Minggu, 19 Oktober 2008

RUANG TUNGGU

Abdullah Khusairi
Jawa Pos,19 Okto 2008

Selangkah lagi cita-citaku untuk melanjutkan kuliah S-2 tercapai. Beasiswa dari Laiden itu jawaban pasti dari gelora di dada selama ini. Semua seperti sudah di depan mata. Tak lagi aku perlu berangan-angan dari waktu ke waktu seperti Pungguk yang terus merindukan bulan.

''Mak, aku dapat beasiswa kuliah S-2 dan mungkin juga S-3 di Belanda.'' Aku kirim pesan pendek ke handphone adikku, Rai, di Sawahlunto. Aku yakin akan disampaikannya kepada emak.

''Selamat. Semoga sukses selalu,'' begitu balasan pesan pendek itu datang. Ya, aku bahagia mendengar jawabannya. Walau sebenarnya aku ingin jawaban yang lebih; boleh atau tidak aku pergi kuliah di negeri kincir angin itu. Ah, biasanya Rai sedang tak di rumah.
***

Jika saja ayah masih hidup, pastilah ia amat bangga mendengar berita kesuksesan ini. Dan, tentu akan mengizinkan dengan senang hati. Karena ayah sadar betul tentang pentingnya pendidikan untuk anak-anaknya. Ia pernah menyatakan, biarlah ayah dan ibu bekerja keras, yang penting kami anak-anaknya selalu belajar dengan rajin. Tapi, ayah tak ada lagi, telah pergi ke kampung orang mati. Hidup di sana bersama dengan yang lain. Sebuah perkampungan yang sepi.

Dan, aku juga ingin jawaban; emak begitu mengizinkan dan akan selalu mendoakan untuk kesuksesanku. Tapi emak, mungkinkah ia mengizinkan?
***

Kepastian aku akan berangkat dua bulan lagi datang dari Pak Yulizal Yunus, dekan Fakultas Ilmu Budaya tempat aku mengajar.

''Saudari Fiani, kau harapan dari fakultas ini untuk antropologi dan politik.'' Begitu komentar Pak Yuyu, demikian kami se-fakultas memanggilnya. Setelah memberikan ucapan selamat dan menandatangani seluruh rekomendasi, Pak Yuyu juga mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu untukku. Aku menolak, tetapi ia memaksa agar aku menerimanya. Apa boleh buat, aku harus menerimanya dengan malu-malu mengucapkan terima kasih. Lalu aku berlalu dari ruangannya.

Sebenarnya, beasiswa dari perguruan tinggi dari negeri Belanda itu cukup banyak. Hanya saja, selain persaingan yang ketat, memang kemampuan berbahasa asing dan wawasan keilmuan haruslah melebihi di atas rata-rata.

Aku memang termasuk perempuan yang berambisi untuk mendapatkan beasiswa. Selain rajin membuka situs internet khusus mencari informasi beasiswa, aku juga punya kenalan di beberapa institusi di Belanda. Seperti Bang Suryadi, yang rajin mengirim kabar lewat email kepadaku. Dia staf pengajar di mana aku nanti akan melanjutkan kuliah. Dia sudah belasan tahun tinggal di sana.

''Pokoknya jangan kuatir untuk hidup di sini. Semuanya menarik untuk dipelajari dan dicermati.'' Begitu salah satu tulisan Bang Suryadi kepadaku. Ia juga mengucapkan selamat atas keberhasilanku menjadi mahasiswa di Universitas Leiden.

Rasa cawan di tepi bibir. Aku tak tahan lagi ingin segera berangkat. Tetapi masih terlalu lama. Satu bulan lagi. Dan, setidaknya aku harus pulang untuk pamit kepada keluarga dan kaum kerabat di kampung halaman. Sebuah kampung kecil di lintasan Sumatera, bernama Silungkang. Sebuah kampung yang pada masa pergerakan melawan Belanda menjadi pusat peperangan. Sebelum ada pergerakan kemerdekaan, pada dekade 1880, kampungku itu adalah pusat pemerintahan Belanda. Begitulah yang aku tahu tentang kampung halamanku. Dan, kakek dari kakekku menurut cerita, punya peran penting dalam pemerintahan Belanda. Walau akhirnya membelot dan menjadi pemasok karaben (jenis senjata api) pada waktu itu. Sayangnya, tak ada arsip tertulis tentang ini. Kata orang, arsip terlengkap di dunia itu ada di museum Belanda, aku berminat untuk mencarinya nanti.

Waktu aku kecil pernah melihat benda itu dipegang oleh paman, setelah itu raib entah ke mana. Karena rumah tua kaum kami roboh dan didirikan rumah baru di atasnya. Rumah itu, adalah rumah pamanku.
***

Aku berniat untuk pulang, minta izin berangkat ke negeri impian para sejarawan itu. Setidaknya, aku harus berada di rumah, dua atau tiga hari di rumah. Tetapi, susahnya, jadwal menjelang berangkat amat padat. Dua minggu lagi akan masuk jadwal ujian semester untuk mahasiswa yang aku ajarkan. Tentu aku harus menyiapkan materi ujian, lalu memeriksa hasil ujian dan memberi nilai kepada mereka.

Sedangkan pada masa libur tenang aku harus ke Bukittinggi, jadi pembicara seminar Sejarah Boekittinggi Masa Belanda yang digelar sebuah universitas swasta di sana. Sementara itu, persiapan paspor dan segala macam surat-menyurat, mulai dari rektor, departemen dan kedutaan belum semua selesai. Sungguh, kini aku dihadapkan setumpuk tugas penting.

Soal tugas yang setumpuk itu, aku tidak pernah mengeluh. Sebab, aku justru kadang-kadang bingung kalau hanya melakukan pekerjaan rutin. Hanya saja, menyelip jadwal untuk pulang kampung memang selalu susah. Apalagi ia jarang menjadi prioritas. Aku memang malas pulang kalau tidak penting sekali. Bukan apa-apa, di kampungku, aku tak lagi punya teman sebaya. Kalau pulang, paling-paling bertemu ibu lalu bercerita panjang lebar. Itupun kalau dihitung hanya membutuhkan beberapa jam saja. Tak heran, bila aku pulang ke Silungkang, aku sering suntuk sendiri. Lebih-lebih Rafi sudah jarang di rumah. Ia sudah punya usaha yang makin maju. Pulang ke rumah kalau waktu makan tiba saja. Itupun kalau ibu memasak masakan kesukaannya. Oleh karenanya, bagiku, pulang hanyalah sesuatu yang tak penting pada hari-hari biasa. Kecuali kalau Lebaran atau libur panjang.
***

Waktu terus bergerak. Hari keberangkatan itu rasanya amat dekat. Sebagian tugas dan surat-menyurat sudah beres. Kini, aku banyak menyiapkan wawasan tentang Kebelandaan. Selain membaca bahan-bahan yang sudah lama aku kumpulkan, aku juga mencari informasi terbaru yang sedang dibicarakan di Belanda. Mulai dari Ruud Gullit hingga Kluiver dan Ronaldo. Ya, bintang lapangan hijau itu menyita perhatianku.

Kadang-kadang aku ini lucu, sepak bola Belanda juga jadi perhatian. Tapi, aku pikir ini tidak salah, toh kini begitu banyak perempuan gila bola ketika olehraga satu ini masuk ranah industri dan selebritas. Lihat saja, para bintang lapangan hijau itu juga banyak digandrungi perempuan. Tak salah memang, mereka juga layak jadi bintang di luar lapangan. Poster di kamarku pun seorang bintang Christian ''Bobo'' Vieri.

Agaknya, aku benar-benar telah jatuh hati dengan negeri itu. Apakah itu ada sangkut-paut dengan kampung halamanku yang pernah menjadi tempat hidup orang-orang Belanda yang bertugas di sana? Atau apa ada hubungan dengan batu bara di Sawahlunto, yang ditemui oleh orang Belanda paro abad ke-19 itu? Ah, aku makin jauh saja berkhayal sejak menerima kepastian lulus tes beasiswa itu. Semua hal tentang Belanda dalam kepalaku rasanya belum cukup mampu untuk menyambut kehadiranku di sana nanti.

Aku tak mau terjadi hal-hal yang memalukan. Aku benar-benar takut itu terjadi. Aku pernah membaca bagaimana pengalaman pertama orang-orang Indonesia ketika belajar di negeri seribu museum itu. Mulai dari tata transportasi sampai berbelanja. Mulai dari pengetahuan soal musim sampai persiapan yang harus dipenuhi untuk menghadapinya. Semua aku pelajari dengan seksama. Tak ada kata-kata untuk menyerah untuk itu. Itulah cara dan tekadku sejak kecil.

''Kenapa orang Belanda itu maju dan cerdas? Karena tekun belajar. Kenapa mereka sampai menemukan batu bara di Sawahlunto? Karena mereka orang-orang pintar,'' begitu nasehat ayah yang masih terngiang.

Begitulah cara ayah mengajar aku dulu. Ayah amat keras kalau soal pendidikan. Ia orang yang sadar akan kemajuan karena pendidikan. Diam-diam aku bersyukur punya ayah yang keras mengajar aku dulu. Walau dulu terasa pahit, ternyata sekarang manis rasanya. Coba saja kalau ayah tidak begitu, mungkin aku tak bisa menjadi staf pengajar seperti sekarang. Pastilah aku hanya menjadi ibu rumah tangga yang tua sebelum waktunya.

Ayah terus mendorong semangat belajarku. Sehingga aku selalu juara di kelas. Mendapat hadiah di akhir menerima raport. Sayang, ayah terlalu cepat pergi karena sakit yang dideritanya. Kalau saja ayah masih ada, aku sudah jadi staf pengajar, tentu aku mampu membawanya ke rumah sakit yang lebih canggih. Inilah sesal yang kadang-kadang melintas di benakku. Sesal yang tak berguna lagi. Basi.
***

Benar. Aku tak dapat pulang ke Silungkang. Selain hanya terpatri pada niat, aku memang tak sedikit pun membuat usaha agar bisa meluangkan waktu untuk bisa pulang hanya sebentar saja. Kini aku telah di ruang tunggu, menunggu keberangkatan. Transit di Changi Internasional Airport Singapura dan langsung ke Belanda. Aku senang membaca berulang-ulang sebuah nama Fiani Nuraini, Ms, tertera di tiket pesawat. Nama yang indah pemberian ayah.

''Kata emak, kakak anak perempuan. Umur kakak sudah berkepala tiga. Emak ingin kakak menikah dulu.''

Aku lemas seketika setelah membaca pesan pendek dari Rai. Bersamaan dengan itu, panggilan dari operator penerbangan agar penumpang menaiki pesawat telah terdengar.

Aku, ruang tunggu, langit biru, dan orang-orang yang berlalu, seperti memaksaku untuk tetap termangu. Diam di antara dua pilihan pahit. Ke mana harus berguru ketika terhenti di simpang ragu? Deru mesin pesawat terasa menghantam dadaku. Tenggorokanku kering, pandanganku nanar. (*)
-------------------

Minangkabau Internasitonl Airport, Juni 2007
*) Kado buat Andinda Dyan Nurdin Sumenep di Surabaya

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir