Edi Warsidi
http://www.lampungpost.com/
PEMINTA-MINTA itu--seorang pria uzur--masih tergolek di atas jembatan penyeberangan. Ia meringkuk persis di atas tangga sebelah barat. Sejak kemarin ia berada di sana tanpa niat beranjak ke tempat lain. Bukan karena di situ rezeki mudah terjaring. Bukan pula lantaran cemas tempatnya akan dihuni peminta-minta lain. Tetapi, semata-mata lantaran satu penyakit yang makin hari mengikis tenanganya.
Sudah tiga hari lalu ia demam. Suhu badannya panas meninggi disertai gigil jika angin atau rasa dingin menyentuh kulit. Kepalanya agak pusing dan rasa mual tiada henti merongrong perutnya. Nafsu makannya patah tiba-tiba. Lidahnya tiada lagi terangsang oleh lotek atau sate, menu makan yang sedari dulu digemari sekaligus tak lagi mampir di lidahnya. Penyakit yang tidak dikehendakinya terasa kian merajalela, memaksanya ambruk tanpa sempat berusaha minum obat.
Ubun-ubunnya disengat matahari panas kota Bandung. Tetapi, panasnya tak sanggup membuat keringatnya keluar. Tubuhnya yang kerempeng hanya terbungkus kaus oblong pemberian salah satu partai politik dan celana kusam bukan main. Ia terpejam dengan napas yang luruh satu-satu, pelan, dan lambat. Rasa lemah yang sangat membuatnya hampir-hampir tak mampu bergerak lagi. Sekawanan lalat leluasa hinggap pada tubuh, apalagi pada borok di kaki, tanpa terhalau olehnya.
Tidak jauh dari tubuhnya, tergeletak kaleng rombeng tempat menadah rezeki dari orang yang melewati jembatan penyeberangan. Yang menaruh rasa iba, mengisi kaleng itu dengan Rp5.000 ribu. Sisanya uang receh. Namun, kelihatannya--karena penyakit yang diderita cukup parah--ia kehilangan gairah melihat kaleng berisi uang itu.
Pada batinnya yang bergejolak hanya ada satu keinginan; berjumpa adik perempuan satu-satunya, untuk terakhir kalinya. Ajal serasa makin akrab pada dirinya.
Peminta-minta itu dikenal bernama Juhara. Ia memang dahulu pernah serumah dengan sang adik. Sepuluh tahun silam ia bekerja di sebuah toko. Tapi kemudian bangkrut. Istrinya meninggal lantaran tifus. Ia tidak memiliki keturunan. Adik perempuan satu-satunya tinggal bersama mereka. Semua pekerjaan pernah ia coba. Jadi kuli angkut di perusahaan pasir pernah dicobanya, dan kemudian berhenti karena tenaganya mulai loyo. Pengumul barang bekas juag pernah dicoba, tetapi bekerja di situ cukup membuatnya repot. Ia keliling kampung, tempat sampah, selokan, bahkan sungai-sungai kering yang kaya dengan sampah.
Juhara mulai malas bekerja. Sehari berangkat kerja, sehari diam di rumah bedengnya. Dalam kondisi teramat sengsara, ia mulai cekcok dengan Sopiah, adik satu-satunya itu. Sopiah nekat jadi penjaja seks di pinggiran rel. Ia menyatakan tak sudi lagi hidup melarat. Juhara marah-marah dan menyemburkan caci-maki, bagai racun terdengar di telinga sang adik.
"Sopiah, kamu ini adik saya satu-satunya. Kalau kamu tidak mau mendengar nasihat saya, baiklah kita berpisah saja! Walau melarat, luluhur kita tidak ada yang jadi pelacur. Saya tidak sudi kamu lakukan pekerjaan nista itu."
"Aku pilih pekerjaan itu lantaran ingin hidup mapan. Juga ingin agar Kakak tidak jadi pemulung," jawab Sopiah. Pendengaran Juhara seolah-olah meledak.
"Tapi ingat, Sopiah! Saya tak sudi makan uang hasil kerjamu!"
Omongan itu memang dijalankan Juhara. Ketika memang benar-benar Sopiah jadi penjaja seks di pinggir rel, tidak sekali-kali Juhara mau menerima pemberian uang adiknya. Bahkan, kalau Sopiah datang ke rumah bedengnya di permukiman liar, ia tak sudi walau sekadar menemui.
Alhasil, Sopiah tak pernah sudi pula muncul lagi di rumah sang kakak. Dua tahun lalu, ketika Juhara sudah jadi peminta-minta, sang adik menjadi penghuni resmi rumah prostitusi dan dengar-dengar hidupnya mulai mapan. Walau hati kecil Juhara merasa rindu, toh tidak berusaha mau bertemu sang adik. Namun kini, ada perasaan rindu yang hebat. Ia kerap kali merindukan adik perempuan satu-satunya.
***
PADA sebuah jembatan penyeberangan di pusat kota Bandung, orang ramai kesana-kemari. Keluar-masuk mal dengan belanjaan macam-macam. Klakson mobil dan knalpot sepeda motor meraung-raung, silih berganti. Perlahan-lahan mata Juhara terbuka. Ia masih ingin menghirup hawa dunia meski untuk terakhir kalinya. Namun, betapa terkejutnya ia. Di hadapannya, berdiri seorang lelaki berpakaian necis. Rambutnya tertata rapi. Kelihatan sekali lelaki ia bukanlah pengemis. Wajahnya sangat teduh.
"Saudara ini bernama Juhara, betul?" tanya lelaki itu dengan ramah.
Pertanyaan orang tak dikenal itu secara tiba-tiba membangkitkan energi baru bagi Juhara. Dengan mudah, mulutnya berucap, "Betul. Saya ini Juhara. Memang ada apa, Pak?"
"Jika tidak keberatan, saya ingin mengajak Pak Juhara pindah dari sini," tambah lelaki necis dengan sopan.
"Pindah ke mana?"
"Ke rumah saya. Bukankah Pak Juhara ingin berjumpa dengan Sopiah? Ia sekarang ada di tempat saya."
"Tapi, saya tak sanggup berjalan..."
Belum sempat Juhara melanjutkan kata-katanya, lelaki itu mengangkat tubuh kurus Juhara. Tubuh Juhara benar-benar ringan bagi lelaki itu. Ototnya kekar dan kuat, sehingga tidak seberapa lama Juhara sudah berada di bawah jembatan penyeberangan. Di bawah jembatan, sebuah mobil mewah warna hitam sudah menunggu. Juhara dibawa pergi .
Tidak seberapa lama, mereka sampai di rumah mewah. Sesaat Juhara terkesima. Baru kali ini memasuki rumah mewah nan sejuk. Lelaki tadi membimbing Juhara menuju sebuah kamar, yang tentu saja serbamewah. Kedua kaki yang borok dan pakaiannya yang kumal terasa kaku memasuki kamar yang wangi.
"Ini rumah saya, Pak Juhara. Saya harap Pak Juhara merasa nyaman di sini. Anggap saja rumah sendiri," kata orang itu.
Juhara tambah terngangga. Bahkan, saat dipersilakan duduk di atas sofa mewah yang hampir menelan tubuhnya, ia masih termanggu antara percaya dan tidak.
"Pak Juhara sebaiknya mandi dahulu biar segar. O ya, di kamar mandi tersedia air hangat dan dingin. Juga sudah tersedia baju ganti untuk Pak Juhara. Pak Juhara santai saja. Nanti selesai mandi, akan ada dokter spesialis yang akan memeriksa kesehatan Pak Juhara. Semua fasilitas tersedia khusus untuk Pak Juhara."
Seolah-olah Pak Juhara bersirobok dengan malaikat yang sengaja diturunkan Tuhan untuk menolong dirinya. Di dalam kamar mandi yang serbaluks itu, Pak Juhara kaget sebab tidak tersedia air. Yang terlihat hanya kran-kran mengilat dan sebuah bak mandi mewah. Ia hanya mengangga, asing dengan benda kamar mandi itu. Ia melirik ke sebuah rak, tampak pakaian terlipat rapi dan wangi.
Pak Juhara berteriak, keluar dari kamar mandi. Lelaki tadi menghampirinya dan membimbing Pak Juhara sambil memijit kran-kran mewah itu sehingga bathtub yang kering itu seketika penuh dengan air hangat.
Selesai mandi, Pak Juhara diajak ke ruang makan. Di sana sudah tersedia segala makanan lezat dan mewah. Tentu saja kesukaan Pak Juhara juga tersedia. Nafsu makannya terdongkrak. Dengan lahap, ia memakan semua hidangan. Baru kali ini dalam hidupnya ia menyantap makanan mewah.
"Bapak tadi bilang akan mempertemukan saya dengan Sopiah," ucap Juhara sambil sendawa.
"Oh, jangan khawatir Pak Juhara," jawab pria kekar itu sambil menggandeng Juhara menuju ruang tamu.
Di ruang tamu yang wangi dan berpenyejuk udara itu, Juhara melihat Sopiah duduk di atas kursi dan meletakkan kaki kiri di atas kaki kanannya. Wajahnya sangat bersih dan tampak lebih cantik.
"Sopiah!" teriak Juhara spontan.
Perempuan itu justru menatap Juhara dengan pandangan aneh. Alisnya mengeryit dan keningnya jadi berkerut.
"Kamu sudah lupa sama kakakmu, Sopiah?" tanya Juhara.
"Kakak? Siapa kamu?" tanya perempuan itu.
Juhara tampak ragu. Ia pandangi sosok perempuan itu. Jangan-jangan ia salah lihat. Tetapi, ia tetap yakin kalau orang ini adalah Sopiah, adik satu-satunya.
"Ya, saya tidak ragu lagi. Kamu ini pasti Sopiah, adik saya. Mengapa kamu melupakan kakakmu?" kata Juhara sambil mendekat.
"Eit, stop! Jangan mendekat! Jangan ngawur, ya!" Aku tak punya kakak sepertimu," tegas perempuan itu sambil berdiri. Dengan wajah ditekuk, perempuan tadi melangkah keluar rumah tanpa hirau Juhara.
Juhara tertuju pada lelaki yang membawanya ke rumah itu. Sorot mata Juhara menandakan kebingungan. Pria misterius itu malah tersenyum.
"Yang tadi itu memang adik Pak Juhara, Sopiah. Tapi, jangan sesalkan jika sekarang ia meresa terhina memiliki kakak seperti Pak Juhara. Itu tak aneh. Di kota besar ini semuanya serbamungkin, Pak Juhara," kata pria misterius.
Juhara tertunduk lemah. Semangat hidupnya yang tadi menyala, kini padam. Lama ia merenung. Juhara merasa terhina dicampakkan sang adik seperti itu. Akan tetapi, ia kemudian teringat dirinya sendiri yang dahulu memtusukan hubungan. Diam-diam Juhara menyesali perkataan dan sikap kasarnya pada Sopiah dahulu.
"Dahulu Sopiah memang pernah saya maki-maki. Bahkan, saya mengusirnya ketika ia hendak melacurkan diri. Mungkin ia kini merasa sakit hati dan membalas dendam. Namun, apakah saya keliru menolak jalan hidupnya yang sesat itu?" ujar Juhara yang seolah-olah perkataannya diarahkan pada dirinya sendiri.
"Baiklah, jangan jadi pikiran, Pak Juhara! Lupakan saja peristiwa tadi. Yang penting, Pak Juhara sudah menemukan tempat baru. Pak Juhara dapat tinggal nyaman di sini bersama kawan-kawan Pak Juhara..."
"Kawan-kawan saya?" Juhara kaget.
"Siapa mereka itu?" lanjutnya.
"Mereka yang dahulu peminta-minta. Sengaja saya kumpulkan di sini. Kalau tidak ingin sekadar berpangku tangan, Pak Juhara boleh mengerjakan hal ringan apa saja. Pak Juhara juga boleh berdoa, meminta kepada Yang Mahakuasa agar Sopiah kembali menemukan kemanusiaannya yang hilang. Doakan pula para peminta-minta; semoga mereka dapat diajak hidup dengan semangat dan paradigma baru. Inilah tugas dan pekerjaan saya setiap hari; mengumpulkan para peminta-minta dan gelandangan."
Aneh! Juhara menghela napas dalam-dalam. Tiba-tiba kini ia merasa terdampar ke suatu dunia yang asing dan aneh. Ia benar-benar tidak paham apa sebenarnya yang terjadi pada dirinya.
"Oh, maaf, Pak. Kalau saya boleh tahu, siapakah Bapak ini sebenarnya?" tanya Juhara, dengan harapan tidak menyinggung perasaan lelaki misterius itu.
"Ya, ya, saya lupa mengenalkan diri saya. Nama saya Tarwo. Apakah Pak Juhara betul-betul tak kenal saya?"
"Sumpah mati, saya tidak mengenal Pak Tarwo," jawab Juhara.
Pria misterius yang mengaku Tarwo itu tersenyum. Dengan sorot mata bersahabat, ia pandangi wajah Juhara.
"Sangat keterlaluan kalau Pak Juhara tidak mengenal saya," tegas Tarwo sambil menambahkan, "Bukankah Pak Juhara sendiri yang menghadirkan saya?"
"Saya makin pusing," jawab Juhara.
"Pak Juhara sendiri yang menghadirkan saya. Tanpa Bapak, saya tak mungkin ada. Begitu pun rumah ini. Pun semua yang Pak Juhara alami sekarang ini. Saya ini adalah tokoh khayalan Pak Juhara..."
Juhara tersadar. Ia kemudian bertanya pada diri sendiri: Benarkah orang sebaik Pak Tarwo itu hanya ada dalam khayalan?
Sengatan matahari Kota Bandung kembali mematuki pori-pori kulitnya. Sadar ia masih bernapas. Tidak lama, sekawanan lalat mengerubungi borok pada kakiknya makin banyak. Juhara tergelatak kaku di sebuah jembatan penyeberangan di pusat Kota Bandung. Orang ramai kesana-kemari. Keluar-masuk mal dengan belanjaan macam-macam. Klakson mobil dan knalpot sepeda motor meraung-raung, silih berganti.
Jatinangor, 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Musthafa
A Rodhi Murtadho
A Wahyu Kristianto
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Wachid BS
Abdullah al-Mustofa
Abdullah Khusairi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimanyu
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Maulani
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adrian Ramdani
Ady Amar
Afrizal Malna
Agnes Rita Sulistyawati
Aguk Irawan Mn
Agus R. Sarjono
Agus Riadi
Agus Subiyakto
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahm Soleh
Ahmad Farid Tuasikal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Luthfi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Nurhasim
Ahmad Sahidah
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadie Thaha
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rasyid
AJ Susmana
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alan Woods
Alex R. Nainggolan
Alexander Aur
Alexander G.B.
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Rif’an
Aliela
Alimuddin
Alit S. Rini
Alunk Estohank
Ami Herman
Amich Alhumami
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminudin TH Siregar
Ammilya Rostika Sari
An. Ismanto
Anaz
Andaru Ratnasari
Andhi Setyo Wibowo
Andhika Prayoga
Andong Buku #3
Andrenaline Katarsis
Andri Cahyadi
Angela
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Sudibyo
Anton Wahyudi
Anwar Holid
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif Hidayat
Arif Zulkifli
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayu Utami
Azyumardi Azra
Babe Derwan
Bagja Hidayat
Balada
Bandung Mawardi
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Bernadette Lilia Nova
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshäuser
Bhakti Hariani
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budi Winarto
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Bustan Basir Maras
Camelia Mafaza
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Choirul Rikzqa
D. Dudu A.R
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Dantje S Moeis
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Delvi Yandra
Denny JA
Denny Mizhar
Dewi Anggraeni
Dian Basuki
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dian Yanuardy
Diana AV Sasa
Dinar Rahayu
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Warsidi
Edy Firmansyah
EH Kartanegara
Eka Alam Sari
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil Amir
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Fadly Rahman
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fani Ayudea
Fariz al-Nizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fatkhul Aziz
Felix K. Nesi
Film
Fitri Yani
Franditya Utomo
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Garna Raditya
Gde Artawan
Geger Riyanto
Gendhotwukir
George Soedarsono Esthu
Gerakan Surah Buku (GSB)
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunawan Tri Atmojo
H. Supriono Muslich
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim H.D.
Hamberan Syahbana
Hamidah Abdurrachman
Han Gagas
Hardi Hamzah
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hasan Aspahani
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Helvy Tiana Rosa
Helwatin Najwa
Hendra Junaedi
Hendra Makmur
Hendriyo Widi Ismanto
Hepi Andi Bastoni
Heri Latief
Heri Listianto
Herry Firyansyah
Heru Untung Leksono
Hikmat Darmawan
Hilal Ahmad
Hilyatul Auliya
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husnun N Djuraid
I Nyoman Suaka
Ibnu Rizal
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Iksan Basoeky
Ilenk Rembulan
Ilham khoiri
Imam Jazuli
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Budi Santosa
Imelda
Imron Arlado
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Margareta
Indra Darmawan
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Insaf Albert Tarigan
Intan Hs
Isbedy Stiawan ZS
Ismail Amin
Ismi Wahid
Ivan Haris
Iwan Gunadi
Jacob Sumardjo
Jafar Fakhrurozi
Jajang R Kawentar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jean-Marie Gustave Le Clezio
JJ. Kusni
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Julika Hasanah
Julizar Kasiri
Jumari HS
Junaidi
Jusuf AN
Kadir Ruslan
Kartika Candra
Kasnadi
Katrin Bandel
Kenedi Nurhan
Ketut Yuliarsa
KH. Ma'ruf Amin
Khaerudin
Khalil Zuhdy Lawna
Kholilul Rohman Ahmad
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Krisandi Dewi
Kritik Sastra
Kucing Oren
Kuswinarto
Langgeng Widodo
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lenah Susianty
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
M Shoim Anwar
M. Arman A.Z.
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Harya Ramdhoni
M. Kasim
M. Latief
M. Wildan Habibi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria hartiningsih
Maria Serenada Sinurat
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon S. Sn
Marsus Banjarbarat
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masriadi
Mawar Kusuma Wulan
Max Arifin
Melani Budianta
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mezra E. Pellondou
Micky Hidayat
Mihar Harahap
Misbahus Surur
Moh Samsul Arifin
Moh. Syafari Firdaus
Mohamad Asrori Mulky
Mohammad Afifuddin
Mohammad Fadlul Rahman
Muh Kholid A.S.
Muh. Muhlisin
Muhajir Arifin
Muhamad Sulhanudin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Azka Fahriza
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naskah Teater
Nezar Patria
Nina Setyawati
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noor H. Dee
Noval Maliki
Nunuy Nurhayati
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurudin
Octavio Paz
Oliviaks
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Panda MT Siallagan
Pandu Jakasurya
PDS H.B. Jassin
Philipus Parera
Pradewi Tri Chatami
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R Sutandya Yudha Khaidar
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Rahmadi Usman
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rahmat Sutandya Yudhanto
Raihul Fadjri
Rainer Maria Rilke
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridha al Qadri
Ridwan Munawwar
Rikobidik
Riri
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rizky Andriati Pohan
Robert Frost
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Romi Febriyanto Saputro
Rosihan Anwar
RR Miranda
Rudy Policarpus
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Sakinah Annisa Mariz
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Gerilyawan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra
SelaSastra ke #24
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Subhan SD
Suci Ayu Latifah
Sulaiman Djaya
Sulistiyo Suparno
Sunaryo Broto
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunudyantoro
Suriali Andi Kustomo
Suryadi
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susi Ivvaty
Susianna
Susilowati
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Bahri
Syam Sdp
Syarif Hidayatullah
Tajuddin Noor Ganie
Tammalele
Tan Malaka
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Trianton
Tengsoe Tjahjono
Th Pudjo Widijanto
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Joko Susilo
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi
Umar Kayam
Undri
Uniawati
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Vyan Tashwirul Afkar
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyudin
Wannofri Samry
Warung Boenga Ketjil
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Web Warouw
Wijang Wharek
Wiko Antoni
Wina Bojonegoro
Wira Apri Pratiwi
Wiratmo Soekito
Wishnubroto Widarso
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Wing King
WS Rendra
Xu Xi (Sussy Komala)
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yesi Devisa
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yosi M. Giri
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuval Noah Harari
Yuyu AN Krisna
Zaki Zubaidi
Zalfeni Wimra
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Hae
Zhaenal Fanani
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Zulhasril Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar