Denny Mizhar
http://sastra-indonesia.com/
Malam purnama di tahun baru Jawa. Semua penduduk desa Antabrantah timur berbondong-bondong menuju pohon besar yang terletak di dekat sungai. Tepatnya pohon tersebut terletak di perbatasan desa Antrabrantah timur dan Antrabantrah barat. Meskipun sama nama desa tersebut, para penduduknya memiliki pandangan hidup yang berbeda. Desa Antrabarantah timur masih cenderung percaya, desanya ada yang mbaurekso, tinggalnya di pohon besar yang sekarang akan dipuja juga diberi sesajen. Mereka menganggap pohon tersebut harus dirawat, jika tidak maka malapetaka akan menimpah desanya. Sedang desa Antrabrantah Barat tidak mengenal sama sekali hal-hal yang berbau tahayul, penduduknya modern berfikirnya rasional, pekerjaannya banyak dikantoran. Sedang Desa Antrabarantah timur kebanyakan penduduknya adalah bertani. Perbedaan yang jauh. Antara desa Antabrantah Timur dan Antabrantah Barat. Terkadang mereka bersitegang tentang pemahaman dan cara pandang hidup mereka. Desa Antrabrantah timur, diwakili Parman sebagai kepala desa yang sering menghadiri rapat di kecamatan. Sedang Desa Antrabaratah Barat diwakili oleh Stiven.
Malam yang sakral bagi desa Antraberantah timur, seluruh penduduknya berpesta selamatan di dekat pohon besar: melakukan ritual, pertunjukan kesenian tradisional, bau kemayan bertebaran, bunga tujuh rupa tak ketinggalan. Sedangkan Desa Antaberantah barat biasa saja, kebanyakan penduduknya masih sibuk kerja, memanjakan diri pergi mengunjungi klub-klub malam dan beberapa tidur pulas.
Sebenarnya di desa Antrabrantah barat juga tertanam pohon bersar mirip dengan pohon yang ada di desa Antaberantah timur. Tapi sejak setahun lalu sudah tumbang. Kerena kepala desa mereka menjualnya pada investor yang sedang mencari lokasi mendirikan perumahan. Stive, sebagai kepala desa Antaberantah barat, sebelum menjual pada investor telah diingatkan oleh Parman Kepala desa Antaberantah timur. Perdebatan sengit terjadi dikantor kecamatan.
“Stive, jangan sekali-kali menjual tahan di perbatasan desamu dan desaku. Leluhur kita pasti akan marah, bila itu kau lakukan. Desamu dan desaku memiliki leluhur yang sama. Pohon trembesi besar yang ada di desamu adalah leluhur kita laki-laki. sedang Pohon trembesi besar di desaku adalah leluhur kita perempuan”. Stive tak mau diam. Dia juga angkat bicara. “Sekarang mana buktinya bila pohon trembesi itu ada leluhur kita. Mereka sudah mati dan tidak akan hidup lagi. Otakmu yang harus dibenahi. Jika kami dari kampung Antaberantah Barat menjual tanah dan di sana ada pohon besar, tentu desa kami akan mendapat keuntungan besar. Masyarakat kami pun bisa menikmati hasilnya dengan mendirikan bangunan tempat wisata. Mereka juga bisa memiliki dan mebeli hunian rumah nyaman yang didirikan oleh investor. Isi kepalamu itulah yang membuat wargamu masih tradisional”.
Pak Kartono sebagai kepala kecamatan tidak bisa melerai. Malahan menyerahkan urusan tersebut untuk diselesaikan sendiri. Kecenderunagn Pak Kartono membela Stive, sebab di luar forum sebelum rapat dimulai Pak Kartono sudah dihubungi oleh Stive, jika tanahnya desanya laku, pak Kartono juga mendapat bagian. Tidak dapat dicegah lagi, penjualan atas tanah milik desa Antaberantah Barat yang berbatasan dengann desa Antaberantah Timur.
Seluruh penduduk Antaberantah Timur was-was karena pasangan dari pohon yang dikeramatkan dan dipercayai sebagai rumah leluhur meraka harus ditebang. Sebenarnya Parman tahu, bahwa apa yang dipercaya oleh masyarakatnya adalah tak masuk akal. Bukan soal itu, parman ingin mepertahankan pohon-pohon besar yang ada di desa Antaberantah. Parman adalah segelintir orang desa Antaberantah timur yang berpendidikan tinggi. Sebab kenekatannya pergi ke kota untuk kuliah ia menyandang sarjana pertanian. Kepedulian Parman pada desanya yang membuatnya kembali lagi di desa Antaberantah Timur. Padahal Ia mendapat penawaran dari salah satu pengusaha di kota untuk bekerja di perusahaannya yang bergerak di bidang pertanian. Tapi Parman tidak mau, Ia masih ingin mengembangkan tanah kelahirannya. Ia masih ingin bertani tradisional, meneruskan orang tuanya. Hingga pada suatu hari ada pemilihan lurah, Parman mencalonkan dirinya. Sebagai lurah, banyak yang simpati pada Parman karena kepeduliaannya pada pertanian dan membimbing penduduknya untuk bertani dengan baik, rama lingkungan dan menghasilkan tanaman yang bekualitas. Secara ekonomi sebenarnya masyarakat desa Antaberatah timur tidak kesusahan setelah datangnya Parman kembali ke desa. Ia juga mencari saluran-salauran pemasaran hasil pertanian desanya ke kota. Tidak seperti sebelumnya, harus melewati tengkulak yang membeli hasil panen dengan murah dan menjual dengan mahal di kota.
Berbeda dengan Stive, ia anak keturunan Belanda yang masih tinggal di desa Antaberantah Barat. Sebab itu ia suka membangun kampungnya agar masyarakatnya modern. Karena bekerja sebagai petani baginya adalah pekerjaan tradisional dan hanya orang-orang malas saja yang suka bertani. menanam benih, menunggu hingga panen. diselanya Sambil menunggu panen mereka berleha-leha di rumah. ada yang berjudi ada yang adu ayam. itulah pikiran yang dimiliki Stive.
Penduduk Antaberantah Timur menabur kembang di pohon yang dikeramatkan. Suara gending-gendingan mengalur rampak. Di bawah pohon pisang Parman merenung tentang apa yang terjadi suatu hari nanti di desa Antaberantah Barat, jika pohon-pohon ditebang semua dan didrikan bangunan. Apalagi pemanasan global sedang merong-rong bumi. Keasrian desa akan hilang, Ketahan air akan berkurang. Sebenarnya kalau ia berprinsip dengan ilmu-ilmu yang dipelajari waktu dibangku kuliah dulu tentu ia akan berfikir seperti Stive. Ia hanya ingin melestarikan pohon keramat itu dengan cara pandang masyarakat. sebenarnya Ia juga tak percaya akan penunggu pohon tersebut. Yang Ia percaya adalah pohon-pohon akan menyelamatkan desanya dari banjir dan udara yang sejuk juga asri itu saja. Melalui alam fikir masyarakat itulah hal tersebut dilakukan.
Menjelang pagi, pesta perayaan tahun baru Jawa usai. Semua penduduk desa Antaberantah Timur kembali pulang, bertepatan dengan gerimis yang datang. Parman tak segera pulang, ia berteduh di pos dekat pohon trembesi besar yang dikeramatkan oleh penduduk desanya. Ia menyuruh istrinya pulang.
“Pulanglah dek, aku akan di sini dulu”
“Ayo pulang juga mas, mendungnya tebal. sepertinya hujan lebat akan datang”
“Gampang dek, nanti mas juga pulang. jika sudah ingin pulang”
“Jangan terlalu berfikir keras mas, tentang desa Antaberantah Barat. Toh mereka sudah punya kepala desa yang memikirkan mereka”
“Tidak dek, aku hanya kasihan pada penduduk Antaberantah Barat yang dididik oleh Kepala desanya untuk hidup dengan mengutamakan materi belaka”
“Sudahlah mas…., baiklah adinda pulang dulu. Jaga diri ya mas. Hujannya sepertinya akan deras”
Sambil berlari kecil, Istri Parman meninggalkannya. Hujan deras sudah menyapa. Parman melihat lampu-lampu yang menyala berkerlipan di desa Antaberantah Barat. Parman merebahkan tubuhnya di pos yang tersedia tikar. Parman tertidur. Di tidurnya Parman bermimpi. Ada air bah turun dari pegunungan yang di desa agak jauh dari desa Antaberantah. Desa yang penduduknya semua berkebun kopi, tanah yang dibuatnya menanam kopi dahulunya adalah hutan lebat. Tapi atas perintah dari salah satu aparatur Pemerintah yang memiliki HPH, mereka membabat pohon-pohon di sana. Airnya semakin besar. Hingga sampai di sungai perbatasan Desa Antaberantah timur dan Antaberantah Barat. Air bah yang membawa batu-batu mengerus tanah hingga sungai menjadi lebar. Rumah-rumah yang didirikan oleh investor atas penjulanan tanah dan penebangan Pohon keramat di desa Antaberantah Barat pun iku hanyut. Air tak sampai menyentuh rumah penduduk Antaberantah Timur, sebab pohon-pohon besar yang mereka keramatkan menopang pergerakan air bah tersebut. orang berlarian dari desa Antaberantah Barat menuju Desa Antaberantah timur. Kentongan pun berbunyi. Semua penduduk Antaberantah timur berkumpul di pos dekat Pohon dekat pohon keramat. Parman melihat Stive terbawa air bah dan tak ada yang menolongnya bersama orang-orang-orang yang tinggal diperumahan dekat sungai perbatasan desa Antaberantah timur dan barat.
“Mas…Mas… Bangun, ada banjir…. Mas…”
Parman pun bangun di samping kiri dan kanannya banyak orang-orang berkumpul beberapa Ia kenal dan ada juga yang tidak dikenalnya.
“Astagfirullahaladzim… aku tidak bermimpi”
Malang, Desember 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 25 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar