Aguk Irawan MN**
http://sastra-indonesia.com/
Penyair-penyair itu diikuti orang-orang yang sesat. Tidakkah kau lihat mereka menenggelamkan diri dalam sembarang lembah khayalan dan kata. Dan mereka sering mengujarkan apa yang tak mereka kerjakan. Kecuali mereka yang beriman, beramal baik, banyak mengingat dan menyebut Allah dan melakukan pembelaan ketika didzalimi. (QS As-Syu’ara, 224-227).
Saya merasa perlu mengutip ayat diatas, karena selain SCB sendiri yang membawanya dalam kredo keduanya “Sajak dan Pertanggungjawaban Penyair”, Pidato Kebudayaan dalam acara Pekan Presiden Penyair, yang dimuat di HU Republika, 9 September 2007, Nurel Javissyarqi (NJ) sendiri penulis buku “Menggugat Tanggungjawab Kepanyairan SCB” (Penerbit Sastrenesia, 2011) juga secara nyinyir mencoba mengurai, mengupas dan merefleksikan nilai-nilai dan pesan ayat tersebut untuk memaknai kredo kedua SCB.
Setelah khatam menghabiskan buku NJ tersebut yang menyorot isi pidato SCB yang dilampirkan dalam buku tersebut, setidaknya saya menemukan dua alasan dalam kerangka besar keberatan NJ terhadap isi pidato tersebut. Pertama, NJ merasa, SCB berlebihan dalam memaknai profesi penyair (sastrawan), yang hanya sekedar bebas bermimpi dan mencipta lalu tak ada lagi setelah itu, termasuk pertanggungjawabannya kepada pembaca, kepada dirinya sendiri dan tentu kepada Tuhan. Karena menurut SCB, penyair itu hampir saja menyamai “profesi” Tuhan, yang sekedar bermimpi dan mencipta, maka jadilah, kun fayakun itu. Bagi NJ, profesi sebagai penyair, tidak kurang dan lebih sebagaimana profesi lain, pemotret, petani, pedagang, buruh, nelayan, guru dan lain sebagainya, yang tentu setelah ia berbuat sesuatu, ada sesuatu lain yang bahkan lebih besar dari semula, yaitu pertanggungjawabannya.
Kedua, NJ menganggap bahwa SCB telah sesat-pikir mengenai makna dan fungsi kata, bahasa dan tentu puisi dalam kehidupan, karena sejak lama SCB berpendirian, bahwa kata harus dibebaskan dari keterjajahan makna dan fungsinya sebagai alat pembawa pengertian. Kerenanya NJ mencoba menangkap maksud ini, lalu mengomel, dan tentu mengkritik disana-sini, meski ia sendiri nampak terbata-bata.
Sebagaimana yang sudah pernah saya tulis (Penyair dan al-Qur’an dalam Rekaman Sejarah) di harian yang sama dimana tulisan SCB terpublikasikan (Republika), bahkan tarikh pemuatanya juga pada bulan dan tahun yang sama (2007). Saya kutipkan pendapat Syauqi Dlaif dalam buku Tarikh al-Adab al-Arabi (Kairo: Dar al-Maarif, 1968), barangkali bisa sebagai penyeimbang gagasan antara SCB dan NJ, atau bisa dijadikan pelengkap dari data NJ. Dijelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, tidak saja membawa petunjuk yang benar, tapi juga sebagai ‘penyaing’ keulungan sastra Jahily dan pencerah atas keulungan tersebut.
Keulungan sastra Jahily saat itu memang tak diragukan lagi oleh banyak pengamat kebudayaan. Manuskrip-manuskrip kuno (sastra Jahily), membuktikan hal itu. Tetapi, pada zaman itu jangan ditanya bagaimana bentuk puisi dan makna puisi itu bisa diterjemahkan? Lebih jauh lagi, bagaimana moral masyarakatnya, khususnya prilaku para penyairnya. Dari latar belakang itulah, Ibnu Qutaibah dalam buku Asy-Syi’ir wa as-Asyu’ara (Beirut: Dar ats-Tsaqafah, 1969) memaparkan hari lahir dan asal usul ayat diatas kenapa turun kepada Nabi.
Menurut Qutaibah, kenapa sastra yang konon sebagai penyangga suatu peradaban seperti tak berguna? Tentu, karena sastra Jahiliyah tersebut nyaris tak menyimpan makna yang bisa membangun peradaban, lihatlah bagaimana bentuk mantra yang menyerupai puisi yang sudah dihasilkan oleh Musailama seperti dalam Ma Huwal Fil atau dengan Ayat-Ayat Kataknya? Begitu juga apa yang telah dihasilkan oleh Imri’ al-Qois, dengan Ayyuha Attahali Al-Bali-nya? Atau karya dari penyair ulung Jahili lainnya, seperti Abu Mihjan ats-Tsaqafi, Abu ath-Thamhan al-Qaini, Dhabi bin al-Harist al-Barjami, Suhaim Abdul Bani al-Hashas, an-Najasy al-Haritsi, dan Syabil bin-Waraqa. Lalu Bandingkan dengan karya-karya penyair yang sudah mendapatkan “pencerahan” dari Nabi, seperti Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin Zuhair. Labid bin Rabi’ah dan tentu Ibnu Rawahah.
Nabi dan tentu Islam percaya, hanya karya sastra yang bermakna, dapat ditelaah (baca: mengandung hikmah), yang mengajak dalam kebaikan, serta menjauhi segala kefasadan dan para kreasinya di barisan paling depan untuk menjalankannyalah yang bisa membawa kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, yang mampu menyangga peradaban. Yang tidak “yaquluna ma yaf’’alun” (sekedar mengatakan, tapi tidak pernah merealisasikan). Sejarawan Muslim at-Tahawani menceritakan, sejarah turunnya surat As-Syu’ara (para penyair) dilatarbelakangi kenyataan bahwa di sekeliling Nabi adalah para pembual, pengakrobat kata, dan penelikung kata untuk diselingkuhkan yang awalnya demi kebaikan menjadi ke-amoralan, begitu sebaliknya, karenanya ayat tersebut mengatakan dengan tegas bahwa; penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang sesat. Atas dasar itulah, ketika ditanya sahabat, apakah Nabi pernah berpuisi, Aisyah menjawab bahwa puisi adalah bentuk omongan yang ia benci (Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan, Juz IX, hlm 224). Puisi yang dimaksud disini adalah jenis gombalan dan akrobati bahasa saja. Pengecualian hanya kepada penyair beriman, yang tentu tidak mau tergiur dengan arus akrobati bahasa saja, tetapi ia memberikan hikmah dan mengadakan pembelaan saat didzalimi.
Nah, dari sejumput pengertian ini setidaknya kita bisa mengambil kesimpulan, dengan apa yang telah dihasilkan oleh SCB dalam proses kreatif atau karier kepenyairannya. Ketika ia menyatakan, bahwa kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri. Bahwa kata-kata harus dimerdekakan dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus-kamus dan penjajahan lain.
Tidak sekedar itu, pada pemikirannya yang kedua dalam “Kredo”-nya tersebut, SCB juga ingin “mengembalikan kata kepada mantra”. Sehingga SCB dalam menyeret ayat diatas, mengemukakan tafsir, karena itu para penyair boleh berbuat semua-maunya dan berimajinasi sebebas-bebasnya, lalu menyusun kata seliar-liarnya, sesukar-sukarnya dan tentu, tidak perlu harus malu, apalagi terbebani untuk mempertanggungjawabkannya kepada khalayak, Tuhan dan dirinya sendiri. Ia lupa, bahwa ayat tersebut sebagai pemula atas penekanan akan “ketersesatan” penyair, juga ada pengecualian sebagai penegasan (yaitu penyair beriman). Mari kita ambil contoh dan nikmati satu karyanya itu:
KUCING
Sutardji Calzoum Bachri
ngiau! kucing dalam darah dia menderas
lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
darahku dia besar dia bukan harimau bu
kan singa bukan hiena bukan leopar dia
macam kucing bukan kucing tapi kucing
ngiau dia lapar dia merambah af
rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
dia meraung dia mengerang jangan beri
daging dia tak mau daging jesus jangan
beri roti dia tak mau roti ngiau
kucing meronta dalam darahku meraung me
rambah barah darahku dia lapar O a
langkah lapar ngiau berapa juta hari
dia tak memakan berapa ribu waktu dia
tak kenyang berapa juta lapar laparku
cingku berapa abad dia mencari menca
kar menunggu tuhan mencipta kucingku
tanpa mauku dan sekarang dia meraung
mencariMu dia lapar jangan beri da
ging jangan beri nasi tuhan mencipta
nya tanpa setahuku dan kini dia minta
tuhan sejumput saja untuk tenang seha
ri untuk kenyang sewaktu untuk tenang
di bumi ngiau! dia meraung dia menge
rang hei berapa tuhan yang kalian pu
nya beri aku satu sekedar pemuas ku
cingku hari ini ngiau huss puss diam
lah aku pasang perangkap di afrika aku
pasang perangkap di amazom aku pasang
perangkap di riau aku pasang perangkap
di kota kota siapa tahu nanti ada satu
tuhan yang kena lumayan kita bisa berbagi
sekerat untuk kau sekerat untuk aku
ngiau huss puss diamlah
Allah berfirman, “Alquran bukanlah perkataan seorang penyair, sedikit sekali mereka yang beriman, juga bukan ucapan dukun, sedikit sekali mereka menyadari.” (Qs Al-Haqqah: 41-42). Jadi, nabi bukan seorang dukun (penyihir) juga bukan seorang penyair. Nabi adalah penerima kalamullah. Menurut al-Jumahi, bahwa yang bisa menggetarkan orang tidak saja firman, tetapi juga puisi dan mantera dari jenis perdukunan/sihir. Itu berarti ada penekanan perbedaan antara hakikat firman, bahasa dan mantra. (Muhammad bin Sulam al-Jumahi, Thabaqat Fuhul asy-Syu’ara, hlm 188). Bercermin dari sini saya sendiri meyakini bahwa antara puisi dan mantera adalah dua jenis yang berbeda, dilihat dari berbagai aspek dan syaratnya.
Meski sampai sekarang belum ada batasan yang tepat tentang pengertian puisi. Tapi setidaknya, ahli bahasa sudah sepakat, bahwa garis besar puisi adalah bentuk karangan yang padat dan terikat dengan syarat-syarat: banyaknya baris dalam setiap baris, dan terdapatnya persamaan bunyi atau rima, baik rima horisontal maupun rima vertikal. Yang menjadi titik tekan dari padat, tidak lain, tentu makna dan nilai-nilai filosofisnya.
Sementara Ajip Rosidi (1987:67) memaparkan bahwa mantra adalah rangkaian kata, dan seringkali mengandung kata-kata serapan asing yang kemungkinan berasal dari bahasa Sansekerta, Arab, maupun Tibet. Kata-kata dalam mantra tersebut diturunkan oleh pawang atau dukun kepada pawang lain secara lisan sehingga sering mengalami kerusakan sedemikian rupa dan sulit untuk menemukan bentuk asalnya. Pada hakikatnya, mantra sebagai salah satu bentuk puisi lama sesungguhnya merupakan suatu bentuk perkataan atau ucapan yang mampu mendatangkan daya gaib. Di dalam sebuah mantra yang lengkap pada umumnya terdapat unsur judul, unsur pembuka, unsur niat, unsur sugesti, unsur tujuan dan unsur penutup. Namun, yang paling penting dan paling pokok dalam mantra adalah unsur sugesti, sebab unsur sugesti inilah yang memiliki daya atau kekuatan untuk membangkitkan potensi kekuatan magis. Di samping unsur sugesti, dalam pengamalan mantra, seperti di daerah Jawa misalnya, terdapat pula unsur laku mistis yang mendukung. Unsur laku mistis itu antara lain adalah penyertaan kegiatan puasa dalam proses pembacaan mantra.
Kalau begitu, setujukah kalian, bila NJ dengan tegas, mengatakan bahwa SCB bukanlah penyair melainkan PEMANTRA atau DUKUN? Ataupun kalau masuk golongkan penyair, maka dia PENYAIR JAHILIYAH? Mari kita berdiskusi?
Rumah Kata, 18 Juli, 2011
* Disampaikan Pada Acara Bedah Buku “Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan SCB”, karya Nurel Javissyarqi, di Pusat Kebudayaan Indonesia-Belanda “Karta Pustaka,” Jl. Bintaran Tengah 16 Yogyakarta, 21 Juli 2011.
** Penerjemah buku “O Amuk Kapak” menjadi Atholasim, karya SCB, terbit di Mesir 2005.
http://pustakapujangga.com/2011/09/reviewing-the-authorship-of-sutardji-calzoum-bachri-scb-from-nurel%e2%80%99s-book-%e2%80%9cmenggugat-tanggungjawab-kepenyairan%e2%80%9d-sue-responsibility-of-authorship-of-sutardji-calzoum-bachri/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar