Rabu, 06 Agustus 2008

MEREKA TIDAK HARUS MATI

Haris del Hakim

Kastumiun menambatkan perahu di batang trembesi sebesar lengan, menjejakkan kaki di bibir perahu, melompat ke atas pematang tambak, melihat tambak yang berair keruh dan ikan-ikan bandeng timbul tenggelam; sesekali bagian perut ke atas, berusaha menyelam lagi, timbul lagi. Ikan-ikan dalam keadaan seperti itu memenuhi separuh permukaan tambak.

Lelaki berumur setengah baya itu melompat ke tambak, tanpa melepas baju atau celana seperti yang dilakukannya saat menabur pupuk urea untuk menghijaukan air, dan merabai tanah. Tangannya berkali-kali menyentuh ikan-ikan yang mati. Kemudian dia mentas ke pematang dan melompat lagi ke perahu. Setelah melepas ikatan tali di pohon trembesi, dia mengayuh perahu itu cepat-cepat. Dia hanya menoleh sebentar pada tambaknya yang ada di sebelah kiri kali desa dan mendayung kembali. Dari kejauhan dia melihat anak sulungnya sedang mengayuh sepeda dengan boncengan kosong belum mengangkut rumput sama sekali. Dia memanggilnya dan anak berumur limabelas tahun itu pun mendekat dan bertanya, “Ada apa, Pak?”

“Cepat panggil Paman Sartono dan Kak Muji. Katakan ikan di tambak timur kali sedang mati,” kata Kastumiun.
“Bapak mau ke mana?”
“Ambil keranjang,” jawab Kastumiun seraya mendayung perahunya kembali.

Satu jam kemudian empat orang sedang menyelami tambak Kastumiun. Mereka mengambil ikan-ikan yang mati. Ikan-ikan bandeng itu masih terhitung kecil, 1 kg berisi 10 ekor, walaupun sudah dipelihara selama lima bulan lebih. Tetapi, daripada harus membiarkannya mati lebih baik dipanen sekadar cukup untuk menutupi biaya pengairan dan beli pupuk; meskipun penghasilan mereka hanya ¼ dari semua biaya itu sudah terhitung lumayan daripada rugi total.

“Pupuknya pasti telat,” tebak Sartono yang berkumis tebal. Caping hitamnya hampir basah oleh air.
“Mestinya sepuluh hari lalu ditaburi,” jawab Kastumiun. “Tapi, tidak ada yang punya pupuk sekarang.”

“Aku kemarin dapat satu zak,” sela Muji sambil melemparkan ikan bandeng ke dalam keranjang. “Itu pun belum cukup untuk tiga petak tambakku.”
“Berapa harganya?” tanya Sartono.
“Dua kalilipat dari harga biasa,” jawab Muji.

“Namaku sudah terdaftar di toko Hasri, tetapi stoknya belum datang. Katanya seminggu lagi, padahal tambak yang satu sudah seminggu tidak disebari pupuk,” jelas Kastumiun.

Tanpa terasa matahari sudah bergerak ke arah barat. Istri Kastumiun datang membawa kiriman makanan dan minuman sekadarnya. Dia menyuruh semua orang berhenti sejenak, “Makan dulu!”

Empat orang di dalam tambak itu menjawab hampir secara bersamaan, “Sebentar lagi!”
Mereka telah menyisir hampir separuh luas tambak dan masih ada separuh lagi. Sartono berdiri, melihat ikan di keranjang, dan mengajak keponakannya—anak sulung Kastumiun—untuk membantu mengangkat keranjang ke pematang dekat kali.

“Istirahat dulu, Ji,” kata Kastumiun.
Panen dini itu selesai ketika matahari sudah lengser ke barat. Pembeli ikan sudah datang sejam lalu sambil membawa timbangan dan colt bak terbuka. Orang-orang bersicepat menimbang ikan-ikan dalam keranjang. Mereka harus sampai di gudang pabrik sebelum matahari tenggelam, kata pembeli ikan itu makin membuat Kastumiun dan kerabat yang membantunya tergesa-gesa.

Pembeli ikan mengulurkan kertas nota hasil panen dini kepada Kastumiun. Lelaki berpandangan sayu itu mencermati angka yang tertulis dalam kertas itu. Dia hanya menjawab sekadar saja ketika pembeli ikan berangkat mengangkut ikannya. Istrinya yang sudah mengemasi wadah makanan dan minuman kemudian memanggulnya di punggung bertanya lirih, “Dapat berapa, Pak?”

“Lumayan,” jawab Kastumiun kalem. “Cukup untuk beli pupuk urea sekali tanam lagi. Tentu saja kalau harga ikan kita tidak turun.”

Istri Kastumiun memandang suaminya yang berkulit coklat kehitaman karena terbakar matahari sepanjang hari. Dia kembali bertanya, “Benih ikannya dulu sudah dibayar?”

Kastumiun terbelalak memandang istrinya. Dia baru ingat kalau benih ikannya dulu belum dibayar dan masih hutang di pembenihan Haji Saman.
***

Siang itu Kastumiun berada di toko Hasri. Dia mendengar kabar kalau hari ini stok pupuk akan turun dan dia tidak mau ketinggalan lagi. Tiga hari lagi dia tidak mendapatkan pupuk, ikan-ikan di tambak satunya tidak mustahil akan menyusul untuk dipanen dini. Meskipun usia ikan di sana sudah waktunya panen, tetapi Kastumiun masih enggan untuk mengambilnya karena beratnya belum layak untuk diambil; lima atau enam tahun lalu Kastumiun dapat memanen ikannya tiga bulan sekali, tetapi saat ini mereka tidak bisa banyak berharap dengan waktu tiga bulan, sebab hingga berumur enam bulan pun ikan-ikan tidak bertambah besar, matanya saja yang kian lebar dengan ekor yang mekar tanpa ada perkembangan berat pada tubuhnya.

“Pak Kastum,” teriak Hasri pemilik toko sarana pertanian itu. “Sedang kaya baru panen?”
“Ya,” gurau Kastumiun sambil mendekat. “Katanya hari ini pupuk akan dikirim?”

“Katanya seperti itu, tetapi sampai sekarang belum juga datang. Pak Kastum sudah daftar?”
“Sudah. Sudah dua minggu lalu aku mendaftar minta jatah pupuk. Katanya, seminggu lalu ada yang turun, tetapi aku kok tidak dapat?”

“Memang jatahnya hanya sedikit, Pak. Tapi sebentar,” kata pemilik toko. Dia mengambil buku tulis tebal yang tersimpan dalam rak. “Hutang Pak Kastum di sini lima zak pupuk urea dan setinting waring. Nah, Pak Kastum kan sudah panen, bagaimana kalau dibayar dulu yang lima zak nanti baru mengambil lagi?”

“Hasil penjualan kemarin belum dibayar. Sartono dan Muji saja belum saya beri uang rokok.”
“Kalau Pak Kastum belum bayar, aku belum bisa mengasih pupuk lagi?”
“Berarti sudah ada pupuknya kalau begitu?”
“Belum datang!”

“Katanya kalau aku membayar akan diberi pupuk lagi, berarti sudah ada pupuknya?!”
“Pak Kastum sendiri tahu pupuknya belum datang,” kata pemilik toko Hasri dengan galak.

Kastumiun mengerutkan kening. Dia tidak bisa mengandalkan toko-toko lain, karena meskipun harganya murah tetapi harga di sana akan berlipat setiap bulannya. Dengan nada kalem Kastumiun bicara lagi, “Pembeli ikanku kan saudaramu sendiri. Kamu minta saja padanya?”

Pemilik toko yang berbadan tambun dan berperawakan tinggi itu berkata lirih, “Tidak mungkin, Pak Kastum. Meskipun kami berdua saudara, tetapi ini persoalan bisnis dan bukan masalah keluarga.”

“Apa kamu tidak percaya kalau aku pasti membayarnya?”
“Bukan percaya atau tidak, tetapi semua orang berhutang. Coba Pak Kastum hitung sendiri. Penduduk sini yang berhutang duapuluh orang. Masing-masing mempunyai hutang pupuk lima zak. Berarti saya menanggung seratus zak. Semua orang mengatakan akan membayar kalau sudah panen, tetapi panen mereka tidak ada yang memuaskan hasilnya. Katanya tiga bulan, tetapi panennya menjadi enam bulan dan bahkan ada yang setahun. Mereka yang rugi, tetapi mengapa saya juga harus rugi?”

“Kita juga tidak ingin rugi, Has,” kata Kastum berat.
“Rugi sih tidak apa-apa, tetapi jangan banyak-banyak seperti itu biar kita tidak bangkrut,” kata pemilik toko Hasri dengan nada enggan bicara lagi.
“Hari ini aku mendapat jatah pupuk atau tidak? Kalau tidak ikanku bisa mati lagi.”

“Pak Kastum masih lumayan hanya ikan yang mati, tetapi saya bisa ditinggal mati oleh anak dan istri.”

Kastumiun diam bukan karena memahami keadaan pemilik toko Hasri itu, tetapi keadaannya yang tersudut pada satu pilihan untuk mendatangi rumah pembeli ikannya. Dia bergegas memacu sepeda ontel-nya. Ada yang mengganjal di hati. Tidak biasa dia menagih hasil penjualan ikannya, sebab pembeli ikan itu akan datang sendiri ke rumah.

Lelaki itu tiba di tempat tujuannya beberapa menit saja. Ia bertanya pada anak kecil yang asik bermain di halaman rumah. “Bapakmu di rumah?”

Anak itu tidak menjawab. Dia meninggalkan semua mainan dan masuk ke dalam rumah. Tidak berapa lama kemudian anak itu kembali dan mengatakan kalau bapaknya sedang bepergian dan belum datang.
“Ibumu di rumah?”
Anak itu mengangguk.
“Coba panggilkan.”

Anak kecil itu pun kembali masuk ke dalam. Kemudian dia kembali lagi dan meneruskan permainan setelah menjawab disuruh menunggu. Seorang perempuan separuh baya keluar dan mempersilakan Kastumiun masuk dan duduk. Mereka berbasa-basi sebentar. Tuan rumah masuk ke dalam dan Kastumiun mencegah dengan alasan hanya sebentar.

“Saya hendak menanyakan uang hasil penjualan ikan kemarin,” kata Kastumiun dengan nada datar.

“Oh, persoalan itu,” jawab istri pembeli ikan dengan nada keras membuat Kastumiun berbunga, sebab perempuan itu pasti dititipi sesuatu. “Kata suami saya, sebagian diminta oleh Haji Saman pemilik benih. Katanya, Pak Kastum punya hutang benih di sana.”

“Ya,” jawab Kastumiun tersedak. “Berarti aku sudah tidak punya hutang ke Haji Saman?”
“Saya tidak tahu apakah sudah lunas belum.”
“Bagaimana dengan sisa hasil penjualannya?”

“Kata suami saya, baru separuh yang dibayarkan oleh pemilik gudang dan separuh lagi menunggu dia ke gudang lagi.”
“Kapan?”

“Saya tidak tahu.”
“Tapi, suamimu mengatakan berapa harga ikannya?”
“Yang jelas murah sekali, sebab ikan Pak Kastum dipanen dini.”
***

Hari ini hari kesepuluh sejak Kastumiun menebarkan pupuk urea ke tambak sebelah barat kali. Dia bisa membayangkan betapa keruh airnya dan lemah ikan-ikan bandengnya. Karena itu, sengaja dia tidak pergi ke tambak pagi-pagi. Kedatangannya tidak lebih untuk memastikan bahwa ikannya tidak mati dan dia bisa menunda hingga siang hari. Makanya dia cekatan memecahkan batang-batang kayu trembesi ketika istrinya mengeluh tidak punya kayu bakar lagi. Anak sulungnya sudah berangkat ke sawah mencari rumput bagi lima ekor kambingnya, sedangkan ketiga anak lain sudah berangkat ke sekolah.

Kapak besar itu mengayun berkali-kali dan memecahkan gelondong kayu. Keringat membasahi kaos Kastumiun. Dia hanya melengok sebentar ketika anak sulungnya sudah pulang dengan rumput di boncengan sepeda.

“Ikan kita mati lagi,” kata putra sulungnya menuju kandang di belakang rumah, “kambing kita juga.”***

november 2006

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir