Rabu, 03 September 2008

TAMBUR TAFFAKUR

KRT. Suryanto Sastroatmodjo

Demikianlah pada mulanya, bahwa tatapan mata yang mengurai kesemestaan adalah telah lebih jauh melewati rimba larangan, dan selanjutnya tanpa dihantui siapapun, meneruskan perlintasan ke arah barat. Kita mengunci bisik-dingin sang bayu, di kala ketukan-ketukan yang menghampir sudah teramat berderap dan kemudian menderu, semirip dengan taufan pada kemarau garang.

Spada! Aku uluk-salam kepada para leluhur, kepada para karuhun, kepada sang hambaureksa, yang senantiasa perkasa dan menindih keletihan diri sendiri, untuk sampai kepada nirwanaloka. Aku intai lubang-lubang kunci dari langkah yang keduapuluhsatu dari regol pertama, dan baru kutahu: tiada seorang pun menunggu pisowanku. Wahai, kalau tiada keliru, bukankah aku menuju ke Seri Manganti?, tempat para priyagung menunggu sinewaka Daulat Gusti Maharaja? Bukankah aku layak buat mengacungkan tangan untuk meminta para dhayoh seba puri, agar menyusun sembahan jemari, menghaturkan suatu persembahan?

Surat ini kutulis, mbakyu Wardhani – tepat pada harijadimu, selikur April tahun tujuh-tujuh, dan baru kali ini, rasanya segar-bugar sekali ingatanku buat melayangkan warkah yang memplak bertengadah. Kukira mbakyu Wardhani akan sangat bersyukur, jika teringat, betapa dunia ikut bertempik-sorak bersama parak siang yang memangku bangunmu dari tidur sekarang. Ya, mbakyu, sesungguhnya kita tak pernah meninggalkan kubu yang sama. Belum sepuluh tahun terbisikkan kehendak bersimpang-jalan. Sudut kanan dan sudut kiri yang mengawali kunjungan kangen yang menghentak-hentak, memanglah kudu ditempuh karena pada hakekatnya kita takkan rela kehilangan matahari, yang memiliki kadar ‘sembur-sinar’ begitu cerah. Hingga kalau tangan merangkai gubahan, belum pernah tilas tumingalnya Sang Bagaskara itu meninggalkan daku seorang diri. Aku dilingkungi kelonggaran dan kesantaian di kala memperkatakan tentang guyub yang dirindukan. Aku diterangi kelangutan tatkala bersanding dengan kaca-kaca-benggala yang tiada hentinya melukiskan kridha-yudha dari mancanegara, dan alangkah dahsyatnya itu!

Mbakyu Wardhani, sudah pantaskah jika layang kusampaikan ke haribaanmu, lamin dirimu ditangsuli oleh seribusatu permohonan-bantuan dari orang-orang yang kehilangan masadepan? Pada tanganmu, lengkaplah pagut-kasih dari pribadi-pribadi yang berdegup-damba. Bocah yang kehilangan rangkulan sayang dan kaum sepuh yang telah dilemparkan dari dunia-damai, menuju ladang sepetak. Biarlah titik embun yang mengalir dari matamu, dan kuyup-hujan yang tercurah dari jemarimu sanggup mendinginkan unggun dan bara di pedalaman jantung. Moga dirimu mampu menanggulangi serbuan jelus dan dendam-kesumat yang mungkin terlahir dari berbagai sosok yang mempertanyakan saham-juangmu semasa pergolakan.

Mbakyu, Revolusi tak bisa berjalan sendiri, dan tak bisa dipacu oleh limpah-goyahnya si sebatangkara. Ia hanya sanggup meledak karena picu-picunya ditarik oleh beberapa kekuatan yang saling berhadapan. Kau jangan tersaruk, jangan terantuk gundukan semacam ini. Pabila musik-sumber-hayatmu masih berdawai tulus, kuharapkan gesekan dari tanganmu menyelenggarakan simfoni termerdu. Dengarlah!

Sedemikian lebar jangkah-jumangkah bisa ditentukan oleh pengawal maslahat yang menjalani lebuh-raya yang nampak di sana. Namun sedemikian lebar pula mbakyu Wardhani mesti memasang pasak demi pasak, agar supaya Irama Zaman mengikuti, mentaati, mengimbangi. Seandai dalam tugasnya nanti, mbakyu merasakan kesebalan dan perih tiada terkira, cobalah menimang gatra-gatra Mawas-diri. Di perbincangan penuh nuansa itu, niscaya tertinggal sepercik ampunan jua!

Mbakyu Wardhani nan penyabar.
Kemudian, kuingatkan kembali kepada ujar bekas Komandan Pasukan Pelajar di Kota M., Pak Wahyudi, yang mengatakan begini: “Suatu saat nanti, keadaan akan aman-tentram, kendatipun sekarang belum dapat diramalkan, kapan banjir darah ini berhenti. Yang kuharapkan, bahwa anakbuahku memiliki sikap hidup yang genah, prinsip yang takkan goyah selamanya.” Waktu itu, kaumencoba mempertegas ucapan itu dengan kalimat-kalimat begini: “Pak, sepenuhnya aku setuju. Namun demikian, bukan satu-satunya jalan kita tempuh lewat perang, penyembelihan, kemiliteran. Kalau keadaan aman, kita justru mendandani ekonomi masyarakat.”

Sejenak mataku melayang ke sekeliling. Tiang-tiang rumahpanggung yang terbuat dari kayu jati yang utuh, dan berwarna coklat-kehitaman. Di sana-sini mulai nampak keropos dimakan rayap. Juga genting yang tanpa langit-langit satupun, sehingga bagian-bagiannya yang pecah mengantarkan sinar-putih panas dari atas. Sedangkan dinding dan lantainya terbikin dari kayu sonokeling yang direkat dengan damar, sebagian dicat murahan (yang sana-sini mulai lecet), sedang rekatan-sambung lainnya diberi ter pekat yang sangat jelaga warnanya. Karena retakan-sambung satu sama lain tak lagi kuat, maka sedikit pemandangan di luar melintas masuk. Misalnya, beberapa warga laskar yang masih muda dan berpakaian kain blacu yang diwenter tak-rata, lisat-lisut tak bersetrika. Nyaris kesemuanya hanya bersenjatakan keris, golok, pedang, dan tombak, seperti pasukan abad silam. Penyandang pistol hanya komandan dan Mbak Wardhani, itu saja. Lagipula pistol pithi yang digayutkan ke sabuk kehijauan itu nampak seperti pistol mainan bocah layaknya. Aku hela nafasku, seraya merasakan kesiur angin di daun-daun trembesi yang tumbuh lekat samping barat rumah tinggal yang jadi markas darurat ini. Nampaknya pohon ini lengket dengan tiang sebelah kulon yang agak rapuh itu. Bayangan suram jatuh pada kening Warga Pasukan yang berbaring malas-malasan di beranda.

“Lantas kaitannya dengan prinsip yang musti dipegang itu…?” demikian aku yang masih tergolong kurcaci, mengajukan timpalan tanya. Maka segera dihincit oleh Wahyudi: “Begini, nak. Prinsip yang mandiri, tak kenal owah gingsir selamanya. Prajurit bisa berlaga di palagan kisruh. Tekadnya, mempertahankan keutuhan wilayah dan kemerdekaan jiwa bangsa. Tapi manakala perangpun berakhir, prajurit bukan lagi memanggul senapan, bukan berkelewang, melainkan menjamah cangkul untuk menggarap tanah. Atau, giat membenahi pendidikan rakyat, membangun sekolah-sekolah, menulis buku-buku pencerdas lingkungan. Kuyakin, di antara kita masih menyoalkan babak-pungkasan-juang, yang samar-samar…”

“Waduuuuh, Pak Wahyudi terlampau cepat berang, nih!” komentar Wardhani sengit. Sebermula, saya sendiri agak kikuk juga berada di garis depan. Lama kelamaan segalanya terbiasa, dan semangat terbangkitkan oleh bau mesiu, bau darah amis. Pada detik-detik menegangkan, syarafku sering terguncang.

“Kepingin buka warung, barangkali?” ucapku bergumam. “Kalau peperangan purna, anak-anak kembali ke dusun, ketrampilan Mbakyu Wardhani akan sangat bermanfaat buat pembangunan desa-desa yang hancur oleh perang ini…”

“Tak jauh dari gagasanku sendiri,” sambutnya kalem, seraya mengenakan selendang pelangi yang pernah disampaikan Letnan Wahyudi sebulan sebelumnya. “Aku ingin mendirikan warung besar, yang dapat menyediakan berbagai kebutuhan wargadusun, terutama obat-obatan, beras, bumbu dapur, dan lain-lain. Kalau mungkin, toko serba ada. Itu yang pertama. Seterusnya, sebuah Koperasi Simpan-Pinjam yang mampu menyumberi dana kepada para pedagang kecil di pedalaman. Sesudah sukses yang kedua, menyusul kubentuk yayasan penampung para bocah yatim-piatu dan mereka yang lahir di luar nikah, atau yang sering dilecehkan sebagai ‘anak haram jadah’ itu. Lalu, Panti Jompo yang memadai, dik.”

“Mulia sekali, Mbakyu,” bisikku terharu. Kulihat Letnan Wahyudi memandang lembut kepada Srikandi muda yang selama setahun lebih menjadi anggota laskar-putri nan gigih. Ia ternyata berhasil membentuk jaringan-jaringan citanya yang khas, yang hanya mungkin lahir dari kematangan jiwa. Tahun-tahun penuh pergolakan yang bersimbah darah, bermandikan airmata, telah dipupusnya dengan bayangan perdamaian yang luhur, yang dibeberkan secara manis sekali.

Mbakyu Wardhani, adakah hari ini kau lagi mengenangkan kembali kancah yang begitu menegangkan, serta mengajak anak-anak manusia membenam di lumpur panas, dengan kehendak sendiri ataupun tidak. Aku hanya heran, mengapa hingga usia meninggalkan puluhan yang kelima, dirimu masih betah menyendiri. Agaknya tak seorang pun perwira medan-juang yang berhasil membakar asmaramu.
Mbakyu Wardhani, jika pena ini kugoreskan, aku masih juga belum menemukan jawaban, kenapa ‘masa bertapa’ masih merimbun merungkut langut.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir