Haris del Hakim
Kastumiun menambatkan perahu di batang trembesi sebesar lengan, menjejakkan kaki di bibir perahu, melompat ke atas pematang tambak, melihat tambak yang berair keruh dan ikan-ikan bandeng timbul tenggelam; sesekali bagian perut ke atas, berusaha menyelam lagi, timbul lagi. Ikan-ikan dalam keadaan seperti itu memenuhi separuh permukaan tambak.
Lelaki berumur setengah baya itu melompat ke tambak, tanpa melepas baju atau celana seperti yang dilakukannya saat menabur pupuk urea untuk menghijaukan air, dan merabai tanah. Tangannya berkali-kali menyentuh ikan-ikan yang mati. Kemudian dia mentas ke pematang dan melompat lagi ke perahu. Setelah melepas ikatan tali di pohon trembesi, dia mengayuh perahu itu cepat-cepat. Dia hanya menoleh sebentar pada tambaknya yang ada di sebelah kiri kali desa dan mendayung kembali. Dari kejauhan dia melihat anak sulungnya sedang mengayuh sepeda dengan boncengan kosong belum mengangkut rumput sama sekali. Dia memanggilnya dan anak berumur limabelas tahun itu pun mendekat dan bertanya, “Ada apa, Pak?”
“Cepat panggil Paman Sartono dan Kak Muji. Katakan ikan di tambak timur kali sedang mati,” kata Kastumiun.
“Bapak mau ke mana?”
“Ambil keranjang,” jawab Kastumiun seraya mendayung perahunya kembali.
Satu jam kemudian empat orang sedang menyelami tambak Kastumiun. Mereka mengambil ikan-ikan yang mati. Ikan-ikan bandeng itu masih terhitung kecil, 1 kg berisi 10 ekor, walaupun sudah dipelihara selama lima bulan lebih. Tetapi, daripada harus membiarkannya mati lebih baik dipanen sekadar cukup untuk menutupi biaya pengairan dan beli pupuk; meskipun penghasilan mereka hanya ¼ dari semua biaya itu sudah terhitung lumayan daripada rugi total.
“Pupuknya pasti telat,” tebak Sartono yang berkumis tebal. Caping hitamnya hampir basah oleh air.
“Mestinya sepuluh hari lalu ditaburi,” jawab Kastumiun. “Tapi, tidak ada yang punya pupuk sekarang.”
“Aku kemarin dapat satu zak,” sela Muji sambil melemparkan ikan bandeng ke dalam keranjang. “Itu pun belum cukup untuk tiga petak tambakku.”
“Berapa harganya?” tanya Sartono.
“Dua kalilipat dari harga biasa,” jawab Muji.
“Namaku sudah terdaftar di toko Hasri, tetapi stoknya belum datang. Katanya seminggu lagi, padahal tambak yang satu sudah seminggu tidak disebari pupuk,” jelas Kastumiun.
Tanpa terasa matahari sudah bergerak ke arah barat. Istri Kastumiun datang membawa kiriman makanan dan minuman sekadarnya. Dia menyuruh semua orang berhenti sejenak, “Makan dulu!”
Empat orang di dalam tambak itu menjawab hampir secara bersamaan, “Sebentar lagi!”
Mereka telah menyisir hampir separuh luas tambak dan masih ada separuh lagi. Sartono berdiri, melihat ikan di keranjang, dan mengajak keponakannya—anak sulung Kastumiun—untuk membantu mengangkat keranjang ke pematang dekat kali.
“Istirahat dulu, Ji,” kata Kastumiun.
Panen dini itu selesai ketika matahari sudah lengser ke barat. Pembeli ikan sudah datang sejam lalu sambil membawa timbangan dan colt bak terbuka. Orang-orang bersicepat menimbang ikan-ikan dalam keranjang. Mereka harus sampai di gudang pabrik sebelum matahari tenggelam, kata pembeli ikan itu makin membuat Kastumiun dan kerabat yang membantunya tergesa-gesa.
Pembeli ikan mengulurkan kertas nota hasil panen dini kepada Kastumiun. Lelaki berpandangan sayu itu mencermati angka yang tertulis dalam kertas itu. Dia hanya menjawab sekadar saja ketika pembeli ikan berangkat mengangkut ikannya. Istrinya yang sudah mengemasi wadah makanan dan minuman kemudian memanggulnya di punggung bertanya lirih, “Dapat berapa, Pak?”
“Lumayan,” jawab Kastumiun kalem. “Cukup untuk beli pupuk urea sekali tanam lagi. Tentu saja kalau harga ikan kita tidak turun.”
Istri Kastumiun memandang suaminya yang berkulit coklat kehitaman karena terbakar matahari sepanjang hari. Dia kembali bertanya, “Benih ikannya dulu sudah dibayar?”
Kastumiun terbelalak memandang istrinya. Dia baru ingat kalau benih ikannya dulu belum dibayar dan masih hutang di pembenihan Haji Saman.
***
Siang itu Kastumiun berada di toko Hasri. Dia mendengar kabar kalau hari ini stok pupuk akan turun dan dia tidak mau ketinggalan lagi. Tiga hari lagi dia tidak mendapatkan pupuk, ikan-ikan di tambak satunya tidak mustahil akan menyusul untuk dipanen dini. Meskipun usia ikan di sana sudah waktunya panen, tetapi Kastumiun masih enggan untuk mengambilnya karena beratnya belum layak untuk diambil; lima atau enam tahun lalu Kastumiun dapat memanen ikannya tiga bulan sekali, tetapi saat ini mereka tidak bisa banyak berharap dengan waktu tiga bulan, sebab hingga berumur enam bulan pun ikan-ikan tidak bertambah besar, matanya saja yang kian lebar dengan ekor yang mekar tanpa ada perkembangan berat pada tubuhnya.
“Pak Kastum,” teriak Hasri pemilik toko sarana pertanian itu. “Sedang kaya baru panen?”
“Ya,” gurau Kastumiun sambil mendekat. “Katanya hari ini pupuk akan dikirim?”
“Katanya seperti itu, tetapi sampai sekarang belum juga datang. Pak Kastum sudah daftar?”
“Sudah. Sudah dua minggu lalu aku mendaftar minta jatah pupuk. Katanya, seminggu lalu ada yang turun, tetapi aku kok tidak dapat?”
“Memang jatahnya hanya sedikit, Pak. Tapi sebentar,” kata pemilik toko. Dia mengambil buku tulis tebal yang tersimpan dalam rak. “Hutang Pak Kastum di sini lima zak pupuk urea dan setinting waring. Nah, Pak Kastum kan sudah panen, bagaimana kalau dibayar dulu yang lima zak nanti baru mengambil lagi?”
“Hasil penjualan kemarin belum dibayar. Sartono dan Muji saja belum saya beri uang rokok.”
“Kalau Pak Kastum belum bayar, aku belum bisa mengasih pupuk lagi?”
“Berarti sudah ada pupuknya kalau begitu?”
“Belum datang!”
“Katanya kalau aku membayar akan diberi pupuk lagi, berarti sudah ada pupuknya?!”
“Pak Kastum sendiri tahu pupuknya belum datang,” kata pemilik toko Hasri dengan galak.
Kastumiun mengerutkan kening. Dia tidak bisa mengandalkan toko-toko lain, karena meskipun harganya murah tetapi harga di sana akan berlipat setiap bulannya. Dengan nada kalem Kastumiun bicara lagi, “Pembeli ikanku kan saudaramu sendiri. Kamu minta saja padanya?”
Pemilik toko yang berbadan tambun dan berperawakan tinggi itu berkata lirih, “Tidak mungkin, Pak Kastum. Meskipun kami berdua saudara, tetapi ini persoalan bisnis dan bukan masalah keluarga.”
“Apa kamu tidak percaya kalau aku pasti membayarnya?”
“Bukan percaya atau tidak, tetapi semua orang berhutang. Coba Pak Kastum hitung sendiri. Penduduk sini yang berhutang duapuluh orang. Masing-masing mempunyai hutang pupuk lima zak. Berarti saya menanggung seratus zak. Semua orang mengatakan akan membayar kalau sudah panen, tetapi panen mereka tidak ada yang memuaskan hasilnya. Katanya tiga bulan, tetapi panennya menjadi enam bulan dan bahkan ada yang setahun. Mereka yang rugi, tetapi mengapa saya juga harus rugi?”
“Kita juga tidak ingin rugi, Has,” kata Kastum berat.
“Rugi sih tidak apa-apa, tetapi jangan banyak-banyak seperti itu biar kita tidak bangkrut,” kata pemilik toko Hasri dengan nada enggan bicara lagi.
“Hari ini aku mendapat jatah pupuk atau tidak? Kalau tidak ikanku bisa mati lagi.”
“Pak Kastum masih lumayan hanya ikan yang mati, tetapi saya bisa ditinggal mati oleh anak dan istri.”
Kastumiun diam bukan karena memahami keadaan pemilik toko Hasri itu, tetapi keadaannya yang tersudut pada satu pilihan untuk mendatangi rumah pembeli ikannya. Dia bergegas memacu sepeda ontel-nya. Ada yang mengganjal di hati. Tidak biasa dia menagih hasil penjualan ikannya, sebab pembeli ikan itu akan datang sendiri ke rumah.
Lelaki itu tiba di tempat tujuannya beberapa menit saja. Ia bertanya pada anak kecil yang asik bermain di halaman rumah. “Bapakmu di rumah?”
Anak itu tidak menjawab. Dia meninggalkan semua mainan dan masuk ke dalam rumah. Tidak berapa lama kemudian anak itu kembali dan mengatakan kalau bapaknya sedang bepergian dan belum datang.
“Ibumu di rumah?”
Anak itu mengangguk.
“Coba panggilkan.”
Anak kecil itu pun kembali masuk ke dalam. Kemudian dia kembali lagi dan meneruskan permainan setelah menjawab disuruh menunggu. Seorang perempuan separuh baya keluar dan mempersilakan Kastumiun masuk dan duduk. Mereka berbasa-basi sebentar. Tuan rumah masuk ke dalam dan Kastumiun mencegah dengan alasan hanya sebentar.
“Saya hendak menanyakan uang hasil penjualan ikan kemarin,” kata Kastumiun dengan nada datar.
“Oh, persoalan itu,” jawab istri pembeli ikan dengan nada keras membuat Kastumiun berbunga, sebab perempuan itu pasti dititipi sesuatu. “Kata suami saya, sebagian diminta oleh Haji Saman pemilik benih. Katanya, Pak Kastum punya hutang benih di sana.”
“Ya,” jawab Kastumiun tersedak. “Berarti aku sudah tidak punya hutang ke Haji Saman?”
“Saya tidak tahu apakah sudah lunas belum.”
“Bagaimana dengan sisa hasil penjualannya?”
“Kata suami saya, baru separuh yang dibayarkan oleh pemilik gudang dan separuh lagi menunggu dia ke gudang lagi.”
“Kapan?”
“Saya tidak tahu.”
“Tapi, suamimu mengatakan berapa harga ikannya?”
“Yang jelas murah sekali, sebab ikan Pak Kastum dipanen dini.”
***
Hari ini hari kesepuluh sejak Kastumiun menebarkan pupuk urea ke tambak sebelah barat kali. Dia bisa membayangkan betapa keruh airnya dan lemah ikan-ikan bandengnya. Karena itu, sengaja dia tidak pergi ke tambak pagi-pagi. Kedatangannya tidak lebih untuk memastikan bahwa ikannya tidak mati dan dia bisa menunda hingga siang hari. Makanya dia cekatan memecahkan batang-batang kayu trembesi ketika istrinya mengeluh tidak punya kayu bakar lagi. Anak sulungnya sudah berangkat ke sawah mencari rumput bagi lima ekor kambingnya, sedangkan ketiga anak lain sudah berangkat ke sekolah.
Kapak besar itu mengayun berkali-kali dan memecahkan gelondong kayu. Keringat membasahi kaos Kastumiun. Dia hanya melengok sebentar ketika anak sulungnya sudah pulang dengan rumput di boncengan sepeda.
“Ikan kita mati lagi,” kata putra sulungnya menuju kandang di belakang rumah, “kambing kita juga.”***
november 2006
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar