Nurel Javissyarqi*
Cerita ini terjadi tahun 2000 kalau tidak keliru. Saat itu saya mengajak cerpenis Satmoko Budi Santosa (asli Yogya) dan penyair Marhalim Zaini (asli Riau) ke rumah saya di Lamongan. Tanggal, bulan saat itu seakan terlupakan, sebab masa-masa tersebut, diri tengah menjalani sebuah lelampahan ganjil, lelaku tak logis bagi faham pelajar atau mahasiswa, tapi sangat riel di mata keseimbangan bathin.
Saya mengajak keduanya; SBS & MZ berangkat ke Lamongan, tengah malam berangkat dari kota kami diami sebagai tanah sumber, sumur bagi menimbah keilmuan, Yogyakarta. Keinginannya agar sesampai di ruang tujuan mencapai pepintu fajar pencerahan, hari baru kemungkinan anyar, kesempatan terang serba gemilang bagi mata bening keoptimisan.
Di tengah perjalanan itu, diri berbicara banyak mengenai keelokan daerah saya, yang penuh pengunungan, pohon-pohon pinusnya sebelah utara dekat jalan Pantura, di sana ada dusun Dadapan, penyimpan legenda Yuyu Kangkang dan mbok rondo, Joko Tingkir di desa Pringgoboyo. Di selatannya, gunung Pegat bersegala panorama mistis serta perjuangan anak-anak bangsa atas kegiatan Romusa, Rodi, bukannya Roro Mendut, hehe. Sebelah timur dan utaranya Lamongan sebelum mendekati bengawan Solo, berjajar tambak atas keringat petani padi dari ladang pesawahan awalnya.
Kota tua Babat sebelah baratnya Lamongan, bagi saksi perdagangan masa-masa lalu hingga kini, pasar tradisional yang kalau di Yogyakarta seperti pasar Ngasem, namun sayang, orang-orang Jawa Timur kurang ngurus bangunaan peninggalan sejarah. Tengoklah itu, masak Jembatan Merah Surabaya, penuh nilai perjuangan menjadi kalah dengan JMP, inikan sangat pembodohan, tidak menciptakan kilatan kritis fikiran bagi anak-anak terhormat selanjutnya nanti. Kebanyakan orang Indonesia itu lucu (lupa cucu), tengok itu budaya korupsi, penebangan pohon seperti tak perlu tabungan hari tua.
Juga tak lupa saya ceritakan keindahan Tanjung Kodok, Goa Maharani serta mitosnya di samping sejarah berdirinya Lamongan atas persetujuan para Wali dititahkan kepada Mbah Lamong. Dari beberapa keelokan itulah, saya sesekali bercanda, menyombongkan diri pada kedua teman tersebut, bahwa menjadi pantas di sebuah daerah cantik, lahir seorang penyair, wilayah penuh atmosfir penciptaan serta pergulatan bathinniah kalau memang diniatkan sangat, tak leha-leha lalu distempel jadi seorang gawat, nanti malah bisa darurat, hehe.
Bus kami tumpangi terus melaju ke timur, membelah pesawahan Jawa malam itu, pulau Jawa memang bertanah bencah matang atas pengolahan ribuan tahun silam, subur bagi rumput pepadian mekatak, mbobot menjelma nasi jika ditanak, kalau kelamaan jadi bubur ajur. Malam itu bus melewati jalan raya beraspal klamis, pohon-pohon di pinggiran jalan kami lalui, seakan mendengar kelebatan suara kami yang renya bak kerupuk baru dari penggorengan. Tak lama kemudian memasuki kota Solo, yang terkenal para gadisnya bersebutan putri Solo. Sebagaimana mistis, kecantikan itu daya dorong memasuki keindahan lebih hakiki, rana kelembutan jiwa bagi memijaki rerumputan perasaan kala pencarian jati diri.
Tidak terasa, obrolan terus bergulir seputar saling membesar-besarkan kedaerahan kami masing-masing, masuklah bus menyibak hutan Ngawi, berlika-liku bagai perempuan genit menggoda hati dan malam semakin mantabkan kehitamannya dengan cemerlangkan gemintang di angkasa. Hawa meningkat dingin, sesekali kami terkantuk kelelahan berkisah.
Sebenarnya saya berkeputusan turun di terminal Ngawi, namun karena rasa kantuk tambah memberat dan tersadarkan kala telinga mendengar suara, “Maospati-Maospati,” diri saya tersentrak, berarti kami kebablasaan. Untung kondektur tak meminta uang tambahan sebagai jawaban keteledoran kami. Mungkin juga macam rasa maaf kondektur yang tak membangunkan kami di terminal Ngawi. Lalu diri putuskan berhenti di terminal Maospati. Karena saya senantiasa membaca gerak-gerik, tanda-tanda perjalanan, menyelidiklah diri ke kedalaman hati; kenapa kami harus kebablasan di Maospati? Ada apakah gerangan? Jangan-jangan ini petanda akan hal kematian? Atau, apa yang terjadi?
Kami turun di terminal Maospati, terus mencari warung kopi. Minum kopi itu hal biasa bagi seorang lelaki Jawa Timur dan bagi orang-orang senang begadang. Tapi ini lain ceritanya di Yogyakarta, atau khususnya Gunung Kidul, minuman paling legit dan menjanjikan aroma bukanlah kopi, namun teh bergula batu. Di kota GK, tiap malam warung-warung menyuguhkan wedang teh bergula batu ditambah gorengan. Kalau anda ingin ngincipi suasana berbeda, cakrawala layaknya lukisan-lukisannya H. Harjiman (almarhum) yang kebanyakan berobyek keadaan alam Gunung Kidul, saya sarankan ke sana, biar tidak sekedar minum kopi saja. Kan kalau kebanyakan duduk sambil minum kopi dan terus-terus ngerokok, bisa kembung perutnya, hehe.
Di terminal Maospati, saya bertemu orang aneh; ia seorang pengemudi becak. Anehnya ia seakan bisa membaca apa yang sedang saya kerjakan dan akan diri lakukan. Kalau tidak keliru, bernama Slamet. Nama itu seakan menolong diri dari pengertian Maospati di atas. Ia ibaratkan saya seperti dirinya; ada keterikatan dengan sebangsa burung, macam pralambang perjalanannya kembara. Ia terus berkisah lewat hal-hal berbau mistis dan seakan ngelantur di telinga Satmoko juga Marhalim, sebab kedua teman itu kurang begitu yakin dengan hal bernada ganjil atau jangan-jangan kedua teman itu iri sebab hanya saya yang diramal. Yang menjadi keheranan saya lainnya; ia sering gonti-ganti bahasa daerah; bahasa Madura, Jawa Kuno, Jawa blakraan juga terkadang terkesan seperti resih memberi wejangan ke muridnya. Karena sering berfariasi bahasa dalam runtutan permasalahan, mau tidak mau kalau ingin mengetahui, saya sering kerutkan dahi, menterjemah bahasa-bahasa asing itu bersegala dimensi dan gelombang spiritualitasnya dengan keterbatasan diri saya.
Pak Slamet juga bercerita, rumahnya di lereng gunung, maaf saya lupa, tapi gunung itu salah satu gunung bernama di Jawa; apakah Lawu, Merbabu, Semeru atau apa? Penulis seakan dikaburkan saat ulas balik ini kisah. Ada satu permintaan pak Selamet pada saya malam itu; saya disuruh duduk di atas batu putih di sebrang jalan depan terminal Maospati. Namun diri ragu, olehnya tidak terlaksanakan sebab diri percaya, keraguan itu tentu memiliki alasan, tapi sayang, bantahan tersebut setelah diri selidik beratasdasar malu kepada kedua teman saya, kalau hendak menuruti pak tua ganjil tersebut.
Di hati paling dalam, diri tengah duduk di atas batu yang ditunjuk pak Slamet itu, hingga saya tidak merasa bersalah kepadanya, juga tak malu pada kedua temanku. Waktu menunjukkan jam tigaan, saya naik angkutan pedesaan, bersama kedua teman tersebut menuju balik terminal Ngawi, sebab kebablasan bertemu berkah atas pengajaran-pengajaran pak Slamet. Ada kata-katanya yang sering terngiang begini; Kamu masih enak le, berjalan masih bawa sepatu, waktu itu saya jawab; Ngak pak sama-sama, sepatu saya pakai ini pun sepatu bekas, lalu ia tak meneruskan perkataan.
Ketika saya berpisah darinya, ia memberi misteri senantiasa pada saya dan moga juga diri memberi misteri kepada pak Slamet, itulah bahasa hati di kala itu. Saya jarang sekali menemui seorang yang saya anggap aneh, lalu ingin mendatanginya lagi, saya malah tidak ingin bertemu, sebab kebertemuan kedua, kalau terencana, malah biasanya tidak dapatkan apa, atau sebab diri juga berkeinginan membangun keganjilan lewat hilangkan jejak, meski saya juga terkadang merasa kehilangan dari kehadirannya.
Selepas turun di terminal Ngawi, kami ngimbal naik bus jurusan Bojonegoro, dan keanehan-keanehan pak Slamet terus menghantui saya, dan mungkin perkataan saya, yang terkadang ceplas-ceplos dapat mengingatkan ia atas kepemudaannya yang lain. Diri terus menyelidik atas tanda apa? Kenapa kebablasan di Maospati, sebab ngantuk dan bertemu pak Slamet? Pertanyaan-pertanyaan itu menggelinding, membesar mencari permasalahan, berkebulatan pengertian.
Lalu mulailah saya otak-atik apa itu Maspati. Saya penggal nama itu jadi Maos dan Pati. Kalau tak keliru bahasa Jawa-nya membaca (maos), dan pati (berari ketiadaan atau mati). Terus diri teringat perjalanan di masa-masa lalu. Dalam hati tertanam; Apakah saat ini, diri sudah berada di ambang membaca ketiadaan? Menyinaui sesuatu tidak tertandakan atas kebertemuan materi? Apakah aku disuruh Sang Asih memyimak angin, memadatkan menjelma suatu pengertian inti? Apakah saya disuruh merangkum hawa semesta dalam diri masih belia ini? Apakah kesemestaan itu senyata-nyatanya maujud? Atau sekadar bayang-bayang kertas terbang atas kesalahan koreksi kehidupan?
Maos dan Pati, ya, membaca ketiadaan disekitar, saya kudu makin jeli menyingkap tabir perbendaharaan kata-kata serta warna pelangi hayat. Diri harus berusaha membuka hijab kemungkinan bagi kebaikan alam atau Sastra Jendra Ayuningrat, istilah R.Ng. Ronggowarsito. Namun apakah itu mungkin? Saya terus berjalan, entah sampai kapan? Apakah langklah ini sampai maut menjemput? Atau kata-kata yang pernah saya guratkan ini dan nanti, menggeliat dalam sanubari saudara? Atau segera menguap bersama embun pagi surya? Hanya kehendakNya kuasa atas kebertemaun serta perpisahan. Dan insan yang tangguh sanggup ikhlas, meski itu pahit sepahit wedang kopi kehabisan gula. Atau setawar ampas wedang kopi ditambah air panas kembali.
*)Pengelana, 3 Desembar 2005.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 26 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar