Selasa, 25 Januari 2011

Pohon Keramat

Denny Mizhar
http://sastra-indonesia.com/

Malam purnama di tahun baru Jawa. Semua penduduk desa Antabrantah timur berbondong-bondong menuju pohon besar yang terletak di dekat sungai. Tepatnya pohon tersebut terletak di perbatasan desa Antrabrantah timur dan Antrabantrah barat. Meskipun sama nama desa tersebut, para penduduknya memiliki pandangan hidup yang berbeda. Desa Antrabarantah timur masih cenderung percaya, desanya ada yang mbaurekso, tinggalnya di pohon besar yang sekarang akan dipuja juga diberi sesajen. Mereka menganggap pohon tersebut harus dirawat, jika tidak maka malapetaka akan menimpah desanya. Sedang desa Antrabrantah Barat tidak mengenal sama sekali hal-hal yang berbau tahayul, penduduknya modern berfikirnya rasional, pekerjaannya banyak dikantoran. Sedang Desa Antrabarantah timur kebanyakan penduduknya adalah bertani. Perbedaan yang jauh. Antara desa Antabrantah Timur dan Antabrantah Barat. Terkadang mereka bersitegang tentang pemahaman dan cara pandang hidup mereka. Desa Antrabrantah timur, diwakili Parman sebagai kepala desa yang sering menghadiri rapat di kecamatan. Sedang Desa Antrabaratah Barat diwakili oleh Stiven.

Malam yang sakral bagi desa Antraberantah timur, seluruh penduduknya berpesta selamatan di dekat pohon besar: melakukan ritual, pertunjukan kesenian tradisional, bau kemayan bertebaran, bunga tujuh rupa tak ketinggalan. Sedangkan Desa Antaberantah barat biasa saja, kebanyakan penduduknya masih sibuk kerja, memanjakan diri pergi mengunjungi klub-klub malam dan beberapa tidur pulas.

Sebenarnya di desa Antrabrantah barat juga tertanam pohon bersar mirip dengan pohon yang ada di desa Antaberantah timur. Tapi sejak setahun lalu sudah tumbang. Kerena kepala desa mereka menjualnya pada investor yang sedang mencari lokasi mendirikan perumahan. Stive, sebagai kepala desa Antaberantah barat, sebelum menjual pada investor telah diingatkan oleh Parman Kepala desa Antaberantah timur. Perdebatan sengit terjadi dikantor kecamatan.

“Stive, jangan sekali-kali menjual tahan di perbatasan desamu dan desaku. Leluhur kita pasti akan marah, bila itu kau lakukan. Desamu dan desaku memiliki leluhur yang sama. Pohon trembesi besar yang ada di desamu adalah leluhur kita laki-laki. sedang Pohon trembesi besar di desaku adalah leluhur kita perempuan”. Stive tak mau diam. Dia juga angkat bicara. “Sekarang mana buktinya bila pohon trembesi itu ada leluhur kita. Mereka sudah mati dan tidak akan hidup lagi. Otakmu yang harus dibenahi. Jika kami dari kampung Antaberantah Barat menjual tanah dan di sana ada pohon besar, tentu desa kami akan mendapat keuntungan besar. Masyarakat kami pun bisa menikmati hasilnya dengan mendirikan bangunan tempat wisata. Mereka juga bisa memiliki dan mebeli hunian rumah nyaman yang didirikan oleh investor. Isi kepalamu itulah yang membuat wargamu masih tradisional”.

Pak Kartono sebagai kepala kecamatan tidak bisa melerai. Malahan menyerahkan urusan tersebut untuk diselesaikan sendiri. Kecenderunagn Pak Kartono membela Stive, sebab di luar forum sebelum rapat dimulai Pak Kartono sudah dihubungi oleh Stive, jika tanahnya desanya laku, pak Kartono juga mendapat bagian. Tidak dapat dicegah lagi, penjualan atas tanah milik desa Antaberantah Barat yang berbatasan dengann desa Antaberantah Timur.

Seluruh penduduk Antaberantah Timur was-was karena pasangan dari pohon yang dikeramatkan dan dipercayai sebagai rumah leluhur meraka harus ditebang. Sebenarnya Parman tahu, bahwa apa yang dipercaya oleh masyarakatnya adalah tak masuk akal. Bukan soal itu, parman ingin mepertahankan pohon-pohon besar yang ada di desa Antaberantah. Parman adalah segelintir orang desa Antaberantah timur yang berpendidikan tinggi. Sebab kenekatannya pergi ke kota untuk kuliah ia menyandang sarjana pertanian. Kepedulian Parman pada desanya yang membuatnya kembali lagi di desa Antaberantah Timur. Padahal Ia mendapat penawaran dari salah satu pengusaha di kota untuk bekerja di perusahaannya yang bergerak di bidang pertanian. Tapi Parman tidak mau, Ia masih ingin mengembangkan tanah kelahirannya. Ia masih ingin bertani tradisional, meneruskan orang tuanya. Hingga pada suatu hari ada pemilihan lurah, Parman mencalonkan dirinya. Sebagai lurah, banyak yang simpati pada Parman karena kepeduliaannya pada pertanian dan membimbing penduduknya untuk bertani dengan baik, rama lingkungan dan menghasilkan tanaman yang bekualitas. Secara ekonomi sebenarnya masyarakat desa Antaberatah timur tidak kesusahan setelah datangnya Parman kembali ke desa. Ia juga mencari saluran-salauran pemasaran hasil pertanian desanya ke kota. Tidak seperti sebelumnya, harus melewati tengkulak yang membeli hasil panen dengan murah dan menjual dengan mahal di kota.

Berbeda dengan Stive, ia anak keturunan Belanda yang masih tinggal di desa Antaberantah Barat. Sebab itu ia suka membangun kampungnya agar masyarakatnya modern. Karena bekerja sebagai petani baginya adalah pekerjaan tradisional dan hanya orang-orang malas saja yang suka bertani. menanam benih, menunggu hingga panen. diselanya Sambil menunggu panen mereka berleha-leha di rumah. ada yang berjudi ada yang adu ayam. itulah pikiran yang dimiliki Stive.

Penduduk Antaberantah Timur menabur kembang di pohon yang dikeramatkan. Suara gending-gendingan mengalur rampak. Di bawah pohon pisang Parman merenung tentang apa yang terjadi suatu hari nanti di desa Antaberantah Barat, jika pohon-pohon ditebang semua dan didrikan bangunan. Apalagi pemanasan global sedang merong-rong bumi. Keasrian desa akan hilang, Ketahan air akan berkurang. Sebenarnya kalau ia berprinsip dengan ilmu-ilmu yang dipelajari waktu dibangku kuliah dulu tentu ia akan berfikir seperti Stive. Ia hanya ingin melestarikan pohon keramat itu dengan cara pandang masyarakat. sebenarnya Ia juga tak percaya akan penunggu pohon tersebut. Yang Ia percaya adalah pohon-pohon akan menyelamatkan desanya dari banjir dan udara yang sejuk juga asri itu saja. Melalui alam fikir masyarakat itulah hal tersebut dilakukan.

Menjelang pagi, pesta perayaan tahun baru Jawa usai. Semua penduduk desa Antaberantah Timur kembali pulang, bertepatan dengan gerimis yang datang. Parman tak segera pulang, ia berteduh di pos dekat pohon trembesi besar yang dikeramatkan oleh penduduk desanya. Ia menyuruh istrinya pulang.

“Pulanglah dek, aku akan di sini dulu”

“Ayo pulang juga mas, mendungnya tebal. sepertinya hujan lebat akan datang”

“Gampang dek, nanti mas juga pulang. jika sudah ingin pulang”

“Jangan terlalu berfikir keras mas, tentang desa Antaberantah Barat. Toh mereka sudah punya kepala desa yang memikirkan mereka”

“Tidak dek, aku hanya kasihan pada penduduk Antaberantah Barat yang dididik oleh Kepala desanya untuk hidup dengan mengutamakan materi belaka”

“Sudahlah mas…., baiklah adinda pulang dulu. Jaga diri ya mas. Hujannya sepertinya akan deras”

Sambil berlari kecil, Istri Parman meninggalkannya. Hujan deras sudah menyapa. Parman melihat lampu-lampu yang menyala berkerlipan di desa Antaberantah Barat. Parman merebahkan tubuhnya di pos yang tersedia tikar. Parman tertidur. Di tidurnya Parman bermimpi. Ada air bah turun dari pegunungan yang di desa agak jauh dari desa Antaberantah. Desa yang penduduknya semua berkebun kopi, tanah yang dibuatnya menanam kopi dahulunya adalah hutan lebat. Tapi atas perintah dari salah satu aparatur Pemerintah yang memiliki HPH, mereka membabat pohon-pohon di sana. Airnya semakin besar. Hingga sampai di sungai perbatasan Desa Antaberantah timur dan Antaberantah Barat. Air bah yang membawa batu-batu mengerus tanah hingga sungai menjadi lebar. Rumah-rumah yang didirikan oleh investor atas penjulanan tanah dan penebangan Pohon keramat di desa Antaberantah Barat pun iku hanyut. Air tak sampai menyentuh rumah penduduk Antaberantah Timur, sebab pohon-pohon besar yang mereka keramatkan menopang pergerakan air bah tersebut. orang berlarian dari desa Antaberantah Barat menuju Desa Antaberantah timur. Kentongan pun berbunyi. Semua penduduk Antaberantah timur berkumpul di pos dekat Pohon dekat pohon keramat. Parman melihat Stive terbawa air bah dan tak ada yang menolongnya bersama orang-orang-orang yang tinggal diperumahan dekat sungai perbatasan desa Antaberantah timur dan barat.

“Mas…Mas… Bangun, ada banjir…. Mas…”

Parman pun bangun di samping kiri dan kanannya banyak orang-orang berkumpul beberapa Ia kenal dan ada juga yang tidak dikenalnya.

“Astagfirullahaladzim… aku tidak bermimpi”

Malang, Desember 2010

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir