(Catatan perjalanan di Desa Jono, Temayang, Bojonegoro)
Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/
1. Keberangkatan
Setelah melakukan latihan ‘terakhir’ dalam proses naskah teater Negri Sungsang pada 20 Januari 2012, seluruh awak Komunitas Suket Indonesia berdiskusi khusus mengenai pementasan dua hari berikutnya tanggal 22 Januari di Desa Jono, Kecamatan Temayang, Bojonegoro dan 23 Januari 2012 di Desa Maibit, Kecamatan Rengel-Tuban.
Fokus pembicaraan seputar perlengkapan dapur, properti panggung, kendaraan dll, yang alkhasil diputuskan berangkat pada 21 Januari, dengan perhitungan tiga mobil: Satu Taff dan dua Colt, cukup untuk mengangkut 25 personel dan alat perlengkapan. Sengaja KSI memersiapkan segala perbekalan termasuk alat dapur sekali pun supaya tidak merepotkan tuan rumah.
Sekitar jam 15.30, tiga mobil para teaterawan meluncur dari Jombang menuju Desa Jono, Kecamatan Temayang Bojonegoro. Langit memayungi rombongan dengan cara berbeda, sebab sepanjang perjalanan diguyur hujan. Begitulah kiranya supaya perjalanan menjadi catatan mengesankan. Sebab tidak hanya diguyur hujan dan berselimut kabut tipis, namun satu di antara mobil rombongan mengalami kerusakan kipas kaca pengibas air. Sehingga, perjalanan sempat berhenti hingga lima kali, karena sopir harus memasang tali penarik-ulur manual pada gagang kipas. Bisa dibayangkan betapa mengesankan, salah seorang yang duduk di sebelah sopir bertugas menjadi pengganti mesin kipas sepanjang perjalanan, itu pun tali sempat putus berkali-kali. Keadaan demikian menjadi tantangan tersendiri bagi sopir yang juga merangkap awak Jaran Dor. Apalagi selepas jalur Lengkong-Kertosono, mobil memasuki kawasan alas perbukitan Lengko (perbatasan Nganjuk dengan Bojonegoro). Sopir terpaksa ekstra konsentrasi mengendalikan setir pada tanjakan, tikungan yang acapkali curam. Rombongan sampai di Desa Jono pukul 19.30, seperti rencana survei beberapa hari sebelumnya oleh sesepuh KSI: Catur, Sinyo dan Lek Mujib, rombongan jujug di Sanggar Anugrah desa Jono yang pernah ditempati Konggres Sastra Jawa (KSJ) III pada 28-30 Oktober 2011.
2. Pak Dasuki Kepala Desa + Seniman
Sesampai di Sanggar Anugrah desa Jono, rombongan disambut Pak Kades Dasuki. Selaku tuan rumah, Pak Dasuki mempersilahkan rombongan menggunakan segala fasilitas yang ada di sanggar. Sebagian anggota menggelar tikar yang sengaja di bawa dari Jombang, namun Pak Dasuki juga memersilahkan memakai tikar yang ada. Sebagian awak KSI yang lain menyetting panggung, dengan harapan besok seharian sudah harus beristirahat total, kecuali jalan-jalan mengenal lingkungan sekitar. Sedang sebagian lagi sibuk memasak.
Dari dua ruangan, separuh bagian depan ditempati seperangkat gamelan. Melihat gamelan tertata lengkap, awak KSI yang terbiasa bermain Jaran Dor dari desa Mojowarno Jombang langsung menabuh. Mereka duduk di masing-masing jenis alat: kendang, kenog, saron, gambang, gong dll. Suasana pun semakin gayeng dengan tembang tembang Jawa nan rancak. Saya berfikir, “laiyo, arek arek iki kok isoae ngaransemen seperangkat gamelan, padahal Jaran Dor yang mereka punyai alatnya cuma kendang, ketipung, jidor.” Bahkan dari gebyakan musik gamelan tersebut, hingga menggelitik Kades Dauki bergoyang bersama beberapa rombongan, hihihi.
Suasana pun berlanjut dengan cerita masa kecil Pak Dasuki yang sudah mengamen jaranan. “Saya mengamen jaranan itu sejak jejaka kecil, teman saya Pak Rekimo ini (sambil menunjuk seorang lebih tua yang berdiri di sampaing Pak Dasuki). Kalau Saya kecapekan waktu mengamen ya digendong Pak Rekimo. Pernah suatu kali pulang mengamen tidak mendapat uang, Pak Dasuki dan Pak Rekimo terpaksa harus mencopot garpu sepeda ontelnya untuk dijual rongsokan. Kadang baju yang baru dibeli pun terpaksa dijual untuk ongkos pulang.
Bersama Pak Rekimo, Pak Dasuki pun akhirnya mendirirkan ketoprak Ngesti Budoyo pada tahun 1969. Bahkan, demi membayar surat perizinan ketoprak, Pak Rekimo hingga menjual baju DPR-nya (merk kain terkenal waktu itu). “kulo niki belani kesenian, sampek kulo rewangi adol celono, gadekno sewek. Begitu pula Pak Dasuki, belani ketoprak hingga dibelani menjual tegalan. ” Alkhasil, anak Pak Rekimo kini menjadi Kades di desa sebelah. Demikian juga Pak Dasuki, dia tidak menyangka kalau dahulunya hanya menjadi lurahe ketoprak, kini menjadi luran desa betulan.
Demikianlah bersama Pak Rekimo, Pak Dasuki kini mengelolah Sanggar Anugrah Desa Jono. Usaha Pak Dasuki berkembang hingga memiliki 14 bus transportasi jurusan Bojonegoro-Nganjuk. Sementara Pak Rekimo diangkat menjadi pemangku sanggar. Sekarang Sanggar Anugrah rutin ditempati latihan. Beberapa komunitas yang inten latihan adalah Dwijo Laras, kelompok Porgu (Para Guru sekecamatan Temayang setiap hari Jum’at, Wahyu Taruno Budoyo (latihan Jaranan) tiap hari Selasa, latihan musik Kulintang Dwijo Laras pada Kamis malam, Rabu latihan pedalangan yang dipandu Ki Dalang Ragil, Minggu khusus komunitas anak anak yang bernama Mardisiwi. Keberadaan sanggar memang sudah ada turun temurun, namun baru diresmikan namanya tahun 1961.
3. Peyek Jompong, Makam Mbah Jono Puro
Tanggal 22 pagi para aktris Negri Sungsang berbelanja ke pasar ‘Krempyeng’, pasar dadakan yang berjarak 500 m dari sanggar. Sedang mBah Catur, Lek Mujib yang dikawal mas Isa (Jamah Maiyah Bojonegoro) berburu ke rumah salah satu warga yang terkenal memroduksi rempeyek jompong (daun jati muda). Namun keinginan menganalisa ‘rempeyek jompong’ gagal karena orangnya sudah minggat ke Banyuwangi. Sementara Saya, Hadi dan awak Jaran Dor berziarah ke malam Mbah Sejono Puro, sesepuh yang dianggap mbabat alas Jono. Itulah kenapa disebut desa Jono, berasal dari nama Sejono Puro yang artinya: siapa yang mempunyai hajat di desa Jono pasti terkabul dan disepuro. Keunikan makam Eyang Jono Puro adalah terdapat sebagian tanah yang tidak basah walau terguyur hujan. Bagi Saya, menziarahi makam Mbah Jono Puro artinya silaturakhim kultur dan budaya. Mematurnuwuni perintis sejarah yang mendirikan republik ini. Kami tidak mendoakan, tetapi mengajak ruh mbah Jono untuk berdoa bersama atas paseduluran yang kami jalin antar desa. Tentu saja bukan bersilaturrakhim secara riel, sebab mBah Jono sudah berubah menjadi padatan partikel yang berbeda dengan jasat yang masih hidup.
Khusus mbah Catur dan beberapa sesepuh Jaran Dor juga bertamu ke rumah sesepuh Jaranan Desa Jono. Sedang anggota yang lain menuruti perintah Pak Dasuki agar ledang, yakni bersiaran keliling desa sambil membawa speaker dan tabuhan.
4. Diskusi di Warung Lek Subari dan Musium Malam
Sejak pertama kedatangan rombongan memang diamping PakDe Uban, sosok seniman sepuh yang mengamping hampir seluruh proses berkesenian di Jawa Timur pojok Barat Laut. Sambil jagongan di warung Lek Bari yang berada di depan sanggar, Pak De Uban bercerita masa lalunya ketika mengadakan pementasan di Wonosalam-Jombang bersama Cak Yusron. Meskipun rombongan tidak ingin merepotkan tuan rumah, ternyata PakDe Uban mentraktir sipapun yang ada di warung Lek Bari. Alasan PakDe Uban sederhana namun mendalam,”dayoh iku koyok mayit, dikapaknoae karo tuan rimahe, kudu manut,” sungguh sebuah ungkapan sesepuh yang jaman sekarang tak terdengar lagi.
Sejak pukul 11.00 para pedagang berdatangan, sementara mulai pukul 13.00, beberapa kawan sastrawan, teaterawan juga hadir, terlihat Kang Heri dkk (seniman Bojonegoro, Timur Budi Raja (penyair Madura), Denny Mizhar (Networker Malang), Nurel Javissyarqi (penyair Lamongan), Pak Agung (wartawan Antara), Bonari (sastrawan Trenggalek) dll yang Saya belum mengenal.
Pada jam 13.00 sekitar 25 mahasiswa berbagai Universitas di Malang berdatangan, otomatis warung Lek Bari berjubelan, Pak De yang sudah akrab dengan mereka spontan “ayo, siapa yang ingin bertanya pada KSI dipersilahkan, mumpung bertemu, kuras habis ilmunya, daripada mendatangkan ke kampus kalian.” Warung Lek Subari berubah drastik menjadi CafĂ© diskusi. Saya, Lak Mujib, Ragil dan Mbah Catur digelontori berbagai pertanyaan seputar kepenulisan, pembuatan majalah, menembus media dll. Diskusi warung berakhir setelah jam memungkinkan untuk napak tilas mahasiswa Malang tersebut bersama Pakde Uban mengunjungi Musium Malam yang berjarak 2 KM dari desa Jono. Musium Malam adalah museum di perbukitan terbuka yang berisi fosil tulang belulang ikan laut, bebatuan karang yang usianya diperkirakan sejak pulau Jawa menjadi dasar lautan. Sebab mustahil kerangka ikan dan bebatuan laut yang kadar garamnya tinggi bisa berada di Desa Jono, perbukitan yang jauh dari Laut Utara Jawa.
5. Sekilas Pementasan Negri Sungsang
Sesuai jadwal, pementasan di mulai jam 19.30 dengan terlebih dulu dibuka oleh Camat Temayang. Dalam prolognya Camat Temayang mengatakan betapa kehadiran KSI ke depan akan menjadi media promosi tersendiri bagi Desa Wisata Jono. Sebab setelah mereka pulang ke Jombang, pasti mereka bercerita perihal Desa Jono, getok tular cerita itulah yang sebanding media promo yang tak terkirakan jika dihitung dengan uang. Selain itu Camat Temayang juga memaparkan keunggulan Desa Wisata Jono yang juga mempunya produk unggulan, yakni Sawo Jono dan Pisang khas.
Sekitar 20 menit sebelum pementasan, gerimis tipis (klepyur) mulai turun. Namun penonton makin datang berdesakan dan tak menghiraukan gerimis, padahal separuh arena penonton berupa alam terbuka. Apalagi musik Jaran Dor mulai giro dan para penunggang Jaran Kepang mulai beratraksi dengan tarian khas Jaran Dor yang berbeda bentuk dengan Jaran Kepang umumnya (kulonan), penonton kian terserap.
Atraksi seni tradisi Jaran Dor dalam pementasan Negri Sungsang bertugas menjemput aktor mengawali aktingnya. Namun dibanding waktu latihan, durasi pementasan bertambah menjadi 2 jam. Sebab akhir atraksi Jaran Dor, penari jaran kesurupan, sehingga rekan lain segera menyuiti (bersiul) dari balik layar supaya kuda kesurupan mengejar. Sesampai di belakang layar, dua kuda yang kesurupan segera disembuhkan.
Bagi KSI pentas di desa merupakan pilihan, maka tidak heran selama pertunjukan suara penonton gaduh dan bersautan sehubungan dengan adegan. Peran Ki Bolo Siji Dan Ki Bolo Sewu yang merupakan gambaran ‘wong deso’ berfungsi tepat menghubungkan pemaknaan penonton yang tidak mengenal apa itu teater. Mereka menggap pementasan Negri Sungsan adalah Jaranan yang memakai lakon cerita. Ki Bolo Siji dan Ki Bolo Sewu yang keluar dari kerumunan penonton membuat tepuk sorak riuh. Saya yang memerankan Ki Bolo Sewu, harus akting ndlusup di pangkuan Pak Camat ketika adegan ditakuti tokoh Sampok. Hahaha. Hingga pertunjukan berakhir, penonton tidak bubar, mereka mengira masih ada adegan lakon lagi dan masih kurang puas menonton.
6. Diskusi Seusai Pementasan
Seusai pementasan diskusi dipandu oleh PakDe Uban. Ia mengutarakan keterpukauannya melihat dua kepala desa (seniman) beserta istri masing-masing. Camat Temayang dalam diskusi tersebut menyatakan siap suatu saat manggung di Mojowarno, sebab di Jono juga ada seni Samboyo, yaitu jaranan yang memakai lakon. Timur Budiraja yang juga hadir menyatakan tidak menyaksikan Negri Sungsang secara jelas karena padat penonton. Timur juga akan belajar lebih banyak dari gerakan KSI.
Pak Agung (wartawan Antara) mengatakan kagum dan heran, kok beraninya terater main di desa dan bisa membuat penonton tidak beranjak hingga pertunjukan usai. Berbeda dengan Bonari Nabonenar melihat sudut pandang. Ia mengacungkan jempol pada KSI yang merajut persaudaraan antar desa di kala sering terjadi tawuran antar desa di mana-mana. Sementara Pak Dasuki menjadi gong penutup sidkusi yang mengutarakan terimakasih sebab cuaca tidak hujan seperti hari sebelumnya dan menyatakan kecewa jika KSI suatu saat tidak tampil di desa Jono kembali.
*) Peserta Temu Sastra Jawa Timur 2011 /25 Januari 2012
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar