Rabu, 30 Juli 2008

SASTRA DAN PETA YANG (TAK) USAI TERBACA

Semacam Testimoni dalam Benderang Kenangan
Jurnal Kebudayaan The Sandour, edisi III
Y. Wibowo

“Ketimbang menemukan dunia, kita menciptakannya.”
(Nelson Goodman).
Karya sastra dapatlah diandaikan serupa peta penuh tanda dan penanda. Dalam membaca dan menikmati kita dapat menjadi turis, pelesiran disepanjang alur dan maknanya. Hanya saja di sisi lain, munculnya sebuah pemaknaan atau tafsir terhadap karya sastra juga biasanya muncul beriringan dalam menikmati karya sastra tersebut. Namun, sebagai awam --jika berkehendak, keinginan untuk terus membaca karya sastra (apapun namanya) hingga selesai, menikmati sentuhannya hingga tuntas, gigil-sunyi karena dicubit kenangan yang terpendam dalam karya yang terbaca, atau terus bernostalgia atas kampung halaman; tentang pacar lama, panorama alamnya, atau artefak-artefak tatanan sistem para penghuninya yang seiring waktu telah berubah menjadi angkuh dan kian purba.

Dan diantara kelindan tanda dan penanda karya sastra, diantara empirisme yang kasatmata, kenyataan hari ini, pandangan akan masa depan, atau mula sebiji kata yang teramu dalam beragam karya sastra, yang juga jauh-jauh hari diyakini berjalin ‘sesuatu’, yang boleh jadi hal itu merupakan ‘kegelisahan akan yang lain’, dan dapat menghantarkan ke semacam meruahnya perayaan atau perjalanan sebuah ziarah, atau ke sesuatu yang tak (akan) usai terbaca.

Pemaknaan-pemaknaan tersebut telah menjadi suatu hubungan yang niscaya dan merupakan dasar korespondensi yang intens, seperti para penyair dalam berkarya yang tidak harus terjebak dalam menyerap bahasa yang terpampang sebagai kenyataan sehari-hari, melainkan memilah untuk sublim pada entah estetikanya, pun menyusur dalam tukikan hakikat kenyataan sehari-hari itu. Namun, hubungan yang niscaya tersebut bahkan dapat berujung pada suatu analogi total tentang hal-ihwal. Hal-ihwal inilah yang (telah dan akan) selalu mengungkapkan dirinya melalui analogi-analogi yang saling bersahutan, seumpama sejak hari ketika Tuhan mengucap dunia sebagai totalitas yang kompleks dan tiada terpisahkan.
***

Dalam korespondensi yang intens, yang universal, proses penciptaan berarti sebuah upaya pencarian terus-menerus, atau sebuah metamorfosa abadi, dan empirisme personal dalam hidup yang kemudian lekat seumpama sejarah diri atau kenangan yang terus berjalan menjelma teks, dan tentu, hal ini sebuah konsekwensi dalam beragam karya sastra, karena proses penciptaan sebuah karya terkadang mesti mengalami semacam pertarungan-sublimitas-individual.

Maka teks yang menjelma dan bernama dalam sebuah dunia entah itu kenangan, kenyataan hari ini atau pandangan akan hari depan bukanlah satu, tapi banyak. Semisal keasyikan meramu kenangan yang meruah segar akan kampung halaman, Lampung, dalam mendedahkan dalam teks, setiap kata dari bait ke bait, dari halaman demi halamannya merupakan tafsir atau terjemahan dan metamorfosis dari halaman lain, dan proses penggandaan ini terus berulang, tanpa akhir. Dunia (kenangan) adalah metafor dari metafor. Dengan demikian, dunia (kenangan) bila tak terkendali dapat kehilangan realitasnya dan menjelma jadi gaya wicara (figure of space). Lalu, penggandaan teks mengandung implikasi bahwa tidak ada teks yang original. Realitas dunia dan makna bahasa meluncur bersama, lalu lenyap keruang hampa, kosong.

Semisal Octavio Paz melihat bahwa dengan mengatakan “Tuhan mengucap dunia” (bukan “menciptakan dunia”), dan Baudelaire yang sesungguhnya memandang dunia sebagai kata, telah memilih sebuah konsekwensi, tentu saja bahwa semesta adalah bahasa, sebuah skrip. Inilah bahasa yang bergerak dan berubah selamanya. Setiap kalimat melahirkan kalimat lain, dan masing-masing kalimat itu senantiasa mengatakan sesuatu yang berbeda, namun sekaligus sama.

Maka tinggallah kekosongan yang terbentang dalam jantung sebuah analogi, semacam sains yang hanya eksis dalam nikmat perbedaan; justru (bahwa) karena X (kenangan) dan Y (kenyataan), sebuah jembatan yang menghubungkan X dan Y menjadi mungkin. Dan perbedaan itu diterima dengan nalar persamaan, sekaligus yang tidak menghapus perbedaan; ia menebusnya dan menjadikan eksistensi tak tertanggungkan.

Dan mencapai realitas berarti mengakui (apa yang disebut Stanley Cavell) sebagai kemustahilan bahwa satu diantara tak terbilang deskripsi yang benar tentang saya menyatakan siapa saya. Menafsirkan kenangan dan memahami realitas hari ini atau mendatang menjadi sebuah pencarian bukan-hakekat atau hakekat kebenaran, dan hal ini harus terus dibongkar karena bisa jadi tak lebih daripada melakukan studi komparatif terhadap bermacam-macam deskripsi, cara bicara, wicara, dan wacana yang tercantum dalam katalog peradaban sebuah dunia.

Seperti dalam karya sastra yang berthema dirundung kenangan akan kampung halaman, sebagaimana dengan seseorang yang telah pergi sekian masa dan pulang kampung di Lampung. Dan disaat itu menemukan tanah kelahirannya sebagai sesuatu yang segar, meruah akan makna, dan seseorang itu terantuk-terserimpung tanda-tanda. Apakah itu tentang riak way sekampung, sebilah badik, gading yang patah, tapis yang terbebat di dada seorang gadis, bangkai jung, sebuah anjung? Dalam ruang bermain bagi proses penciptaan karya sastra, realitas akan menopang kenangan yang berupaya menafsir-menata-menangkap sejumlah keping (semesta) kampung halaman; sementara seni menyokong etika yang berjuang menangkap sebagian lain dari keping (semesta) kampung halaman yang sama. Dus, apappun yang terdedah (dalam karya sastra tersebut) dengan pilihan themanya, tak lebih dan tak kurang, hanyalah sebuah (genre) karya sastra.

Inilah sebuah “kritisisme budaya,” suatu ziarah dalam apa yang disebut Rorty sebagai “komedi-putar-sastra-sejarah-antropologi-politik.” Hal ini tentu lebih luas jika studi komparatif dengan sebuah tafsir atas sikap politik tertentu yang melulu bersoal pada aras “kekuasaan” dan “kemuliaan.” Dengan memahami kecenderungan “kekuasaan” sebagai terminologi politik yang telah dan akan dihasilkan dari relasi-relasi sosial, dan “kemuliaan” menjadi semacam opus spirituale yang tercermin dalam perilaku.

Melihat persamaan dan perbedaan, melihat bagaimana hal-ihwal saling berkaitan, terasa akrab dengan analogi. Filsafat Rorty adalah metafor puisi Boudelaire. Metafor dari metafor dari metafor, ad infinitum. Dibaliknya; kekosongan realitas dunia silam kian selesai, dan tempatnya digantikan ajang politik pemaknaan. Sebuah bukan –dunia—jika dunia adalah bangun, tata, anatomi, pusat, dan sejenisnya. Namun, tentu engkau tahu, politik bukan tanpa resiko.

Tanpa pretensi berfilsafat, tengoklah “warga kebudayaan post-filosofis,” mereka adalah yang dengan enak berbicara tentang apapun. Intelektual serba-bisa; dia yang bergerak dengan cepat dari Hemingway ke Proust ke Hitler ke Mark ke Foucault ke mary Douglas ke situasi Asia Tenggara mutakhir ke Gandhi ke sophocles. Seorang penetas nama-nama, ia yang memakai nama-nama ini untuk mengacu kepada perangkat-perangkat deskripsi, sistem simbol, cara pandang. Keahliannya adalah melihat persamaan dan perbedaan diantara gambar-gambar besar, diantara usaha-usaha untuk melihat bagaimana hal-ihwal saling berkaitan,” demikian Rorty.

Sedang kemungkinan untuk sampai diluar pemahaman yang melihat bagaimana hal-ihwal akan kenangan kampung halaman yang saling berkaitan adalah suara afirmatif, hal tersebut mungkin prospek kebudayaan yang (hanya) mau membuka matanya terhadap bagaimana segala macam kosakata dari seluruh khazanah zaman dan budaya yang saling terkait satu sama lain. Karena kebenaran telah menjadi nama-nama suatu properti yang terkandung dalam semua kalimat yang benar. Artinya, ia hanya berlangsung dalam bahasa, medan permainan makna-makna.

Bila kenangan akan dunia dan realitas dunia dibangun dalam bahasa dengan segala ambiguitasnya, tentu mustahil mendapati dunia tanpa mengacu pada seperangkat deskripsi yang dipilih ditengah lautan deskripsi yang lain. Tabik!
***

Y. Wibowo, Penyair gandrung bernostalgia, pernah mendirikan Komunitas Sastrawan Tugu Indonesia (KSTI) di Yogya 2000 bersama Nurel Javissyarqi. Antologi puisi tunggalnya Opera Kebun Lada (matakata 2005). Kini berdialektik di Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL).

Tidak ada komentar:

A Musthafa A Rodhi Murtadho A Wahyu Kristianto A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Wachid BS Abdullah al-Mustofa Abdullah Khusairi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimanyu Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Maulani Adek Alwi Adhi Pandoyo Adrian Ramdani Ady Amar Afrizal Malna Agnes Rita Sulistyawati Aguk Irawan Mn Agus R. Sarjono Agus Riadi Agus Subiyakto Agus Sulton Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahm Soleh Ahmad Farid Tuasikal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Luthfi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Nurhasim Ahmad Sahidah Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadie Thaha Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rasyid AJ Susmana Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alan Woods Alex R. Nainggolan Alexander Aur Alexander G.B. Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Rif’an Aliela Alimuddin Alit S. Rini Alunk Estohank Ami Herman Amich Alhumami Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminudin TH Siregar Ammilya Rostika Sari An. Ismanto Anaz Andaru Ratnasari Andhi Setyo Wibowo Andhika Prayoga Andong Buku #3 Andrenaline Katarsis Andri Cahyadi Angela Anies Baswedan Anindita S Thayf Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Sudibyo Anton Wahyudi Anwar Holid Anwar Siswadi Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif Hidayat Arif Zulkifli Arti Bumi Intaran Asarpin Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayu Utami Azyumardi Azra Babe Derwan Bagja Hidayat Balada Bandung Mawardi Bayu Agustari Adha Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Bernadette Lilia Nova Bernando J. Sujibto Berthold Damshäuser Bhakti Hariani Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budi Winarto Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Bustan Basir Maras Camelia Mafaza Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cecep Syamsul Hari Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Choirul Rikzqa D. Dudu A.R D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Dantje S Moeis Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Delvi Yandra Denny JA Denny Mizhar Dewi Anggraeni Dian Basuki Dian Hartati Dian Sukarno Dian Yanuardy Diana AV Sasa Dinar Rahayu Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi Warsidi Edy Firmansyah EH Kartanegara Eka Alam Sari Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil Amir Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Evan Ys F. Budi Hardiman Fadly Rahman Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fani Ayudea Fariz al-Nizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fatkhul Aziz Felix K. Nesi Film Fitri Yani Franditya Utomo Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Garna Raditya Gde Artawan Geger Riyanto Gendhotwukir George Soedarsono Esthu Gerakan Surah Buku (GSB) Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunawan Tri Atmojo H. Supriono Muslich H.B. Jassin Hadi Napster Halim H.D. Hamberan Syahbana Hamidah Abdurrachman Han Gagas Hardi Hamzah Haris del Hakim Haris Priyatna Hasan Aspahani Hasan Gauk Hasan Junus Hasnan Bachtiar Helvy Tiana Rosa Helwatin Najwa Hendra Junaedi Hendra Makmur Hendriyo Widi Ismanto Hepi Andi Bastoni Heri Latief Heri Listianto Herry Firyansyah Heru Untung Leksono Hikmat Darmawan Hilal Ahmad Hilyatul Auliya Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur Husnun N Djuraid I Nyoman Suaka Ibnu Rizal Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Haryanto Iksan Basoeky Ilenk Rembulan Ilham khoiri Imam Jazuli Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Budi Santosa Imelda Imron Arlado Imron Tohari Indiar Manggara Indira Margareta Indra Darmawan Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Ingki Rinaldi Insaf Albert Tarigan Intan Hs Isbedy Stiawan ZS Ismail Amin Ismi Wahid Ivan Haris Iwan Gunadi Jacob Sumardjo Jafar Fakhrurozi Jajang R Kawentar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jean-Marie Gustave Le Clezio JJ. Kusni Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Julika Hasanah Julizar Kasiri Jumari HS Junaidi Jusuf AN Kadir Ruslan Kartika Candra Kasnadi Katrin Bandel Kenedi Nurhan Ketut Yuliarsa KH. Ma'ruf Amin Khaerudin Khalil Zuhdy Lawna Kholilul Rohman Ahmad Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Krisandi Dewi Kritik Sastra Kucing Oren Kuswinarto Langgeng Widodo Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lenah Susianty Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto M Shoim Anwar M. Arman A.Z. M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Harya Ramdhoni M. Kasim M. Latief M. Wildan Habibi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria hartiningsih Maria Serenada Sinurat Mario F. Lawi Maroeli Simbolon S. Sn Marsus Banjarbarat Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masriadi Mawar Kusuma Wulan Max Arifin Melani Budianta Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Mezra E. Pellondou Micky Hidayat Mihar Harahap Misbahus Surur Moh Samsul Arifin Moh. Syafari Firdaus Mohamad Asrori Mulky Mohammad Afifuddin Mohammad Fadlul Rahman Muh Kholid A.S. Muh. Muhlisin Muhajir Arifin Muhamad Sulhanudin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Azka Fahriza Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Nafi’ah Al-Ma’rab Naskah Teater Nezar Patria Nina Setyawati Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noor H. Dee Noval Maliki Nunuy Nurhayati Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurudin Octavio Paz Oliviaks Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pamusuk Eneste Panda MT Siallagan Pandu Jakasurya PDS H.B. Jassin Philipus Parera Pradewi Tri Chatami Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R Sutandya Yudha Khaidar R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Rahmadi Usman Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rahmat Sutandya Yudhanto Raihul Fadjri Rainer Maria Rilke Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridha al Qadri Ridwan Munawwar Rikobidik Riri Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rizky Andriati Pohan Robert Frost Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Romi Febriyanto Saputro Rosihan Anwar RR Miranda Rudy Policarpus Rukardi S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Sakinah Annisa Mariz Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Gerilyawan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra SelaSastra ke #24 Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Subhan SD Suci Ayu Latifah Sulaiman Djaya Sulistiyo Suparno Sunaryo Broto Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunudyantoro Suriali Andi Kustomo Suryadi Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susi Ivvaty Susianna Susilowati Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Bahri Syam Sdp Syarif Hidayatullah Tajuddin Noor Ganie Tammalele Tan Malaka Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Trianton Tengsoe Tjahjono Th Pudjo Widijanto Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Joko Susilo Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Umar Kayam Undri Uniawati Universitas Indonesia UU Hamidy Vyan Tashwirul Afkar W Haryanto W.S. Rendra Wahyudin Wannofri Samry Warung Boenga Ketjil Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Web Warouw Wijang Wharek Wiko Antoni Wina Bojonegoro Wira Apri Pratiwi Wiratmo Soekito Wishnubroto Widarso Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Wing King WS Rendra Xu Xi (Sussy Komala) Y. Thendra BP Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yesi Devisa Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yosi M. Giri Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuval Noah Harari Yuyu AN Krisna Zaki Zubaidi Zalfeni Wimra Zawawi Se Zehan Zareez Zen Hae Zhaenal Fanani Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar Zulhasril Nasir