Jumat, 10 September 2010

Menafsir Ulang Gajah Mada

Abimardha Kurniawan*
http://oase.kompas.com/

Tidak sulit menemukan nama Gajah Mada (GM) dalam buku pelajaran sejarah. Muhammad Yamin, sastrawan sekaligus tokoh pergerakan itu, menyebut sang mahapatih sebagai “pahlawan persatuan Nusantara” yang kemudian ditabal sebagai judul buku biografi GM gubahannya (1945). Saking terkenalnya, nama GM pun dipakai sebagai nama jalan, perguruan tinggi, bahkan nama restoran! Juga tak lupa, beberapa tahun lalu, Langit Kresna Hariadi menerbitkan 8 jilid biografi tokoh ini dalam bingkai fiksi. Meski banyak kalangan menganggap GM punya peran penting dalam sejarah bangsa ini, namun sosok GM masih diliputi misteri dan kerap mengundang polemik nan pelik.

Pertengahan tahun 2009, Viddy AD Daery pernah membuat sebuah pernyataan sensaional. Ia menyatakan bahwa GM putra asli Lamongan. Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Sebagai orang yang berasal dari daerah Lamongan, juga tentunya sebagai orang yang mahfum betul tentang sosok GM, Viddy mengaitkan beberapa ansair folklor dalam kultur lokal masyarakat Lamongan dengan pribadi GM yang ia pahami. Salah satunya, toponimi sebuah daerah di Lamongan mirip dengan nama GM, yaitu Kecamatan Modo. Sebagai respon, Pemkab Lamongan kemudian membentuk tim pencari fakta untuk menguak kebenarannya. Namun, hingga kini belum terdengar kabar, apakah pencarian itu masih berlanjut atau berbuah hasil…

Untuk menandai bahwa ikhtiar mencari gambaran eksistensi sosok GM belum menemui titik yang pasti, melalui buku ini. Agus Aris Munandar, coba mengungkap tafsiran baru atas biografi sang tokoh melalui telaah arkeologis terhadap Prasasti Gajah Mada dan dua arca perwujudan. Teks-teks sastra sejarah, seperti N?garakr?t?gama, Pararaton, Kidung Sunda, Kidung Sundayana, Babad Gajah Mada, dan Babad Arung Bondhan, dipakai sebagai pembanding untuk menghasilkan interpretasi yang kredibel dalam telaah ini. Sebab, antara prasasti, arca, dan teks sastra sejarah (naskah kuno) memiliki kuantitas informasi yang berbeda-beda.

Tidak semua bagian teks sastra sejarah tersebut dijadikan acuan, hanya yang dianggap punya fakta historis menyangkut sosok GM dan lingkungan sosialnya. Hal ini untuk menghindari bercampurnya peristiwa sejarah dengan peristiwa mitologis yang berlebihan dan irasional. Terlebih, teks-teks yang diacu punya ciri historiografi tradisional yang penarasiannya tiada batas antara fantasi dan kenyataan. Hanya N?garakr?t?gama sebagai perkecualian.

Prasasti Gajah Mada ditemukan di pelataran Candi Singhasari (sekarang di Kecamatan Singosari, Malang) dan kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang berangka tahun 1273 ? (1351 M) ini dikeluarkan GM, yang menyebut diri “rakryan mapatih Mpu Mada”, pada masa pemerintahan ?ri Tribhuwanottunggadewi, raja ke-3 Majapahit. Sebagai sang mahâmatrimukya, GM punya hak untuk mengeluarkan prasastinya sendiri. Mungkin inilah alasan penulis lebih memilih nama Prasasti Gajah Mada dan memakainya secara konsisten dalam buku ini, daripada Prasasti Singhasari yang sudah lazim dikenal.

Dalam prasasti tersebut, tersirat motif yang melatarbelakangi Sumpah Palapa (tan amukti palapa) yang legendaris itu. Disebutkan, GM punya hak untuk memerintahkan pembangunan caitya (bangunan suci) bagi tokoh yang telah meninggal. Karena prasasti ini ditemukan di pelataran Candi Singhasari yang notabenenya tempat pendharmaan Kertanagara, bisa ditengarai GM hendak mempersembahkan caitya kepada raja Singhasari terakhir itu. Dalam kultur Jawa Kuna, lazimnya caitya dipersembahakan oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh yang didharmakan. Jadi, tak lain tak bukan, GM adalah keturunan Kertanagara, tepatnya dari jalur selir.

GM juga menjuluki diri Jirnnodhara, artinya ‘pembangun sesuatu yang baru’ atau ‘pemugar sesuatu yang telah runtuh’. Selain berkaitan dengan pembangunan Candi Singhasari, julukan ini membuktikan—GM ingin meneruskan gagasan Dwipantara mandala, yaitu pengembangan pengaruh hingga ke wilayah luar Jawa, yang semasa Kertanaga hidup terlaksana dalam ekspedisi Pamalayu (1197 ? / 1275 M). Setelah sang raja mangkat, gagasan ini meredup dan kehilangan penerus karena Jawa silih berganti mengalami huru-hara. Pembangunan Candi Singhasari jadi semacam “ngalap berkah” yang dilakukan GM kepada leluhurnya sebelum mengajukan Sumpah Palapa. GM sadar tentang konstelasi politik kawasan Asia Tenggara. Ia ingin membendung pengaruh kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara daratan agar jangan sampai masuk ke wilayah Kepulauan Nusantara.

Selain itu yang menarik, dan tak terduga sebelumnya, adalah pengarcaan sosok GM dalam perwujudannya sebagai Bima dengan karakter lingga (phallus) menonjol. Ini bukti adanya unsur Siwaisme dan diduga berasal dari masa akhir Majapahit. Arca ini berasal dari Trenggalek, Jawa Timur. Pada patung tersebut juga terdapat inskripsi dengan karakter tulisan yang mirip dengan Prasasti Gajah Mada. Sayangnya, inskripsi hanya terbaca sebagaian karena kondisinya cukup rusak.

Banyak yang berspekulasi, antara arca perwujudan Bima dan Prasasti Gajah Mada dibuat oleh seorang citralekha (pemahat batu) yang sama. Pendapat ini masih perlu ditinjau ulang, walaupun kemiripan karakter tulisan bisa dikatakan sangat jarang terjadi antara dua inskripsi. Dari segi isi, khususnya dari nama yang disebut, tidak ada hubungan antara keduanya. Mpu Wirata yang mempersembahkan arca ini, tidak pernah ada di Prasasti Gajah Mada, begitu juga sebaliknya.

Berkaitan dengan tokoh Bima, penulis menghubungkannya dengan konsep astadikpalaka (delapan dewa penjaga arah mata angin) yang mengelilingi Siwa. Bima merupakan perwujudan Siwa di arah barat daya. Dalam konsep India Kuna, arah barat daya dipandang sebagai yang terburuk. Pengarcaan itu merupakan bentuk kerinduan masyarakat Majapahit saat itu kepada sosok GM yang tangguh dan dapat memulihkan stabilitas politik yang terus merosot akibat peperangan. Penemuan arca Bima di situs-situs tempat suci, juga menjadi tanda—GM seorang menguasai ilmu keagamaan.

Pada masa sebelum GM lazim diwujudkan sebagai arca Bima, GM diwujudkan sebagai Brajanata, tokoh pendamping Panji, dengan karakter phallus yang juga menonjol menonjol. Ada kesinambungan konsep antara keduanya. Sebab, siklus cerita Panji merupakan penuturan simbolis kehidupan Majapahit di masa Hayam Wuruk. Tak lain tak bukan, tokoh Panji adalah figur simbolis sang raja Rajasanagara (Hayam Wuruk). Selain menjawab polemik seputar siapa sebenarnya tokoh Panji, pendapat ini juga mencuatkan gambaran lain tentang bentuk fisik GM. Jika Brajanata merupakan ikon GM, maka gambaran wajah GM sungguh sangat berbeda dengan yang dipahami selama ini. Gambaran itu muncul dalam cover buku ini.

Banyak tafsiran baru tentang GM dalam buku ini, mulai dari pengertian nama GM secara etimologis-terminologis dan kaitannya dengan Gan?e?a (h. 12), siapa orang tuanya serta perkiraan tempat kelahiran (h. 10, lantas bandingkan dengan pernyatan Viddy di atas), muasal nama kota Bima di Sumbawa yang berkaitan dengan “penebusan dosa” GM pasca perang Bubat (h. 99), hingga senjata apa yang dipegang saat mengucapkan Sumpah Palapa (h. 51). Tak jarang, tafsiran itu membuat tercengang karena belum pernah terdengar dan terduga sebelumnya.

Namun demikian, sebagaimana judul buku ini, sebagian besar substansi biografi mengungkap sepak terjang sang patih di ranah politik. Ini bisa dimaklumi. Sumber-sumber tentang profil GM dan yang bersifat rasional sebagain besar merekam sepak terjang sang tokoh di ranah itu. Agaknya GM lebih dikenal sebagai tokoh publik yang tangguh dan punya kredibilitas tinggi. Mungkin karena itulah, dan karena GM dikenal ketika berkiprah di ranah politik, kehidupan pribadi serta kelahirannya tersamar dan sering diliputi hal-hal fantastis. Dan penulis buku ini ingin menempatkan GM dalam proporsinya sebagai manusia biasa yang tak luput dari khilaf, bukan sebagai superhuman.

Buku ini punya kedudukan penting dalam kajian tentang biografi GM, sejarah Majapahit, dan sejarah Nusantara kuna umumnya. Buku ini bukan simpulan final atas siapa sebenarnya GM. Bagaimanapun, dalam buku ini biografi GM ditampilkan sebagai “realitas tafsir”. Lebih baik menyikapinya secara kritis, daripada menjadikannya serangkaian “mitos” dalam bentuk baru. Mungkin masih banyak data (artefak) yang terserak dan hingga kini belum ditemukan. Penelitian-penelitian selanjutnya masih ditunggu. Penulis buku ini pun mengharap demikian. Sayangnya, peminat bidang semacam ini terbilang langka. (*)

Judul : Gajah Mada: Biografi Politik
Penulis : Agus Aris Munandar
Penerbit : Komunitas Bambu
Cetakan : Pertama, Maret 2010
Tebal : xiv + 162 halaman
Peresensi : Abimardha Kurniawan, penikmat buku, tinggal di Surabaya.

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir