Ingki Rinaldi
http://umum.kompasiana.com/
Penari asal Jepang bernama Jasmin itu sudah bergairah sejak pagi-pagi sekali. Sebelum pukul sembilan Jasmin telah berada di depan kolam ikan yang jadi bagian Candi Jolotundo Udayana, di Trawas, Mojokerto.
Sambil berjinjit ke bagian kolam pemandian yang dikucuri aliran mata air jernih di bagian atas candi, Jasmin berbisik.
“Saya mau mandi dulu.”
Maka ia pun menaiki sejumlah undakan batu menuju salah satu kolam yang dikelilingi pepohonan besar. Tak lama Jasmin kembali lagi ke tempat awal sembari mesam mesem.
Tentu saja, keinginan itu tidak bisa kesampaian.
Hari itu, Jasmin yang punya nama lengkap Jasmin Akubo dan sudah beberapa waktu terakhir tergabung dalam sebuah kelompok kesenian dari Bali mau ikut berpentas. Pentas itu adalah salah satu penutup pertemuan dan pementasan bertajuk Pasamuan Budaya Panji Internasional ke-2 yang diadakan di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman, Trawas, Mojokerto.
Pasti saja berpasang-pasang mata sudah menanti pementasan yang diberi tajuk “Panji Remeng” itu. Sudah jelas, pagi itu Jasmin tidak bisa mandi di situ.
Kata penggiat Budaya Panji dan pengelola Padepokan Seni Mangun Darma, Tumpang, Malang, Ki Soleh Adi Pramono, Budaya Panji adalah satu-satunya budaya Nusantara yang menyebar hingga ke wilayah Asia. Budaya Panji dimulai dari Kerajaan Kanjuruhan, Malang, di abad ke-8 dengan hasil kesenian berupa Topeng Panji Malang.
Kemudian berkembang pada tahun 1277 di Singosari, Malang di zaman Kameswara I pada masa pemerintahan Prabu Kertanegara, lantas menyebar ke semenanjung Melayu, Malaysia. Setelah diteruskan ke zaman Majapahit, penyebarannya ke seluruh Nusantara dan beberapa negara Asia oleh Mahapatih Gadjah Mada tidak terbendung lagi.
Termasuk tari topeng ala Betawi, ya mula-mula dari kisah Budaya Panji.
Selain topeng, Budaya Panji di antaranya diawali dengan adanya epos Panji yang muncul dalam sastra kuno Jawa Timur pada abad ke-12 hingga abad ke-13. Inti cerita Panji adalah tentang kehidupan tokoh Raden Panji atau Panji Asmorobangun dari Kerajaan Jenggala dan Putri Candra Kirana atau Dewi Sekartaji dari Kerajaan Daha atau Kediri.
Raden Panji dan Dewi Sekartaji yang sudah ditunangkan sempat terpisah sekalipun akhirnya mereka dipertemukan.
Bisik Ketua Program Dewan Kesenian Jatim Heri “Lentho” Prasetyo kepada saya, salah seorang pakar seni Jawa kuno asal Cologne, Jerman, Lydia Kieven, beranggapan epos Panji adalah karya sastra yang termasuk paling unik di dunia. Lynda melakukan penelitian selama tidak kurang 15 tahun soal Budaya Panji.
Kata Lentho, epos Panji dianggap karya yang setara kejeniusannya dengan Mahabharata atau Ramayana.
Raden Panji dianggap titisan Dewa Wisnu sedangkan Dewi Sekartaji dianggap titisan Dewi Sri yang dihormati sebagai dewi kesuburan lahan atau tanah. Penyatuan Raden Panji dan Dewi Sekartaji dianggap mewakili pula simbol kesuburan pertanian.
Karena itulah, Budaya Panji juga berkait erat dengan detail ilmu pertanian. Selain berbagai sistem hidup lain seperti filsafat, teknik arsitektur, seni tari, teater, wayang beber, wayang gedhog, dan beragam motif batik.
Seorang seniman asal Klaten, Agus Bimo, yang juga sudang nongkrong di perhelatan itu sejak beberapa hari sebelumnya menyebutkan konsep pertanian dalam Budaya Panji adalah soal tantra atau kesuburan.
”Jadi bagaimana memperlakukan tanah (lahan) seperti menyayangi istri dan ini hubungannya dengan konservasi alam. Budaya Panji tidak berhenti pada aspek romantika asmara,” ujarnya.
Agus menambahkan, pada zaman dahulu konsep pertanian organik berdasarkan kearifan Budaya Panji disebarluaskan dengan mudah lewat dongeng yang diwariskan lewat bahasa tutur. Peran dongeng pada masyarakat pertanian itu terbukti sangat bagus karena memperkenalkan cara-cara mulai dari memilih benih, mengolah lahan, hingga produksi pangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip organik.
Menurut Agus, pengenalan kembali konsep pertanian organik yang kini mulai hilang bisa dimulai dengan berbagai cara. Salah satu yang paling radikal adalah yang dilakukannya sendiri dengan menerapkan prinsip pertanian organik pada lahan sekitar 800 meter persegi yang disewanya.
Agus mengaku sempat dianggap gila oleh masyarakat sekitar karena keputusannya itu. “Saya membakar dupa dan kemenyan untuk mengusir hama dikira sedang sesaji, begitu juga ketika saya menaruh makanan di pojok-pojok sawah yang tujuan sebetulnya agar hama tikus langsung mendapatkan makanan begitu keluar dari lubangnya,” kekeh Agus.
Agus yang tetap setia dengan rambut panjangnya menambahkan bahwa petani juga harus ke ladangnya setiap malam untuk melihat hewan-hewan apa saja yang sedang bercengkrama dengan tanamannya.
Pada ujung yang lain ada Lynda Bransbury yang sedang belajar ilmu pedalangan dan seni murni di Institut Seni Indonesia Surakarta lewat fasilitas beasiswa. Lynda yang asal Inggris adalah lulusan jurusan seni dan sejarah, dan sekarang berkarya juga pada program pengurangan kemiskinan di Eropa.
”Saya datang kesini karena khawatir sekali apakah Budaya Panji ini bisa selamat. Karena saya saksikan banyak generasi muda di Indonesia bahkan tidak tahu apa itu wayang kulit atau karawitan. Sedangkan di Inggris, generasi muda kami saat ini sedang gemar mempelajari gamelan,” ujar Lynda Bransbury.
Bersama Lynda, datang pula Adar Treger. Adar adalah praktisi teknik komputer asal Perancis yang gemar memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar teknik gerak untuk meditasi.
“Ini kedatangan saya pertama kalinya ke Indonesia,” kata Adar.
Pada hari itu, Lynda dan Adar larut dalam pementasan “Panji Remeng” yang dilakukan di Candi Jolotundo, Udayana, Trawas, Mojokerto. Adar meliuk-liukan tangan dan badannya sembari memejam dan meniti bebatuan candi sebelum masuk ke dalam kolam ikan. Lynda yang semula hanya menabur-naburkan kembang rupa-rupa warna dari pinggir kolam, akhirnya ikut menceburkan diri.
Pementasan tersebut dibuka dengan ritual persembahan yang dilakukan oleh lima orang pedanda asal Bali. Mereka merapal mantra sekitar lima belas menit sebelum dua buah kerang ukuran besar dibunyikan sebagai penanda bagi para penari untuk masuk.
Tarian persembahan yang dimulai dengan masuknya masing-masing dua orang bertopeng di sisi kiri dan sisi kanan Candi Jolotundo Udayana itu lantas diikuti dengan sejumlah penari lain yang masuk ke dalam kolam ikan di depannya. Makin lama, jumlah penari yang terlibat dan masuk ke dalam kolam untuk mengekspresikan rasa kesenian mereka semakin banyak.
Tokoh “Panji Remeng” yang menyimbolkan ketidakjelasan didampingi oleh dua orang pembantunya menyimbolkan sifat-sifat jelek yang ada dalam manusia. Setelah bergerak-gerak dalam koreografi dinamis di atas candi, tokoh Panji Remeng lantas turun ke dalam kolam dan kemudian naik ke atas candi mengampiri pedanda.
Pada akhir cerita, segala sesuatunya kemudian menjadi senyap. Ini adalah simbol dari perasaan saling mencintai dan sama-sama menjaga perasaan untuk mencapai harmoni.
Ini adalah puncak ekstase hubungan antara manusia yang disimbolkan punya beragam sifat oleh para seniman dengan alamnya.
”Hubungan antara seniman dan lingkungan memang erat karena seni adalah apa yang mereka (seniman) cermati pada lingkungan. Karena itu seniman memang seperti peneliti karena mereka melakukan riset dulu sebelum berkarya,” kata Guru Besar Institut Seni Indonesia Surakarta, Profesor Dr. Waridi M. Hum.
Namun ia menyebutkan, seniman dan budayawan yang mereflesikan dengan baik lingkungan di sekitarnya terkadang hasil berkeseniannya tidak biasa diapresiasi oleh masyarakat luas. Ia memberikan contoh hikayat anak bangsa dari Makassar, Sulawesi Selatan, I La Galigo, yang justru masyhur di luar negeri namun tak banyak masyarakat di Indonesia yang mengapresiasinya.
Pada gilirannya, tujuan hasil karya seni yang sebagian untuk menggambarkan kondisi lingkungan yang sesungguhnya kepada pihak penguasa juga menjadi tidak tersampaikan. ”Kalau saya melihat bukan pada adanya mata rantai yang putus, namun mengapresiasi seni ini butuh bekal sejak kecil. Harus ada pendidikan budaya sejak dini,” ujar Waridi.
Direktur PPLH Seloliman, Sisyantoko, yang telah dua tahun terakhir mengorganisasi acara tersebut dan sudah selama itu pula gondok karena merasakan nihilnya peranan pemerintah. Padahal, beragam aspek Budaya Panji bisa dikelola dengan baik dan menjadi aset sejarah yang sangat menguntungkan bagi Indonesia.
“Bahkan ada (pejabat) yang bertanya kepada saya. Budaya Panji ini mau kamu bawa kemana,” timpal Heri “Lentho” Prasetyo.
Saya lantas menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba menangkap sosok Jasmin. Ah, kiranya ia sudah mencebur ke dalam kolam sedari tadi.
Meliuk-liukan tubuhnya dalam tata koreografi bernuansa sakral. Didapuk dan digendong sembari mempermainkan selembar selendang putih.
Sambil mengenakan topeng, jadi juga si Jasmin mandi.
*) Lahir di Jakarta, Februari 1981. Bergabung sebagai jurnalis di Harian Kompas, Oktober 2003. Kecelakaan tragis yang nyaris merenggut nyawa dalam tugas jurnalistik di Lamongan, Jatim, Agustus 2004, membuatnya makin memaknai hidup ini. Mengalami banyak sekali keajaiban, termasuk kelahiran anak pertama, Juni 2006. Hingga saat ini telah melakukan kesalahan dan kebodohan yang tak terhingga. Sampai saat ini terus berupaya memperbaiki kesalahan dan kebodohan itu dalam kelipatan yang tak terhitung.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar