Perjamuan
Sehelai kafan membungkus rotimu. Kami berlatih
Menjinakkan berpasang sumpit demi mangkuk-mangkuk mi
Yang pasrah di hadapan kami. Tiga botol selai berdebar
Di hadapanmu. Coklat. Nanas. Anggur. Tutup pertama
Tersentuh telunjukmu, hatinyalah yang berhak
Bersamamu mengakrabi derita sekaligus keabadian.
Mangkuk-mangkuk kami turut bergetar, menumpahkan
Sedikit kuahnya ke pangkuan kami. Bersitatap kami satu
Sama lain meski telah kuajarkan doa untuk
Menaklukkan muslihat lidah kami yang tiada bertulang.
(Naimata, 2012)
Ruang Tunggu, 1
Menahan godaanMu,
Eva dan Ular bersihadap.
Kami mengelus-elus dada.
Entahkah senyum Ular
Ataukah kerling Eva
Mengetarkan belulang!
(Surabaya, 2012)
Ruang Tunggu, 2
Buah terlarang ranum
Seperti biskuit hancur
Di lidah anak-anak.
Sedang Adam tersedu sendiri
Menyaksikan Eva
Melahirkan bayi-bayinya.
(Manado, 2011)
Roa
Sesungguhnya aku ingin terhidang sebagai mataairmu ketika menyembul.
Karena batu di Selatan telah pecah dan Tuhan tak lagi lengkap mengucapkan
kabul. Kecuali pernah kau saksikan pertarunganku melawan musuhmu
bernama Beelzebul. Kuharap kau paham jalan cerita stigmataku timbul.
Lalu perahu-[erahu yang kaulayarkan di ujun teluk tak perlu tahu bagaimana
ia kaubentuk. Lautan jiwamu mungkin menjelma aliran yang lekuk. Dan sesajen
yang akan kita labuhkan dalah sumbat segala ceruk. Agar dosa tak terkatakan
terbenam jauh di ufuk, tempat matahari menyembunyikan kelam segalak lubuk.
Kematian kita tak akan diingat Mone Kerai, karena sejatinya telinga Mahera
terlampau awas mendengarkan segala doa. Bahkan ketika kita lupa mengurai
kegembiraan dalam Padoa. Kau tahu, telah kutatah namamu dengan gemetar
di pucuk lontar belakang rumahmu enampuluh tahun silam: saat senyummu masih
berupa ikan yang dengan susah payah menyelami lubuk hatiku yang agak dalam.
Engkau tujuh, aku sembilan. Waktu seakan berjalan begitu pelan. Tapi kita
mesti berpisah di ujung perjalanan. Bolehkan aku bersamamu mencari Selatan?
Jika inilah masa penantian, kubiarkan kau menyanyikan Pater Noster atau
Kyrie eleison, sebelum usiaku yang habis kaubenamkan ke dalam dadamu:
hulu tempat anak-anak kita menyusu dan menenun keselamatan yang dijanjikan.
(Naimata, 2012)
Mario F Lawi lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 18 Februari 1991. Mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Nusa Cenda. Bergiat di Komunnitas Sastra Dusun Flambora. https://puisikompas.wordpress.com/2012/12/31/puisi-mario-f-lawi-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar