Sabtu, 13 Februari 2010

Buku Biografi Kiai Pesantren

Saiful Amin Ghofur*
http://www.jawapos.com/

KH MUSTOFA Bisri, suatu ketika, saat orasi pernah mengoarkan kegelisahan: kenapa budaya tulis, khususnya menulis sejarah kehidupan tokohnya sendiri, tidak berkembang di kalangan pesantren, padahal semua menyadari betapa pentingnya hal itu. Gerundelan kiai-budayawan Rembang yang akrab disapa Gus Mus tersebut tentu bukan isapan jempol semata. Apalagi gurauan. Meski diujarkan dengan tergelak, serasa sindiran getir nan satir itu mengena dengan telak.

Kegelisahan Gus Mus itu saya alami sendiri ketika menghimpun data terserak tentang KH Arief Hasan, pendiri Pesantren Roudlotun Nasyi’in Beratkulon, Mojokerto. Padahal, Kiai Arief belum terlalu lama wafat, 1988. Tapi, kisah kehidupannya berpendar secara lisan di antara karib-kerabat yang terpencar-pencar. Sayang, kebanyakan mereka telah menyusul Kiai Arief mangkat. Untuk mengurai keriangan masa kanak-kanak Kiai Arief saja, tinggal seorang teman sepermainan. Itu pun sudah sangat uzur. Bincang pelan dia tak mendengar, bicara keras disangka membentak. Tapi untunglah, setelah berbulan-bulan gerilya data, buku Jejak Keteladanan KH Arief Hasan dikhatamkan.

Peristiwa serupa terulang ketika kini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Mojokerto hendak membukukan sosok kiai-pejuang Mojokerto. Sampai saat ini, data terhimpun belum separonya dari target yang ditentukan. Padahal, buku tersebut di-launching Habib Lutfi bin Yahya, Said Aqil Siraj, dan Gus Mus akhir bulan ini bersamaan dengan sarasehan memperingati haul Syekh Jumadil Kubro di Trowulan.

Bila diurai, ada beberapa faktor penyebab berlarut-larutnya penulisan buku biografi kiai pesantren tersebut. Misalnya, minim data tertulis, kisah beredar secara lisan, banyak saksi kunci yang mati, tanggapan keluarga kiai yang nonkooperatif, serta lemahnya budaya tulis pesantren.

Harus diakui bahwa akar persoalan dari kerumitan pembukuan biografi kiai pesantren adalah lemahnya budaya tulis pesantren. Itu sekaligus mengamini sepenggal kegelisahan Gus Mus di atas. Sebagian besar pesantren masih menitikberatkan tradisi oral-aural, budaya bicara-dengar, dalam pembelajarannya. Budaya tulis belum mendapat tempat yang layak dalam iklim pendidikan pesantren.

Tentu saja, dengan tidak bermaksud menggeneralisasi seluruh pesantren, tapi mengingat jumlah pesantren begitu membiak, jelas pesantren yang memberikan ruang bagi kreativitas tulis-menulis masih amat sedikit. Di Jawa Timur saja, menurut data statisitik Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Departemen Agama, pada 2007 tercatat 4.404 pesantren. Lalu, di Jawa Tengah 2.187 pesantren, Jawa Barat 3.561 pesantren, dan Jakarta 87 pesantren. Dalam skala nasional, berdasar kategori pesantren, jenis pesantren salaf (tradisional) di Indonesia sebanyak 8.905, pesantren khalaf (modern) 878, dan pesantren terpadu 4.284. Total keseluruhan tak kurang dari 14.000 pesantren di Indonesia.

Sekarang persoalannya, di antara belasan ribu pesantren tersebut, berapa banyak buku biografi kiai pesantren yang telah diterbitkan. Jumlah buku biografi kiai pesantren yang sudah meruyak pasar perbukuan masih bisa dihitung dengan jari. Apalagi, para kiai pesantren yang jejak keteladanannya direkam dalam buku baru sebatas kiai karisma dan ketokohannya diakui secara nasional. Sebut saja, Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang), Kiai Abdullah Hamid (Pasuruan), Gus Mik (Kediri), Kiai Arwani (Kudus), Kiai Munawwir (Krapyak), dan sebagainya. Sementara itu, jumlah kiai pesantren yang ketokohannya masih taraf lokal-regional ibarat gugusan pasir yang menghampar di pantai susah ditaksir dengan lentik jemari.

Karut-marut pembukuan kiai pesantren Mojokerto oleh dinas pariwisata dan kebudayaan setempat seharusnya menjadi pelajaran berharga sekaligus otokritik bagi pesantren secara keseluruhan. Insan pesantren mesti berani mendobrak, meminjam istilah Paulo Freire, budaya bisu (silent culture) yang sekian lama menggelayuti urat nadi kehidupan pesantren. Budaya bisu itulah yang menihilkan kreativitas sehingga pesantren acap terbuai sekaligus terbelenggu bayang-bayang mitos kebesaran dan kejayaan masa lalu.

Adalah KH Zainal Arifin Thoha yang semasa hidupnya terobsesi untuk mengangkat kembali kreativitas kepenulisan di pesantren dengan mendirikan Pesantren Hasyim Asy’ari di Jogjakarta bersama ”Si Celurit Emas” D. Zawawi Imron. Pesantren itu lebih difungsikan untuk mengasah nalar kreatif santri dalam hal tulis-menulis. Karena Gus Zainal adalah seorang penulis, menulis di pesantren itu menjadi sebuah keniscayaan.

Obsesi Gus Zainal diejawantahkan pula dalam kampanye kepenulisan ke berbagai pesantren. Ketika menyertainya road show ke berbagai pesantren yang tersebar di sejumlah kota di Jawa Timur bersama Ahmad Munif, Evi Idawati, dan Ahmad Tohari, saya tahu persis betapa menggeloranya Gus Zainal membakar semangat para santri untuk menekuni lagi tradisi menulis yang mulai dikremasi. Dengan kesadaran penuh, Gus Zainal merekam seluruh proses kreatif kepenulisannya dalam buku Aku Menulis Maka Aku Ada. Keteladanan, semangat, dan kearifan menekuni tulisan hingga kini masih terjaga meski Gus Zainal telah menanggalkan kesementaraan dunia pada 14 Maret 2007.

Apa yang telah diperbuat Gus Zainal semestinya bisa menjadi cermin dan digandakan di pesantren lain. Setidaknya, pesantren mau membuka diri dan memberi ruang materi tulis-menulis dalam kurikulum pendidikannya. Pelan-pelan tradisi menulis di pesantren akan menguat. Hatta, problem penulisan buku biografi kiai pesantren bisa diurai sejak dini.

Memang, butuh waktu relatif lama untuk menuntaskan agenda penulisan buku biografi kiai pesantren. Apalagi untuk kiai pesantren lokal-regional yang tergerus dan berada di tubir sejarah popularitas, perlu keterlibatan banyak pihak, termasuk instansi pemerintah. Kebijakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Mojokerto untuk membukukan kiai pejuang di wilayah tersebut pantas diapresiasi dan semestinya direaksi pemerintah daerah lain. Sebab, mereka adalah aset kultural yang tak ternilai jasa dan pengabdian sepanjang hidupnya untuk mengayomi umat.

Bahwa mengenang para kiai yang telah wafat tak cukup sekadar mengadakan haul secara rutin saban tahun. Mengabadikan keteladanan mereka menjadi buku justru merupakan bentuk khidmat yang membawa manfaat nyata. Selama keteladanan itu masih terekam dalam ingatan yang cuma sepercik, kelak akan pudar dan aus oleh gerusan waktu. Hingga yang tersisa adalah batu nisan yang terus disambangi tanpa makna berarti.

Sebelum benar-benar terlambat, mari memulai mengabadikan keteladanan para kiai pesantren menjadi buku dengan segenap perasaan cinta dan rindu.

*) Redaktur Jurnal Millah, MSI UII Jogjakarta

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir