Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/
Affandi Koesoema lahir di Cirebon, Jawa Barat 1907 – meninggal di Yogyakarta 23 Mei 1990 adalah Maestro Seni Lukis Indonesia. Terkenal di dunia internasional berkat gaya ekspresionisnya yang khas. Tahun 1950-an, banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa dan Amerika Serikat. Pelukis yang menghasilkan lebih dari dua ribu lukisan. Sebelum melukis menjadi guru juga tukang sobek karcis, pun pembuat reklame bioskop. Tahun 1930-an bergabung kelompok “Lima pelukis Bandung;” Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, Wahdi dan Affandi dipercaya menjabat pimpinan. Memiliki andil besar pada perkembangan seni rupa Tanah Air. 1943 mengadakan pameran tunggal pertama di Gedung Poetera Djakarta, saat berlangsung pendudukan tentara Jepang. Empat Serangkai terdiri Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mas Mansyur, memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat). Affandi bertindak pelaksana, S. Soedjojono penanggung jawab. Ketika republik diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta, tembok-tembok ditulisi “Merdeka atau mati!” Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945. Affandi bertugas membuat poster. Idenya Bung Karno, gambar orang dirantai yang terputus, modelnya pelukis Dullah. Kata-kata di poster itu? Kebetulan muncul penyair Chairil Anwar. Soedjojono menanyakan ke Chairil, dengan enteng ngomong: “Bung, ayo Bung!” Selesailah poster bersejarah. Pelukis Affandi suka memakai sarung juga ketika dipanggil ke istana semasa Suharto, intuisinya sangat tajam. Meski hidup di jaman yang diidentikkan modern, masih dekat fauna-flora alam semesta. Ketika Affandi persoalkan “Perikebinatangan” 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masih rendah. Bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat, bagian seni rupa), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan rezim Suharto. Dan sampai mendekati ajal menjemputnya, Affandi tetap melukis yang sudah menjadi bagian hidupnya. Dimakamkan dekat museum yang didirikannya.
{dinukil dari http://www.facebook.com/pages/Affandi/52621872358?ref=mf}
I
Aku dengar Affandi dari Cirebon menaiki kereta pedati. Yang ditarik sapi-sapi jantan putih kemerah menuju kota Jogjakarta.
Roda-roda kayu berputar menggilas batuan tanggung, mencelatkan kerikil yang memedaskan mata. Debu-debu menerpa cahaya, semburat gemintang di matanya.
Melalui jalanan aspal tak rata, didorongnya kala melewati bencah tanah sehabis hujan melanda. Tak ada mencium keringatnya, kecuali kekasih tercinta.
Insan bermental baja terus menapaki laluan bersenyum sumringah, girang luar biasa. Seakan mimpinya sudah tertanda, telah dikabarkan alam raya.
Bersamaan keyakinan atas kesenimannya tidak terbantah. Seluruh angin beserta ruang waktu diarungi, merestui tapak-tapak hayati demi warna hidup lebih bermakna.
Sampailah di Jogja bagian utara, di pinggiran kali ada jembatannya. Di sana istirah bersama kekasih, sambil menelaah perjalanan lalu yang melelahkan sekaligus gembira.
Itulah pantulan insan merdeka atas cita-cita, tiada sesal kecuali kebodohan tak lekas tunaikan hajat. Senja pertama memanggil, dirinya masih belum pejamkan mata, merasai kesaksian mulia.
Decak kagum gending-gending purba dan bayang-bayang lakon pewayangan, mengisi pelupuk matanya. Hidupnya tergaris sejelas gairah membuncah, seranting kayu menggarit pasir pesisir, dikala ombak susut sendiri.
Atau lemparan ke tengah samudra ditelan gelombang, demi dihantar menemui relung hatinya. Affandi jenak bersketsa membaca gejala alam menimbang perasaan. Menjajal kemungkinan lama perkiraan nuanse sekitar, mengerubungi ide-ide besarnya.
II
Sebelum jauh, aku kumpulkan lebih dulu pandangan para tokoh atas watak karya kepribadiannya. Dari buku “Affandi 70 Tahun,” disusun Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji, terbitan DKJ 1978:
Bila Van Gogh pernah berkata, sebuah lukisan harus menjadi suatu pesta warna dan secara paradoksal membuat lukisan berwarna kusam, Affandi membuat lukisan-lukisan kusam yang penuh “kecerahan”, karya yang mengungkap kesan kemenangan cinta hidup, sekalipun menggambarkan tema “mayat dan tulang-belulang korban Gunung Agung” (Sitor Situmorang).
Kerendah hatiannya “…tidak berani menganggap dirinya seniman, paling-paling hanya pelukis. Bagi Affandi, pengertian seniman lebih tinggi daripada pelukis.” (Ajip Rosidi).
“Kepekaan intuisi inilah kekuatan sebenarnya dari Affandi dalam seluruh lukisan-lukisannya. Suatu tanggapan dari kehidupan, bagi Affandi bukanlah hasil suatu analisa dengan pengertian yang analitis, tapi hasil “tanggapannya” yang langsung secara intuitif.” (Nashar)
“…Sesungguhnya beliau tidak melukis; beliau memberikan dirinya sendiri ke dalam kanvas, dengan tube-tube berisi cat pada tangannya, jarinya berfungsi sebagai kwas…” (Dr. Rodrigo de Andrade)
“Affandi ialah orang yang tak banyak omong. Tapi sebaliknya tentang soal bekerja, saya selalu heran, dari sumber mana di badan dia keluar energi meluap-luap itu” (S. Sudjojono).
“…mungkin dalam hal kesanggupan, Affandi mencapai puncak dalam seni lukis modern, jauh mengatasi yang dapat dicapai sarjana-sarjana dan ahli-ahli ilmu kita, hal itu sebagian juga berkat kebudayaan kita yang lama, terutama kebudayaan Jawa amat kuat tenaga estetiknya.” (S. Takdir Alisjahbana).
“Rasa kemanusiaannya sangat kukuh, syarat mutlak untuk perdamaian” [Canberra, Juni 1977, tanggapan Achdiat K. Mihardja atas penerimaan Hadiah Perdamian Internasional Dagh Hammarshjoel (1977) kepada Affandi].
“Affandi seorang insan yang penuh gairah hidup, cinta manusia sekelilingnya. Dia patut jadi tauladan bagi seniman muda Indonesia, mengenai ketekunannya bekerja, kesetiaannya pada seninya dan komitmentnya begitu total pada seninya” (Mochtar Lubis)
“…Ia tak mengadakan dialog dengan obyek, ia kurang menghormatinya, dirinya sendiri diberinya peranan utama; ia tak buat masalah-masalah dengan obyek, tapi dengan diri sendiri; ia agak egoistis. Egoisme ini mengurangi juga daya epik yang ada pada Affandi.” (Trisno Sumardjo)
III
Membaca lukisan Affandi bertitel “Tapak-Tapak Kaki” tertanda 1978. Tak jauh berbeda menyuntuki karya-karyanya yang lain. Watak penciptaan amat kuat terasa di bidang kanvas.
Goresan jemari tangannya sudah hafal atas jerih payah pencarian kepada obyek sedang digarap. Nalar-nalar pemberontakan dijelmakan pesta warna penuh perhitungan matang, tiada sudut tak bermakna.
Bintik kecil bias ketaksengajaan mencipta takdir tersendiri. Dan penentuan gelap terangnya cat, menggemakan nafas-nafas bayang pengamat.
Energi sebesar itu pantulan kesetiaannya meruhaniahi kesaksian jasadiah. Kelakuan kelas ekspresionis, yang diselusupkan pada persoalan subyektivitas.
Ini membalik sama sedaya. Keluar masuknya pelukis Affandi mengamat-amati tarian jemari, laksana rindunya gelombang berulang-ulang.
Ada sejenis percobaan diulang dengan kehati-hatian, dari jarak telah digenggamnya seperti hukum tertentu kehidupan.
Semisal teringat desiran angin hujan di depan rumah, menjatuhkan kecupan pada daun-daun pengertian.
Atau tumpukan batu-batu apik tertata alami, dari gerakan alam tiada sentuhan insan. Pun aturan manusiawi sudah dibakukan sebagai faham.
Nalarnya keras mencermati tiap benda, membuat hari-harinya tak banyak bicara. Apalagi saat suntuk meleburkan jiwanya berekspresi dalam lautan kanvas bergelora warna.
Kemampuannya melukis dengan garis-garis tegas, memberindingkan bulu-bulu penikmat. Ini persoalan serius seniman, tega bersikap tidak mengsla-mengsle atau pun lembek.
Setiap goresannya menghamburkan suara keras, nada-nada pesakitan bathin perih mencekam sangat. Hantu mencengkeram nasibnya diuntahkan hadir, lantas dipenggal lewat tatapan culas.
Betapa pengalaman pahit nyinyir dipandang sebelah mata sewaktu berproses, membuatnya geram dengan pengendalian purna menyetubuhi ruang-ruang tabah.
Kesabaranlah mematahkan telisik sempit, mata-mata pemerhati memicing sebelah -sebelumnya.
Di atas gairah keyakinan semua diatasi, sedang penjegalan menambah daya. Atau kepincangan keraguan orang pada dirinya, membentuk pribadinya maha mutu lebih dari pesona.
Kemahiran memadukan warna-warna yang sejatinya kontras. Terbacalah Affandi sudah purna sebadan jiwa menyetubuhi cat minyak.
Ini tantangan besar bagi pelukis lain, betapa dirinya mengatur titik kering tertentu dalam hitungan masa perdetik, agar peleburannya mencipta warna matang didamba.
Sunggu berat bagi pelukis pemula atau yang masih berkutat persoalan sempit teknik tetek bengeknya.
Maka tepatlah ungkapan, pengalaman ialah guru terindah. Affandi mencurahkan seluruh kemampuannya dalam setiap finising karya sebelum ditandatangani.
Dan ketakpuasan itu dewa-dewi selalu merayu melukis dan melukis, mengamati, mencermati, mengolah peristiwa yang tampak dijadikan obyek sudah tanak. Atau meleburkan bathinnya, karya berciri khas tersendiri tiada menyepadani.
Affandi seakan mewarisi daya spiritualitas ulama Sunan Gunungjati (1448-1580) dalam berolah rasa. Mungkin sebab sama-sama berangkat dari tanah Jawa Cirebon.
Ada sisi-sisi penolakan. Ruang sepatutnya diterangi cahaya oleh sebuah komposisi warna, ditenggelamkan nuanse gelap sehingga menghadirkan tolak ukur semburat berdimensi ganjil.
Meski tak beraturan, tapi di situlah kekuatannya, segemuruh ruang-waktu berpadu sejiwa dirasa.
Maka tampak melukis jiwa-jiwa benda, ekspresi semena-mena terwujud, sebab mengalami jaman penjajahan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar