Awaluddin memberikan garansi agar orang-orang seperti Awal Uzhara bisa pulang kampung sekaligus tak kehilangan pensiun.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar