Edy Firmansyah
Malkan Junaidi
Kriteria Penilaian
Sudah jadi semacam rumus sepertinya bahwa jumlah kriteria penilaian dalam kerja kuratorial selalu berbanding terbalik dengan jumlah hasilnya. Yakni, semakin banyak kriteria diterapkan, semakin sedikit karya bisa diloloskan. Karena itu kami bersyukur mengetahui panitia Festival Aksara Manifesco 2019 tak menyertakan kriteria khusus untuk kami pakai saat mereka mengirimkan sekitar 1000 puisi dari sekitar 100 peserta untuk diseleksi. Meski ini tak serta-merta membuat tugas kami terasa enteng, setidaknya tak membuatnya terasa lebih berat.
Tugas kurator, sebagaimana disampaikan panitia, bukan memilih sekian karya terbaik, melainkan sekian penulis masing-masing dengan sekian karya terbaik. Sepintas tampak sama, namun sesungguhnya implikasinya jauh berbeda. Untuk memilih 50 puisi terbaik kami bisa mengambil 1 hingga 10 judul setiap penyair. Yakni kuota 50 itu bisa kami penuhi dari baik 50 atau 5 peserta. Adapun untuk memilih hanya 10 penyair dengan masing-masing 5 judul, mau tak mau kami harus main hitung-hitungan. Misal dua penyair, A dan B. Dalam pembacaan kami, A menghasilkan 3 karya kuat, sedang B hanya 2 karya. Mudah memutuskan bila kekuatan kelima karya itu terhitung relatif setara. Tapi bagaimana bila 2 milik B dinilai lebih kuat dibanding 3 milik A? Memilih B berarti menyertakan 3 karya lemah, memilih A berarti menyertakan hanya 2.
Kriteria yang lazim digunakan di berbagai lomba cipta puisi, misal kebaruan gaya pengucapan, kepaduan gagasan, hingga hal-hal elementer menyangkut logika kalimat dan teknis penulisan, tentu kami gunakan di proses seleksi peserta festival ini. Namun dengan latar situasi sebagaimana telah kami jelaskan, kami terpaksa menerapkannya tidak secara ketat. Pun mengingat rencana panitia menerbitkan puisi terpilih dalam format buku antologi, kami mempertimbangkan ihwal keragaman, berusaha agar penulis yang lolos satu dengan yang lain memiliki spektrum karya berbeda.
Klasifikasi Peserta
Pengecualian pengarang asal Madura yang tinggal di luar Madura membuat kami tertarik untuk melakukan pemetaan penyair Madura kontemporer berdasarkan biodata yang dikirimkan, dengan harapan bisa menjadi salah satu rujukan penelitian sosiologi sastra, pembuatan kebijakan pengembangan di bidang literasi, dan khususnya acuan pelaksanaan festival serupa di masa mendatang . Berikut hasilnya.
Berdasarkan jenis kelamin:
? Laki-laki : 71
? Perempuan : 29
? Tidak diketahui : 2
Berdasarkan usia:
? 10 sampai 19 tahun : 18
? 20 sampai 29 tahun : 21
? 30 sampai 39 tahun : 7
? 40 tahun ke atas : 2
? Tidak diungkapkan : 48
Berdasarkan asal daerah:
? Sumenep : 59
? Pamekasan : 20
? Sampang : 9
? Bangkalan : 2
Berdasarkan latar profesi/pendidikan:
? Siswa aktif : 12
? Mahasiswa aktif : 27
? Santri aktif : 14
? Aktivis literasi : 12
? Guru/dosen aktif : 14
? Lainnya : 23
Menimbang Sikap
Dalam proses pembacaan tahap awal, kami mengusulkan penggunaan kritik biografis dalam kerja kuratorial kami, yakni dengan sedikit atau banyak melibatkan latar kehidupan pengarang dalam penilaian. Penyebabnya adalah karena kami menemukan banyak promising writer, di antaranya masih duduk di bangku Tsanawiyah dan Aliyah, yang kiranya butuh perhatian khusus. Panitia menanggapi kelancangan tersebut dengan meminta kami mengevaluasi karya secara objektif, mengabaikan umur, jenis kelamin, pendidikan, profesi, dan sebagainya. Penolakan demikian di satu sisi membuat pekerjaan kami justru jadi lebih mudah, namun tak bisa kami pungkiri di sisi lain membuat rasa keadilan kami terusik---Bagaimana mungkin menganggap sama orang yang sudah 20 tahun menulis dengan orang yang baru 5 tahun mengecimpunginya?
Namun boleh jadi keputusan panitia itu sudah tepat. Banyak hal tak terduga terjadi di kesusastraan. Banyak pengarang besar tidak pernah mengenyam pendidikan sastra secara resmi. Sebaliknya banyak sarjana sastra gagal menyumbangkan karya dan pemikiran berarti. Dari 70% penyair yang karyanya lekas kami nilai tidak layak, banyak yang merupakan penulis lama. Kami tak tahu kenapa mereka seperti terjebak di level capaian estetis yang bahkan belum bisa dibilang medioker. Adakah karena mereka tak mengimbangi panjangnya proses dengan peningkatan pengetahuan dan militansi dalam eksplorasi dan eksperimen? Sebaliknya banyak penulis baru datang dengan gairah menyala-nyala. Mereka adalah generasi yang hari ini hidup bersama dan bersaing dengan generasi yang lebih tua, dengan latar akses informasi yang sama, menerima kesempatan setara untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sastra serta wahana pembinaan dan ekspresi, yang tak ubahnya lahan gembur, menunggu motivasi, kemauan keras, dan komitmen mereka semua, tanpa kecuali. Ya, kiranya cara terbaik untuk lekas mendewasakan seorang anak adalah dengan berhenti memperlakukannya sebagai kanak-kanak, dengan mulai menilai tindakan-tindakan dan hasil kerjanya dengan ukuran orang dewasa.
Evaluasi Karya
Dari 102 peserta yang bersaing, setidaknya 30 nama betul-betul kami pertimbangkan. 5 di antaranya dengan mudah kami tentukan keunggulannya. Ini karena, tidak seperti yang lain, mereka mampu menjaga kadar capaian estetis dalam puisi mereka. Dengan kata lain, tidak sulit menemukan 5 judul yang layak dari 10 judul yang mereka kirimkan. Adapun untuk menambahkan 5 nama lagi demi memenuhi kuota, kami menghabiskan lebih banyak waktu untuk menimbang, agar meloloskan sesedikit mungkin karya lemah. Akhirnya, dengan menekan sedikit rasa tak puas, 10 nama bisa kami sodorkan dan dinyatakan diterima.
Membaca 50 puisi terpilih di buku ini seperti memasuki 10 bentang alam berbeda, masing-masing minta diresapi dengan caranya sendiri. A. Warits Rovi adalah seorang pengamat yang waskita dan berkemampuan baik dalam mengontrol keterlibatan dirinya dengan lingkungannya. Tentu saja puisi-puisinya mengandung kerja penafsiran, ada makna-makna kontemplatif tertentu ingin disampaikan, namun seperti pertunjukan musik klasik tak berlirik, puisi-puisi Warits memberi pembaca tempat nyaman untuk melakukan apa yang ingin dilakukan: menikmati saja permainan bunyinya atau sembari menikmati itu menyelami berbagai kemungkinan maknanya.
Tak begitu jauh dari Warits, Ebi Langkung merupakan penjelmaan santri yang rendah hati dan abid yang menjaga adab. Kesadarannya diarahkan selalu pada penemuan jalan menuju penyucian diri. Semesta membentang di hadapannya tampak tak henti menawarkan kebijakan sufi. Jika Warits berdiri di ketinggian dan kedekatan tertentu dari objek-objek amatannya, maka Ebi adalah musafir yang terus berjalan dan terus menemukan hal-hal menakjubkan. Jika objek dalam puisi Warits seolah tak menyadari kehadiran Warits sang pengamat, maka objek dalam puisi Ebi aktif mengajaknya bicara dan bahkan tak segan menawarkan sesuatu dan karenanya lebih tepat disebut subjek yang lain.
Dibanding semua penyair yang lolos, Faidi Rizal Alief adalah yang paling setia pada persajakan. Dengan disiplin tinggi ia menjaga rima akhir di tiap bait puisinya. Meski karenanya terkadang kita merasakan kesan kaku dan kuno, namun Faidi kami pikir bukan termasuk juru masak yang suka mengada-ada demi suatu pemanis hidangan. Setiap kata di ujung baris dipastikannya relevan dengan gagasan utama dan berfungsi menjaga keutuhan makna puisi, seperti halnya garnish pada sebuah menu yang tidak sekadar membuat hidangan menjadi menggugah selera, tapi memang betul-betul bisa dinikmati dan bergizi. Adapun pada segi isi, Faidi tampil sebagai tokoh kuat, pengayom dan penyelamat. Sikapnya tegas dan berani menanggung konsekuensi. Ia tak tampil low profile sebagaimana Warits dan Ebi, namun juga dapat menjaga diri dari jatuh ke dalam keangkuhan. Ia adalah tipe kekasih yang lebih suka menyatakan cinta dengan tindakan nyata dibanding kata-kata manis.
Seperti Faidi, Hidayat Raharja juga menyatakan suatu kesetiaan yang tak main-main. Bukan pada bentuk, melainkan pada wacana. Istilah-istilah dalam ilmu biologi, bidang profesinya, dipinjam dan digunakannya lebih daripada fungsi teknisnya. Istilah-istilah itu pada satu kesempatan dipakai untuk menyokong sebuah gagasan, sedang pada kesempatan lain menjadi gagasan tersendiri yang didedahkan dengan indah. Apa yang dilakukan Hidayat terakhir ini mirip kiranya dengan yang dilakukan para ahli tata bahasa Arab ketika memperlakukan gejala linguistik sebagai simbol filosofis.
Tentu muncul pertanyaan di benak pembaca: Apakah tidak ada yang berusaha mengangkat Madura dalam puisi-puisinya? Kami jawab: Ada. Cukup banyak. Bahkan kami menemukan beberapa puisi yang sepenuhnya dalam bahasa Madura. Namun secara umum kami menilai usaha untuk menghadirkan kemaduraan tersebut belum diimbangi dengan perspektif yang segar dan teknik komposisi yang memadai. Ia lebih sering jatuh ke dalam klise dan arak-arakan kosakata bahasa Madura. Bagaimanapun dalam buku ini dua penyair, kebetulan sama-sama perempuan, menunjukkan usaha yang patut dicatat.
Di satu spektrum, Ibna Asnawi tampak menghayati lingkungan dan peristiwa keseharian di Madura dan merepresentasikannya dalam puisi-puisi pendek yang segera mengingatkan kita pada puisi imajis dan Haiku. Ibna tidak mengulik hal-hal yang langsung menautkan ingatan pembaca pada kemaduraan, misal karapan dan carok. Citraan yang ia hadirkan di antaranya adalah pilar bambu, lahan, dan langgar. Sesuatu yang terbilang tak eksotis, banyak ditemukan di luar Madura, namun sebenarnya sangat Madura. Puisi panjangnya, Taneyan Lanjang, kiranya bisa disejajarkan dengan puisi-puisi Hidayat Raharja, merupakan pemaknaan ulang atas simbol-simbol tradisional.
Ina Herdiyana, di spektrum lain, memberikan berbagai kesaksian atas fenomena alam dan budaya. Puisi-puisinya sering terasa sebagai ode, jenis yang banyak kami temui di perpuisian Madura. Yang membedakan adalah bahwa seperti halnya Ibna, perhatian Ina tak terpaku pada hal-hal yang sudah menjadi ikon Madura sejak dulukala. Ia memperkenalkan hal-hal yang relatif baru. Adapun perbedaan menonjol antara dua penyair perempuan ini adalah bahwa Ibna lebih menyajikan kompleks emosional dan intelektual, sementara Ina menyuguhkan hasil observasi yang diurapi keharuan.
Hasil pembacaan atas karya empat peserta yang lain, oleh sebab terbatasnya ruang dan waktu, terpaksa tak bisa kami hadirkan di catatan ini. Oleh sebab yang sama pula hasil pembacaan hampir seluruhnya hanya berupa kesimpulan, tanpa contoh. Untuk itu kami mohon maaf dari lubuk hati terdalam. Besar harapan festival ini dapat secara berkala diselenggarakan, dengan perbaikan di setiap penyelenggaraannya. Terima kasih atas kepercayaan panitia dan selamat bagi peserta terpilih.
Senin, 25 November 2019.
http://sastra-indonesia.com/2020/01/catatan-kuratorial-festival-manifesco-2019/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar